Minggu, 12 Januari 2014

GERAKAN PEMUDA ANTI ROKOK



Dari sebuah studi ditemukan bahwa biaya rawat inap pengidap penyakit akibat merokok mencapai Rp. 2,9 triliun per tahun. Faktanya memang setiap tahun sekitar 200 ribu kematian di Indonesia diakibatkan kebiasaan merokok. Sebanyak 25 ribu korban adalah perokok pasif.  

Momentum Hari Soempah Pemoeda 28 Oktober adalah momentum penting untuk menggelorakan semangat pemuda dalam mensosialisasikan gerakan hidup sehat. Pemuda sebagai harapan bangsa masa depan seharusnya mengemban peran penting untuk melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa. Pemuda pengemban amanah itu adalah seyogyanya pemuda yang sehat jasmani dan rohaninya, serta terbebas dari jerat perilaku merokok sejak muda.  

Pasca fatwa haram terhadap rokok oleh Majelis Tarjih PP Muhammadiyah pada bulan Februari 2010 lalu, diskusi tentang rokok dan kesehatan masyarakat semakin meluas di media massa. Meski fatwa tersebut ditangarai beberapa pihak beraroma dolar, karena ada upaya intervensi organisasi anti-tembakau dari luar negeri untuk mempengaruhi keluarnya fatwa tersebut, namun dilihat dari aspek kesehatan masyarakat fatwa tersebut patut didukung.   

Pada peringatan Hari Soempah Pemoeda, pada Minggu (11/10/2009) lalu di Gedung Kebangkitan Nasional STOVIA, Jakarta, sejumlah pemuda Indonesia yang tergabung dalam Jaringan Pengendalian Dampak Tembakau pernah mendeklarasikan komitmen untuk melepaskan diri dari bahaya buruk dari kebiasaan merokok sebagai bentuk penjajahan oleh industri rokok. Deklarasi tersebut didukung oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, dan sejumlah organisasi pelajar, kemahasiswaan dan kepemudaan.
 
Sebenarnya deklarasi ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan terhadap pemerintahan yang sedikit lambat mencegah dan mengatasi generasi muda Indonesia agar tidak terbenam dalam jerat kapitalisme industri rokok secara individu, dan merusak kesehatan masyarakat Indonesia pada umumnya. Indonesia telah menjadi sampah nikotin dan jajahan industri rokok asing melalui penanaman modal asing produk rokok seperti yang dilakukan BAT dan Philip Morris.  

Bila mengacu pada data Susenas 2006, pengeluaran untuk pembelian rokok adalah 2 kali lipat pengeluaran pengeluaran untuk ikan (6,8 persen), 5 kali lebih besar dari pengeluaran telur dan susu (2,3 persen), dan 17 kali lipat pengeluaran membeli daging (0,7 persen). Bahkan konsumsi rokok semakin hari semakin meningkat, terutama dikalangan pemuda peningkatan tertinggi perokok di Indonesia terjadi pada kelompok remaja umur 15-19 tahun, yaitu dari 7,1, persen pada 1995 menjadi 17,3 persen pada 2004. Berdasarkan prediksi tahun 2008, sebanyak 658 juta batang rokok per hari atau 240 miliar batang per tahun dihisap rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bila dikapitalisasi diperkirakan sekitar Rp. 330 miliar per hari peredaran uang hanya pada transaksi rokok. Angka Rp. 330 miliar yang dibakar setiap hari oleh para perokok di Indonesia yang tingkat kemiskinannya masih relatif tinggi merupakan angka yang sangat fantastis. 

Penduduk Miskin
 
Di Indonesia, 70 persen dari 60 juta perokok adalah mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Fakta ini menunjukkan bahwa penyumbang penghasilan bulanan kepada industri rokok berasal dari sekitar 63 persen laki-laki dari 20 persen penduduk termiskin di Indonesia melalui konsumsi rokoknya. 

Selain itu, sekitar 65,6 juta perempuan dan 43 juta anak-anak di Indonesia yang terpapar asap rokok dan rentan terhadap ancaman penyakit akibat rokok seperti penyakit paru-paru, kanker hati, kanker usus, bronchitis, stroke dan penyakit lainnya.  

