Rabu, 26 Maret 2014

SEKILAS PERJUANGAN PEMBENTUKAN KABUPATEN KERINCI

Catatan sejarah menyebutkan, jauh sebelum daerah Kerinci pernah menjadi bagian dari Keresidenan Jambi, pada tahun 1922 Kerinci dipindahkan kedalam kekuasaan Keresidenan Sumatera Barat. Setelah dimasukkan kedalam Keresidenan Sumatera Barat, pada tahun 1927 Kerinci pernah menyuarakan keinginannya agar kembali lagi kedalam Keresidenan Jambi, namun aspirasi rakyat Kerinci pada tahun 1927 itu tidak mendapat tanggapan dari pemerintahan Belanda yang menjajah Jambi saat itu. Ketika rakyat Riau dan Jambi  mengajukan otonomi daerah tingkat I, rakyat Kerinci kembali menyampaikan keinginannya bersatu dalam Propinsi Jambi (Pidato Prof. Idris Jakfar, SH; Sekitar Perjuangan Otonomi Daerah Tingkat II Kabupaten Kerinci; Diterbitkan oleh Pemda Tingkat II Kabupaten Kerinci 10-11-1989 )

Alasan dan pertimbangan yang mendorong rakyat Kerinci untuk bergabung dengan Propinsi Jambi antara lain:
  1. Daerah Kerinci, seluruh  Kerinci  Rendah  dan  sebagian Daerah Kerinci Tinggi berada dalam Satu Kesatuan dengan Keresidenan Jambi. Dengan  demikian maka daerah Kerinci sekarang yang pada mulanya  merupakan satu kesatuan dengan yang lainnya, menjadi terpisah dari kesatuan Luak nan  XVI  dan  Kerinci Rendah.
  2. Secara historis pada masa lalu Kerinci mempunyai hubungan persahabatan yang erat dengan Jambi, persahabatan tersebut terjalin baik antara Depati  Empat Alam Kerinci dengan Kesultanan Jambi
  3. Daerah Keresidenan Sumatera Barat mempunyai wilayah yang sangat luas, hal ini telah menyebabkan  daerah kecil dan terisolir yang dinaunginya seperti daerah Kerinci menjadi kurang mendapat  perhatian
  4. Sehubungan dengan poin 3 di atas, maka bila daerah Kerinci berada dalam Propinsi yang relatif kecil wilayahnya, diharapkan  gerak  pembangunan dapat berjalan relatif lebih cepat dan aspirasi rakyat akan mudah disalurkan.
Menurut Profesor H. Idris Jakfar, SH (Pidato 10 -11-1989), Perjuangan dalam mengupayakan otonomi daerah ini, secara resmi disuarakan rakyat Kerinci pada tahun 1939 dalam Minangkabau Raad di Padang oleh tokoh rakyat Kerinci saat itu yakni H. Muchtaruddin dan Sati Depati Anum. Penyampaian aspirasi yang disampaikan oleh tokoh rakyat Kerinci saat itu ditanggapi dengan baik oleh pemerintahan Belanda. 

Pada prinsipnya pemerintah Belanda pada saat itu tidak berkeberatan atas adanya keinginan itu, hanya saja pemerintahan Belanda menangguhkan untuk mengabulkan aspirasi itu dengan pertimbangan menunggu jalan Jambi – Kerinci selesai di buka. Pentingnya jalan tersebut agar memudahkan dalam koordinasi Pemerintahan.

H. Muchtaruddin, Ketua DPRD Kerinci pertama
Alasan yang disampaikan oleh pemerintahan Belanda dapat diterima dengan baik oleh rakyat Kerinci, dan untuk beberapa tahun lamanya masalah ini tidak muncul kepermukaan, rakyat Kerinci dengan sabar menunggu janji Belanda, tetapi dalam kenyataannya sampai Belanda takluk kepada Jepang (1943) jalan Jambi-Kerinci yang ingin dibuka itu belum kelihatan akan di realisir dan daerah Kerinci tetap  masih berada dalam Keresidenan Sumatera Barat.


Pada masa penjajahan Jepang, rakyat tidak berani menyuarakan masalah ini, karena takut akan kekejaman Jepang, disamping itu keadaan ekonomi rakyat sangat menyedihkan, dan rakyat Kerinci tidak sempat memikirkan hal tersebut. 

Setelah terhenti sekian lama, perjuangan ini dimunculkan kembali pada awal tahun 1947 oleh Sati Depati Anum bersama istrinya Supik Bakri dan Gento. Mereka menemui Residen Jambi, Raden Inu Kertapati, dengan membawa surat pernyataan Partai Politik, Organisasi Massa, Kepala Mendapo seluruh Kerinci dan perorangan yang berpengaruh, guna menyampaikan keinginan rakyat Kerinci untuk bergabung dengan Keresidenan Jambi. 

Residen Jambi menyambut baik aspirasi itu dan melalui suratnya Nomor 112 tanggal 14 Maret 1947 keinginan rakyat tersebut diteruskan kepada Gubernur Sumatera dan Gubernur Muda Sumatera Tengah agar dapat dipertimbangkan.

Tindakan Sati Depati Anum ternyata mendapat reaksi dari Residen Sumatera Barat. Sati Depati Anum dan Supik Bakri ”diamankan” ke Bukit Tinggi karena dianggap menciptakan pergolakan. Tidak beberapa lama kemudian  (Maret 1947) H. Muchtaruddin, Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Cabang Kerinci dipanggil menghadap Residen Sumatera Barat, Mr. Muhammad Rasyid, guna membicarakan masalah tersebut. Residen Sumatera Barat meminta agar keinginan rakyat Kerinci untuk berdiri sendiri dibicarakan setelah perjuangan fisik dengan Belanda selesai.

Pada awal tahun 1948 gerakan otonomi daerah gencar di suarakan lagi, akibatnya dalam sidang KNI Sumatera Barat (September 1948) hal itu menjadi pokok pembicaraan. Kemudian di putuskan menghapuskan status Keresidenan degan membentuk Kabupaten Kerinci-Indrapura bersama Ranah Pesisir menjadi Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Keputusan tersebut disampaikan kepada Delegasi Rakyat Kerinci yang dipanggil menghadap Residen Sumatera Barat di Bukit Tinggi. Diantara yang hadir memenuhi panggilan tersebut adalah H. Muchtaruddin, A. Rahman Dayah, Djanan Thaib Bakri dan H. Adnan Thaib di dampingi Letnan Kolonel. A.Thalib.


Setelah mendapat penjelasan perubahan status pemerintahan tersebut, maka H. Muchtaruudin atas nama rakyat  Kerinci  kembali  menegaskan aspirasi rakyat yang tetap menginginkan otonomi sendiri terlepas dari Pesisir Selatan. Menanggapi pernyataan tersebut, secara diplomatis Residen Sumatera Barat menyatakan bahwa pada prinsipnya dapat menerima dan berjanji akan memprosesnya, namun sampai Belanda meninggalkan Kerinci (29 Desember 1949) keinginan rakyat Kerinci belum terealisir.

Setelah dilakukan penyerahan kekuasaan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia (29 Desember 1949), Kerinci tetap berada dalam naungan pemerintahan Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci dengan ibukota Sungai Penuh. Pada saat itu roda pemerintahan mulai berjalan normal, struktur organisasi pemerintahan mulai di isi dan unsur aparatur Pemerintahan didatangkan dari Sumatera Barat.

Pembangunan mulai digalakkan kembali, terutama dalam bidang ekonomi dan pertanian. Disamping itu, sebagian besar pemimpin Kerinci mencurahkan perhatiannya dalam bidang pendidikan. H. Muchtaruddin selaku tokoh kharismatik dan disegani bersama para sahabatnya setiap saat selalu memberikan kesadaran kepada masyarakat, betapa pentingnya arti pendidikan bagi kemajuan daerah. Pembangunan baru bisa berjalan sebagaimana mestinya bila masyarakatnya berpendidikan, Cerdas, Terampil dan ber Moral. Oleh sebab itu, H. Muchtaruddin dan para  sahabatnya bertekad untuk mengupayakan pembangunan sekolah sekolah umum maupun sekolah sekolah agama.
Wakil Presiden pertama Drs. H.M. Hatta saat melakukan Kunjungan Ke Kerinci


Perjuangan yang dilakukan oleh sosok pejuang yang dikenal pantang mundur itu menempuh jalan yang berliku dan tidak mudah, sampai awal tahun 1955 hanya satu buah SMP yang di negerikan.


Pada tanggal 25 - 27 Januari 1957 diadakan Kongres Rakyat Kerinci yang pertama di Sungai Penuh. Kongres ini dihadiri oleh wakil rakyat dari semua golongan, dan mengundang wakil wakil masyarakat dari Padang, Jambi, Pekanbaru, Medan dan Jakarta. Akan tetapi, karena kondisi sarana transportasi (Jalan) yang buruk, tidak semua wakil wakil rakyat di luar daerah yang hadir. Diantara mereka yang hadir antara lain Idris Djakfar, Amry Payung, dan Dasiba  dari Sumatera Barat. 

Idris Djakfar dan Amry Payung, tokoh  wakil rakyat Kerinci dari Sumatera Barat ini pada Kongres tersebut menyampaikan Pidato Ilmiah tentang masalah otonomi daerah dari tinjauan peraturan dan Undang undang, dengan kesimpulan bahwa daerah Kerinci telah memenuhi persyaratan dalam hal ini. Dan pada akhir Kongres, secara aklamasi diputuskan untuk memperjuangkan kembali kepada Pemerintah Sumatera Tengah dan Pemerintah Pusat di Jakarta perihal otonomi daerah Kerinci dan sekaligus menghimbau agar Pembangunan untuk daerah ini diperhatikan. Konggres Rakyat Kerinci ini telah berhasil menetapkan beberapa keputusan sebagai berikut:

  1. Menuntut dengan segera terwujudnya Kabupaten Otonomi Tingkat II Kerinci dalam satu daerah
  2. Propinsi Propinsi yang akan dikeluarkan instelling besluitnya oleh Pemerintah Pusat.
  3. Menuntut Kepada Pemerintahan Propinsi Sumatera Tengah untuk mendesak agar secepat  mungkin Instelling besluit mengenai putusan pasal diatas dikeluarkan

Pembicaraan yang hangat dalam Kongres Rakyat Kerinci ini adalah status daerah Kabupaten Kerinci yang akan datang, apakah masuk daerah Tingkat I Jambi atau tetap masuk kedalam Propinsi Sumatera Barat. Akhirnya, melalui perdebatan yang cukup serius dan menegangkan, peserta rapat menerima usulan dari Ketua Rapat, yaitu  Djanan Thaib Bakri yang berbunyi sebagai Berikut : “Menuntut terwujudnya dengan segera Kabupaten Otonomi Tingkat II Kerinci dalam salah satu daerah Propinsi Jambi yang akan dikeluarkan instelling besluitnya oleh Pemerintah Pusat”.

Untuk menyalurkan prasaran dan usul usul anggota Kongres, maka oleh kongres berhasil dibentuk suatu tim Komisi Perumus yang terdiri dari 7 orang anggota yang terdiri dari H. Muchtaruddin, H. Abdul Kadir Djamil, M. Yahu, Djanan Thaib Bakri, Idris Djakfar, H. Usman Djamal dan Dasiba.  

Selanjutnya Konggres berhasil pula memilih Badan Harian Kongres yang terdiri dari 7 orang, dan 31 orang Badan Pleno Kongres Rakyat Kerinci. Adapun 7 orang Badan Harian Kongres yang berhasil dipilih adalah:

  1. H. Muchtaruddin sebagai Ketua
  2. Miftah Yunus sebagai Sekretaris
  3. H. Usman Djamal sebagai Anggota
  4. A. Hamid Muhadid sebagai anggota
  5. Sati Depati Anom sebagai anggota
  6. Abu Thalib sebagai anggota
  7. Hamid Arifin sebagai anggota.

Sedangkan 31 orang Badan Pleno Kongres terdiri dari 15 Wali Negeri, 9 orang wakil Partai Politik, 5 orang wakil masyarakat Kerinci diluar daerah, dan 2 orang wakil Pemuda dan Wanita


Karena pemerintah pusat di Jakarta masih belum menanggapi himbauan Rakyat Kerinci, (Prof. H. Idris Djakfar, SH), maka  pada tanggal 9 Februari 1957 seluruh Partai Politik mengirimkan telegram kepada Menteri Dalam Negeri yang isinya  minta dengan segera merealisir otonomi daerah Tingkat II Kerinci  dalam  Propinsi Jambi. 

Tindakan ini diketahui oleh Ketua Dewan Banteng, yang kemudian segera mengambil langkah melokalisir masalah dengan mengirim radiogram kepada Bupati Pesisir Selatan-Kerinci tanggal 3 April 1957 yang isinya sebagai berikut:


“Bup Seipenuh no: 368 kp harap sampaikan pada H. Muchtaruddin sbb tk dua berhubung Dg sob segala perubahan ketatanegaraan tidak dapat dibenarkan koma dari itu pelantikan Badan Persiapan otonomi Kerinci tanggal 17 ib tidak dapat dilaksanakan koma rencana Bpl stof sipil ke ke Kerinci tetap seperti yang telah ditetapkan ttk hbs pdg 3-4-57 kdmst”

Dengan adanya radiogram tersebut berarti PRRI telah ikut dalam masalah ini. Perkembangan situasi itu sangat merisaukan pemimpin Kerinci karena bisa menimbulkan berbagai masalah baru dan ketidakpastian. Sungguh pun demikian berbagai pendekatan terutama kepada pemerintah pusat di Jakarta tetap aktif dilakukan para tokoh masyarakat Kerinci yang berada di Jambi dan Padang.

Perjuangan panjang yang tidak mengenal lelah itu, akhirnya pada awal agustus 1957 membuahkan hasil dengan keluarnya Undang Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Dalam pasal I ayat 1 sub b  menyatakan bahwa  Kecamatan Kerinci Hulu, Kerinci Tengah, dan Kerinci Hilir digabungkan dengan Jambi. Setelah itu diikuti pula dengan keluarnya Undang Undang Darurat Nomor 21 tahun 1957 yang mengukuhkan ketiga Kecamatan tersebut dijadikan sebuah daerah Swatantera Tingkat II Kabupaten Kerinci dengan ibukotanya Sungai Penuh. Undang undang tersebut akhirnya menjadi Undang Undang Nomor 61 Tahun 1958.

Sehubungan  dengan daerah Kerinci pada saat itu berada dibawah kekuasaan PRRI, maka Undang Undang Nomor 61 Tahun 1958 tidak dapat direalisir. Dalam situasi tidak menentu itu, Pemerintah Sumatera Tengah berupaya dengan berbagai cara mempengaruhi BKRK agar mengeluarkan pernyataan bergabung dengan Sumatera Barat. Akan tetapi H. Muchtaruddin sebagai ketua BKRK menolaknya. Bahkan dalam pertemuan yang diadakan pada tanggal 3 November 1957 di kediaman pribadinya di jalan Perwira Dusun Baru, H. Muchtaruddin sempat diancam dengan todongan  senjata Api.

Pada tanggal 9 November 1957, diantara beberapa tokoh masyarakat Kerinci yang berhasil di pengaruhi PRRI, mereka membentuk BKRK tandingan sekaligus menyatakan pernyaatan sikap untuk tetap bergabung dengan Sumatera Barat. Satu bulan kemudian (15 Desember 1957), Mr. Abu Bakar Djaan dan Mayor Nursiwan mewakili ketua Dewan Banteng meresmikan otonomi Tingkat II Kerinci dalam Propinsi Sumatera Barat. Di angkat pada waktu itu H. Adnan Thaib sebagai Bupati dan Sekretaris Daerah Hamid Arifin.

Rakyat Kerinci terpaksa menerima kenyataan tersebut dengan perasaan kecewa. Ketua BKRK hasil Kongres dan teman seperjuangan lainnya yang masih solider mengambil sikap diam demi menjaga agar tidak terjadi perpecahan. Walaunpun demikian, setiap perkembangan yang terjadi selalu dilaporkan kepada Pemerintah Pusat di Jakarta.


Ketika diadakan rapat pemilihan ketua DPRD, H. Muchtaruddin terpilih sebagai Ketua, Kesempatan ini digunakannya untuk memperjuangkan kembali keputusan Kongres BKRK. Langkah yang ditempuhnya itu menimbulkan pertentangan dengan Pemerintah yang akhirnya memaksanya beliau mengundurkan diri. 

Pada tanggal 18 September 1958 Angkatan Perang Repubblik Indoneia (APRI) dengan pimpinannya Letkol Sujono, Komandan RTP III Komando 17 Agustus bersama Batalyon B Sriwijaya pimpinan Mayor Yahya Bahar menumpas PRRI. Setelah PRRI berhasil ditumpas, Kerinci untuk sementara dipegang oleh Batalyon B  Sriwijaya.

Pada saat itulah Lembaran Sejarah Perjuangan Otonomi Daerah di buka kembali, BKRK berjuang dengan dukungan Militer. Berdasarkan Surat Perintah Komando Operasi Militer Daerah Kerinci dan Inderapura Nomor: 103/12/13/10/1958 tanggal 25 Oktober 1958, maka dibentuklah Delegasi untuk menghadap Komandan Militer TT II Sriwijaya, Makmun Murod di Palembang, dan Gubernur KDH Propinsi Jambi M. Yusuf Singedekane guna memperjuangkan realisasi Undang Undang Nomor 61 Tahun 1958. Delegasi ini terdiri dari Ketua H. Muchtaruddin, Sekretaris dan juru bicara Idris Djakfar, SH, sedangkan anggotanya antara lain A. Rahman Dayah, H. Muhammad Zen, dan Yatim Abas.

Sebelum bertolak ke Palembang dan Jambi, terlebih dahulu delegasi menemui Komandan Militer Sumatera Barat guna meminta petunjuk dan arahan. Dengan menggunakan Pesawat GIA, delegasi menuju Palembang. Setelah pembicaraan di Palembang selesai, delegasi melanjutkan perjalanan  menuju Jambi untuk menemui Gubernur Jambi. 

Di Jambi diadakan pertemuan dengan Gubernur Jambi untuk membicarakan langkah langkah selanjutnya, dan setelah itu Gubernur Jambi berangkat ke Jakarta untuk menemui Menteri Dalam Negeri, sementara Delegasi Kerinci yang dipimpin H. Muchtaruddin  menunggu di Jambi, dan atas Petunjuk Menteri Dalam Negeri masalah ini dapat diselesaikan, dan Menteri Dalam Negeri dalam hal ini menginstruksikan kepada Gubernur Propinsi Jambi agar segera merealisir Undang Undang Nomor 61 /1958.


Sehari setelah Gubernur Jambi kembali dari Jakarta, maka pada tanggal 8 November 1958, delegasi bersama Gubernur Jambi bertolak ke Padang melalui Penerbangan GIA. Setelah mendarat di Padang, rombongan melanjutkan perjalanan melalui jalan darat dengan dikawal pasukan Banteng Raider, karena situasi pada waktu itu masih belum terlalu kondusif dari gangguan PRRI.


Pada malam tanggal 9 November 1958 (Prof. H. Idris Jakfar, SH), rombongan selamat sampai di Sungai Penuh, keesokan harinya tanggal 10 November 1958 Gubernur/KDH Propinsi Jambi, M.Yusuf Singadekane atas nama Menteri Dalam Negeri meresmikan daerah Otonom Tingkat II Kerinci dalam Propinsi Jambi. Peresmian dilakukan di lapangan Merdeka  Sungai Penuh yang dihadiri puluhan ribu rakyat Kerinci. 

Pada malam harinya dilakukan serah terima dari Gubernur/KDH Tingkat I Sumatera Barat kepada Gubernur KDH Tingkat I Jambi bertempat di Gedung Nasional, Kemudian Gubernur menunjuk Muhammad Nuh sebagai Pejabat Bupati dengan Sekretaris Daerah H. Ijazi Yahya.


Pada tanggal 13 November 1958, Gubernur Jambi melantik anggota DPRD Kerinci dengan ketuanya Djafar Sutan Marajo dan sekaligus pula meresmikan Badan Penasehat Koordinator Pemerintahan Sipil atau Dewan Pemerintah Daerah Peralihan. Sejak tanggal 10 November 1958 resmilah  Kerinci menjadi Daerah Otonom Kabupaten Kerinci yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Propinsi jambi.

Menurut H. Djafar Sidik Bakri (Dasiba), yang ikut serta dalam rombongan Gubernur Jambi pada waktu itu adalah Mayor Rd. A. Rahman sebagai wakil dari Pelaksana Perang daerah Jambi serta Komisaris Besar Tk. A. Aziz sebagai wakil Kepala Komdak Kepolisian. 

Untuk mengatur perjalanan rombongan ditetapkan komandan Batalyon A Kapten Sai Kohar, dan Dasiba sebagai wakil yang saat itu menjabat jawatan Penerangan Propinsi Jambi. Sedangkan tokoh tokoh yang ada di Jambi yang  ikut rombongan Gubernur Jambi ke Kerinci antara lain  Zainal Abdin Murad, H. Ramli Depati Purbosingo, H.A. Chatib Nurdin termasuk Dasiba. 

Rombongan berangkat dari Jambi ke Padang dengan menggunakan pesawat  cateran Jenis DAKOTA. Dipadang rombongan menginap di hotel Muara Padang. Pagi harinya dengan berkonvoi rombongan berangkat meninggalkan Padang menuju Sungai Penuh melalui jalan Pesisir Selatan – Tapan. Rombongan berangkat menggunakan Bus umum. Rombongan dikawal Regu Banteng Raiders yang dipimpin seorang Kapten Raiders Diponegoro. Rombongan Gubernur menginap dirumah Komandan Batalyon B Mayor Yahya Bahar yang bersama Pasukan Diponegoro telah terlebih dahulu membebaskan daerah Kerinci dari pasukan PRRI. 

Dalam perjalanan rombongan sempat diserang dua kali oleh Tentara PRRI yakni di dekat Tarusan dan di dekat Kambang, 2 orang pasukan PRRI yang melakukan serangan gugur di dekat Tarusan. Kemudian, selain 8 orang dari pihak PRRI terdapat korban gugur 1 orang dari pasukan Banteng Raiders dalam pertempuran di dekat Kambang. 

Bersama rombongan dari Jambi ikut seorang Residen sebagai wakil Pemerintah Propinsi Sumatera barat. Jasad 1 orang Pasukan Banteng Raiders yang gugur didekat Kambang setelah sampai di Inderapura dibawa langsung ke Pelabuhan Muara Sakai. Saat itu, jasad prajurit tersebut kedatangannya telah ditunggu oleh tim penjemput yang telah terlebih dahulu menunggu kedatangan PrajurIt Kusuma Bangsa.

                                                       

Setelah acara peresmian dilaksanakan, rombongan Gubernur Jambi berangkat meninggalkan Kota Sungai Penuh tanggal 11 November 1958. Rombongan Gubernur saat melewati Pendakian Balai Salasa kembali dihadang oleh Pasukan PRRI, pasukkan PRRI ternyata telah melakukan pengintaian, namun  pasukan PRRI dapat dihalau setelah sempat terjadi baku tembak yang menewaskan beberapa orang anggota PRRI. Pasukan Raiders yang dibantu oleh pasukan Batalyon B Sriwijaya yang bertugas mengawal rombongan Gubernur, pada tanggal 12 November 1958 selamat sampai di Kota Padang, dan melanjutkan penerbangan ke Kota Jambi dengan menggunakan pesawat Dakota.

                                                     


Pada awal terbentuknya Kabupaten Kerinci sebagai daerah otonom baru, Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci disibukkan dengan penataan organisasi dan pembinaan kewilayahan. Pembangunan baru mulai dilaksanakan secara serius sejak bulan maret 1969, pada tahun itu dilaksanakan gotong royong pembukaan dan pembangunan jalan raya secara besar besaran diseluruh daerah Kerinci, terutama pengaspalan jalan dari Sungai Penuh - Kayu aro dibawah pimpinan Kepala Dusun, Kepala Mendapo dan camat camat.


Gerakkan ini dalam rangka menyambut dimulainya pelaksanaan PELITA I tanggal 1 April 1969, saat itu secara nasional bangsa Indonesia memulai pembangunan besar besaran secara terprogram dan terarah dengan dana yang telah disediakan. Pada saat itu peranan Kodim Kerinci yang Dandimnya di Jabat Letkol. Inf. S.A. Siregar sangat besar, dan dalam pelaksanaan operasional dilapangan dipercayakan kepada Patih Dasiba.

Sebelum Repelita I dimulai, rakyat dan Pemerintah Kabupaten  Kerinci mengalami duka yang mendalam. Kolenel Koekoeh, Bupati Kerinci saat itu meninggal  dunia di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan Inspektur Upacara, Menteri Sekretaris Negara  Mayjen Alamsyah Ratu Perwira Negara.

Untuk mengisi kekosongan jabatan, Gubernur Jambi dengan persetujuan Menteri Dalam Negeri mengangkat M.A.A. Dt Majo Indo, Residen pada kantor Gubernur Jambi sebagai Pejabat Sementara Bupati KDH Tingkat II Kerinci. Kegiatan pejabat sementara hanya dilaksanakan selama 3 bulan. Setelah itu dilaksanakan pemilihan calon Bupati oleh DPRD GR, dan pada pemilihan tersebut Patih Drs. Ahmad Daud terpilih sebagai calon Bupati Defenitif. Akhir tahun 1969 Drs. Ahmad Daud dilantik sebagai Bupati Kepala Daerah TK II Kerinci.

Pada tanggal 3 Januari tahun 1972, dilaksanakan serah terima jabatan antara Bupati KDH Tingkat II Kerinci dari pejabat lama Drs. Achmad Daud Kepada Rusdi Sayuti, BA yang dilaksanakan dihadapan Gubernur Jambi M. Nur Atmadibrata. Setelah Rusdi Sayuti mengakhir jabatannya, pada tahun tahun selanjutnya jabatan Bupati Kerinci dijabat oleh Letkol. Nazar Efendi, Drs. H. Muhammad Awal, Drs.H. Hasmi Mukhtar, Kolonel H. Bambang Sukowinarno. 

Selanjutnya Bupati Kerinci selama 2 Periode dijabat oleh Letkol. Czi (Purn) H. Fauzi Siin, Bupati Kerinci pasca Pemekaran di jabat oleh H. Murasman, S.Pd.MM, dan Dr. H. Adirozal, M.Si.


Sejak Kabupaten Kerinci menjadi Daerah Otonom pada tahun 1958 hingga saat ini (2014), usia Kabupaten Kerinci telah memasuki usia  56 tahun, dan telah dipimpin oleh 18 Orang Bupati.


Sumber : http://www.indonesia-heritage.net