Peneliti senior Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sri Moertiningsih Adioetomo, pernah menyatakan bahwa dari sebuah studi ditemukan bahwa biaya rawat inap pengidap penyakit akibat merokok mencapai Rp 2,9 triliun per tahun. Faktanya memang setiap tahun sekitar 200 ribu kematian di Indonesia diakibatkan kebiasaan merokok. Sebanyak 25 ribu korban adalah perokok pasif. 

Pemerintah tampaknya ambivalen terhadap rokok karena terkait dengan pemasukan negara dengan adanya cukai rokok, iklan rokok/billboard di jalan-jalan utama serta lapangan kerja bagi sebagian orang. Meski fatwa MUI pun menganjurkan untuk meninggalkan rokok, jumlah perokok tidak berkurang signifikan, termasuk di kalangan umat Islam. Candu rokok telah mampu membuat ketergantungan yang sangat tinggi dan sulit untuk ditinggalkan bagi para perokok.
 

Bila dibandingkan dengan Amerika Serikat, pemerintahan Barack Obama relatif lebih peduli terhadap bahaya rokok dan tembakau kepada kesehatan masyarakat. Meskipun industriawan rokok lebih kuat lobinya di AS, namun Obama berani menandatangani UU Pencegahan Merokok dalam Keluarga dan Pengendalian Tembakau pada 22 Juni 2009 silam. UU ini telah memberikan kekuatan baru bagi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) dan pemerintah federal AS untuk membuat regulasi produksi, promosi dan pemasaran rokok serta produk-produk tembakau lainnya.

Kandungan Albumin
 
Sebuah hasil penelitian yang dilakukan terhadap 8.000 orang yang telah dipublikasikan dalam jurnal Annal of Internal Medicine menyimpulkan bahwa merokok dapat dikaitkan dengan tingkat albumin yang lebih tinggi dan fungsi ginjal yang abnormal. Albumin merupakan suatu protein yang menunjukkan fungsi ginjal yang buruk.

Perokok ringan maupun perokok berat akan lebih mungkin memiliki kandungan albumin dalam air seninya dibandingkan mereka yang tidak merokok. Sedang mereka yang merokok relatif sedikit kurang dari satu bungkus rokok per hari mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk memiliki kandungan protein albumin dalam air seninya dibandingkan mereka yang tidak merokok. Bagi perokok berat akan mempunyai peluang lebih dari dua kali lebih besar untuk memiliki masalah tersebut.
 

Publikasi ilmiah lainnya dilakukan Dr. Monique Breteler dan rekannya dari Erasmus Medical Center di Rotterdam, Belanda didalam jurnal Neurology. Dalam penelitiaannya terhadap 7.000 orang yang berusia 55 tahun dan lebih selama rata-rata tujuh tahun, selama rentang waktu penelitian, 705 diantara orang-orang yang menjadi sasaran penelitian terserang sakit jiwa (dementia). Perokok yang berusia diatas 55 tahun menghadapi kemungkinan 50 persen untuk terserang sakit jiwa dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. 

Pada tahun 1964, sebuah laporan penting tentang dampak negatif rokok terhadap kesehatan dikeluarkan oleh The Surgeon General's Advisory Committee on Smoking and Health di Amerika Serikat. Di Inggris telah pula mengeluarkan laporan penelitian penting yang mengungkapkan bahwa merokok menyebabkan penyakit kanker paru-paru, bronchitis dan berbagai penyakit lainnya, dipublikasikan oleh The Royal College of Physician of London. Hingga tahun 1985, sudah sekitar 30 ribu paper ilmiah yang mempublikasikan rokok dan kesehatan. Nah, bukti-bukti ilmiah ini semakin memperjelas bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan.  

Maka tak salah bila momentum Hari Soempah Pemoeda sejak tahun 2009, 2010, 2011, dan seterusnya harus terus menggelorakan semangat Pemuda Anti-Rokok. Momentum Hari Sumpah Pemuda dapat pula menjadi tonggak baru bagi pemuda sebagai masa depan bangsa untuk melepaskan diri dari bahaya rokok. Saatnya para Pemuda Indonesia mengucapkan Soempah Pemoeda Anti-Rokok dan katakan tidak pada rokok.***

Oleh: Fatimah Afrianty Gobel
Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat FKM UMI Makassar

Sumber: Tribun Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar