Sabtu, 28 Juni 2014

SIKAP SEORANG MUKMIN DALAM MENGHADAPI MUSIBAH


Oleh: Ustadz Abdullâh bin Taslîm Al-Buthoni
 
Sebagai hamba Allâh Ta'âla, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullâh yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir.

Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs al-Anbiyâ’/21:35)
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Qs al-Anbiyâ’/21:35)

Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata: “(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa”.[1]



KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN BERTAKWA KEPADA ALLAH TA'ALA
Allâh Ta'âla dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.

Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs al-Anfâl/8:24)
Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul-Nya  yang mengajak kamu kepada suatu  yang memberi (kemaslahatan)[2]  hidup bagimu (Qs al-Anfâl/8:24)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:
“(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanya didapatkan dengan memenuhi seruan Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam. Maka, barang siapa tidak memenuhi seruan Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik) meskipun fisiknya hidup, sebagaimana binatang yang paling hina. Jadi, kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang dengan memenuhi seruan Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam secara lahir maupun batin”[3].

Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs Hûd/11:3)
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (Qs Hûd/11:3)

Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan: 
 “Dalam ayat-ayat ini Allâh Ta'âla menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat. [4]


SIKAP SEORANG MUKMIN DALAM MENGHADAPI MASALAH
Seorang Mukmin dengan ketakwaannya kepada Allâh Ta'âla, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang kuat kepada Allâh Ta'âla membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allâh Ta'âla berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya.

Dengan keyakinannya ini pula Allâh Ta'âla akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allâh Ta'âla dalam firman-Nya:
(Qs at-Taghâbun/64:11)
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allâh;  barang siapa yang beriman kepada Allâh, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu (Qs at-Taghâbun/64:11)

Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata:
“Maknanya: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allâh Ta'âla, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allâh Ta'âla), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allâh Ta'âla tersebut, maka Allâh Ta'âla akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allâh Ta'âla akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.”[5]

Inilah sikap seorang Mukmin yang benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya.
Meskipun Allâh Ta'âla dengan hikmah-Nya yang Maha Sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allâh Ta'âla dalam menghadapi musibah tersebut. Dan tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang Mukmin.

Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan:
“Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allâh Ta'âla senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisâb (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisâb. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut.

Adapun orang-orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisâb. Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan).

Sungguh Allâh Ta'âla telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya yang artinya:
”Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allâh apa yang tidak mereka harapkan”
(Qs an-Nisâ/4:104)
.


Jadi, orang-orang Mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, akan tetapi orang-orang Mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allâh Ta'âla."[6]


HIKMAH COBAAN
Di samping sebab-sebab di atas, ada lagi faktor lain yang bisa meringankan semua kesusahan yang dialami seorang Mukmin di dunia ini, yaitu merenungi dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allâh Ta'âla jadikan dalam setiap ketentuan yang terjadi pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Dengan merenungi hikmah-hikmah tersebut, seorang Mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allâh Ta'âla.

Semua ini, di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allâh Ta'âla dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya.

Dengan sikap ini, Allâh Ta'âla akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allâh Ta'âla memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi yang artinya: “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku”.[7]

Maknanya: Allâh Ta'âla akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allâh Ta'âla.[8]

Di antara hikmah yang agung tersebut adalah:

1.
Allâh Ta'âla menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allâh Ta'âla. Jadi musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allâh Ta'âla[9].

2.
Allâh Ta'âla menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allâh Ta'âlamencintai hamba- Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang.[10]

Inilah makna sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
“Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”[11]

3.
Allâh Ta'âla menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allâh Ta'âla sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang sangat jauh berbeda keadaannya dengan dunia Allâh Ta'âla menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti.[12]

Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
”Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.”[13]


PENUTUP
Sebagai penutup, ada sebuah kisah yang disampaikan oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullâh tentang gambaran kehidupan guru beliau, imam Ahlus sunnah wal jama’ah di jamannya, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang Mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allâh Ta'âla takdirkan bagi dirinya. Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

“Dan Allâh Ta'âla yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau (Ibnu Taimiyyah rahimahullâh). Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allâh Ta'âla), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi di sisi lain (aku mendapati) beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya.

Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Dan kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah rahimahullâh), jika ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat).

Dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.”[14]


[1]
Tafsîr Ibnu Katsîr (5/342- cet Dâru Thayyibah).
[2]
Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr (4/34).
[3]
Kitab Al-Fawâ-id (hal 121- cet. Muassasatu Ummil Qura’)
[4]
Al-Wâbilush Shayyib (hal 67- cet. Dârul Kitâbil ‘Arabi).
[5]
Tafsîr Ibnu Katsîr (8/137)
[6]
Ighâtsatul Lahfân (hal 421-422 – Mawâridul Amân)
[7]
HR al-Bukhâri (no 7066- cet. Dâru Ibni Katsîr) dan Muslim (no 2675)
[8]
Lihat kitab Faidhul Qadîr (2/312) dan Tuhfatul Ahwadzi (7/53)
[9]
Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam Ighâtsatul Lahfân (hal 422 – Mawâridul Amân)
[10]
Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh dalam Ighâtsatul Lahfân (hal 424 – Mawâridul Amân)
[11]
HR Muslim (no 2999)
[12]
Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam Ighâtsatul lahfân (hal 423 – Mawâridul amân), dan imam Ibnu Rajab dalam Jâmi’ul ‘Ulûmi wal Hikam (hal 461- cet. Dâr Ibni Hazm).
[13]
HR al-Bukhâri (no. 6053)
[14] Kitab Al-Wâbilush Shayyib (hal 67- cet. Dârul Kitâbil ‘Arabi)

(Majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIII)

SEKILAS SEJARAH TULISAN / AKSARA INCUNG KERINCI

Terjemahan dari ” KERINTJI DOKUMENTS”
Oleh Depati, H. Amiruddin Gusti

Bahagian dari buku: HIKAYAT PATANI “THE STORY OF PATANI”
Oleh :  A. Teeuw dan D.K. Wyat

Disalin ulang Oleh: Budhi .VJ. Rio Temenggung Tuo
DOKUMEN KERINCI

Daftar awal dari pusaka-pusaka orang Kerinci yang bertulisan,dan terjemahan dari naskah-naskah yang ditulis pada daun lontar dari Mendapo Hiang oleh Purbacaraka. Kerinci dalam perjalanan sejarahnya, telah mempunyai hubungan politik dan kebudayaan dengan Minangkabau disebelah utara dan Jambi disebelah timur. Daerah ini sekarang kembali menjadi bahagian dari Jambi. Karena hubungan dekatnya dengan dengan Sumatera Selatan  ia dimasukan kedalam Kepustakaan Sumatera Selatan yang disusun oleh HELIRICH dan WELAN dan diterbitkan oleh Zuid Sumatera Institut (Institut Sumatera Selatan).

Dalam lapangan Kesusastraan tertulis perbedaan yang sangat menyolok antara Minangkabau dan Kerinci, adalah bahwa di Kerinci terdapat banyak dokumen-dokumen atau naskah naskah yang ditulis dalam tulisan Rencong (Kerinci INCUNG), tulisan yang dipergunakan oleh rakyat Kerinci sebelum datangnya tulisan Arab-Melayu bersamaan dengan masuknya agama Islam di Kerinci, dan disimpan sebagai Pusaka turun temurun, sedangkan di Minangkabau hal yang demikian tidak ada sama sekali.


Tulisan Kerinci mempunyai ciri-ciri yang khas dan berbeda dengan tulisan Rencong Rejang dan dengan tulisan-tulisan Melayu Tengah. Dalam tahun 1834, Marsden menerbitkan buku aksara Kerinci. Sejak Abad ke 19, naskah  naskah / dokumen-dokumen ini telah  dijadikan benda Keramat oleh  rakyat Kerinci, sedangkan orang-orang yang ahli dan dapat menulis dan membaca tulisan sudah tiada lagi. Dalam tahun 1903 Kerinci Takluk kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Pada tanggal 8 Oktober 1904 Kontrel HK. Manupasa dari Indrapura, Sumatera Barat, menulis surat kepada Lembaga Seni dan Sastra di Batavia (sekarang Jakarta) menerangkan bahwa selama kunjungannya di Kerinci dari bulan Juni sampai bulan November 1903, dia telah mendapatkan dan membawa bersamanya beberapa naskah untuk diberikan kepada Lembaga ini. Beberapa lembar dari naskah tersebut dikirimnya bersama suratnya itu, dan sebahagian lainnya akan dikirimkan kemudian.

Lembaga ”Batavia Society” ini berterima kasih kepada Tuan Manupasa atas pemberiannya itu dan akan senang menerima  lagi sisanya untuk koleksi Museum. Mereka juga minta apakah naskah naskah yang di tulis pada tanduk-tanduk kerbau, bambu, lembaran daun lontar yang kelihatannya tidak berguna bagi kepala kepala suku itu dapat menjadi milik Lembaga ini atau dapat dipinjamkan kepada Lembaga ini.

Lebih lanjut lembaga ini memutuskan untuk meminta Asisten Residen Kerinci untuk mendapatkannya, jika mungkin salinan dari Piagam-Piagam dan Dokumen – Dokumen lainnya yang dipunyai oleh kepala kepala suku di Kerinci itu untuk Perpustakaan Lembaga ini, dan dalam hal mereka berkeberatan yang aslinya di bawa sebentar ke Batavia  maka diharapkan  agar dapat di Potret atau di buat Salinannya.

Sebagai hasil dari permintaan ini, sebuah naskah asli yang bertuliskan Rencong diatas kertas dan salinan-salinan dari beberapa Dokumen/Naskah dapat menjadi milik Lembaga ini. Pada tahun 1916 E. Jacobson mengunjungi Kerinci dan menyalin sejumlah naskah Rencong yang ditulis pada tanduk kerbau, dan beberapa lembar ditulis pada kertas, sekalipun dia sendiri tidak dapat membaca tulisan itu, salinannya sangat jelas sehingga temannya L.C. Westenenk, pada saat menjadi Residen Bengkulu berhasil memecahkan rahasia tulisan ini.

Ia menerbitkan sebuah salinan yang sama betul dan sebuah terjemahan ke dalam Bahasa Belanda dari sebuah naskah,ditulis pada Tanduk Kerbau, dalam catatan dari Batavia Society (TBG 61, 1922, pp 95-100) Salinan Jacobson dan catatan-catatan Westenenk dan terjemahannya  sekarang ada di Leiden University Library, terdaftar dibawah kode; cod. Or 6662 (Perpustakaan Universitas Leiden). Bila pemelik-pemilik dari naskah-naskah yang sangat berharga ini menyadari bahwa naskah naskah itu dapat dibaca. maka keinginannya untuk mengetahui isi naskah-naskah itu akan lebih besar dari pada rasa ketakutannya terhadap resiko-resiko (bahaya) gaib yang disebabkan oleh karena memperlihatkan benda-benda itu kepada orang lain. BJ. O. Schnike telah melihat pusaka itu pada tahun 1929. Kelihatannya ada kemungkinan untuk melakukan suatu penelitian yang lengkap terhadap pusaka-pusaka Kerinci ini. Untuk inilah, saya pada tahun 1941 dua kali mengunjungi  negeri ini. Kunjungan saya telah diatur sedemikian hati hati oleh Kontler H. Velkamp yang juga telah memberikan nasehat nasehat yang berharga dan bantuan bantuan selama penyelidikan saya itu.


Pada kunjungan saya yang pertama(Tgl 5 - 12 April 1941) saya membuat daftar dari 183 macam. Salinan dari daftar ini dikirimkan kepada “The Royal Batavia Society” bahagian Seni dan Sastra, dimana saya mendapatkan sesudah Perang (Peran Dunia ke II ). Terjemahan Bahasa Inggrisnya di cetak di bawah. Pada kunjungan ke dua kalinya (Tgl 1 - 17 Juli 1941) saya mendapat bantuan istri saya dan teman kami Nona Coster, yang keduanya menguasai Aksara Kerinci. Semuanya di disalin dan diterjemahkan dihari pertama kami tinggal di Kota Sungai Penuh, kemudian kami pindah ke rumah peristirahatan di Sanggaran Agung di tepi Sungai Batang Merangin yang mengalir dari Danau Kerinci ke arah Timur. Semua wilayah Kemendapoan yang menyimpan dokumen dan naskah-naskah itu kami kunjungi berkali-kali.

Semua naskah naskah tanduk disalin dan diterjemahkan: naskah pada Kertas di photo dan tulisan tulisan pada Lontar dengan tulisan Jawa yang tidak bias saya baca lansung disalin dengan sangat seksama. Pada saat  terakhir saya tinggal di Sanggaran Agung, saya mendapat izin untuk membaca dengan susah payah (memecahkan) beberapa naskah dibawah pengawasan yang ketat dari wakil pemelik naskah, bertempat tinggal di Pesanggrahan. Banyak naskah naskah yang belum kami lihat sebelumnya dibawa kepada kami.

Daftar baru dibuat yang memuat 252 macam naskah,beberapa diantaranya terdiri dari beberapa garis saja dan beberapa lembar lainnya memerlukan berlembar lembar terjemahan.Seorang Guru Sekolah Dasar dari Sekolah ”Koto Payang I” menemani kami ke kabanjahe dimana dia ikut membantu kami untuk melengkapi dan mengeritik terjemahan terjeman tersebut. Dipertengahan bulan Agustus dia kembali ke Kerinci, membawa bersamanya daftar daftar baru dan melengkapinya.

Hasil Seminar Aksara Incung Kerinci
Pada Bulan Februari tahun 1992, Pemerintah Propinsi Jambi bekerja sama dengan Pemerintah Pusat dan para Budayawan dan Ilmuawan melaksanakan Seminar Aksara Incung.

Hasil Seminar yang dilaksanakan di Kota Jambi telah berhasil menyepakati berbagai langkah dan upaya yang akan di laksanakan dalam rangka menyelamatkan Aksara Incung dari ambang kepunahan, hasil  seminar tersebut telah berhasil membuat rumusan  seperti dibawah ini

RUMUSAN HASIL SEMINAR AKSARA KERINCI DAERAH JAMBI
DI SALIN  SESUAI DENGAN YANG ASLI 
OLEH : BUDHI VRIHASPATHI JAUHARI

SUMBER: DEPATI H. AMIRUDDIN GUSTI, DEPATI H. HASYIMI, BA
 ISKANDAR ZAKARIA DAN HJ. AIDA ROSNAN, BA

Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan memperhatikan pidato Sambutan dan Arahan Bapak Gubernur KDH. TK. I. Jambi, kajian dan sajian dari para pemakalah, serta masukan dari para peserta seminar, dalam kaitannya dengan upaya Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Daerah Jambi, kami peserta seminar yang mewakili seluruh masyarakat di Daerah Tingkat I Jambi, bersepakat dengan kesimpulan sebagai berikut:
  1. Daerah Jambi memiliki Aksara Daerah yang disebut  Aksara  INCUNG  JAMBI, yang salah satu sumbernya  adalah Aksara  Kerinci.
  2. Aksara INCUNG Jambi perlu dilestarikan, difungsikan dan Ditumbuh kembangkan sebagai sarana kebudayaan daerah  Jambi disamping kebudayaan lainnya.
  3. Agar supaya memasyarakatkan Aksara Incung Jambi melalui Lembaga Pendidikan sekolah dan luar sekolah di Propinsi Jambi
  4. Perlu di usahakan oleh semua pihak, baik secara terpadu berbagai instansi Pemerintah, maupun secara individual, agar Naskah naskah karya sastra dapat diselamatkan. 
  5. Perlu diupayakan peralatan teknis untuk dapat memproduksi secara masal, buku buku  beraksara Incung Jambi dan memuat ungkapan-ungkapan tradisional Jambi dalam rangka Pembentukan jati diri anggota masyarakat Jambi, yang berwawasan kebangsaan Indonesia
  6. Bentuk-bentuk dan sistim ejaan aksara Incung Jambi terlampir  bersama kesepakatan ini.

Jambi, 29 Februari 1992
Kerabat Perumus Hasil Seminar
H. Zubir Mukti              
Drs. Basri Jirin             
H. Idris Djakfar, SH      
Hj. Aida Rosnan, BA     
H. Hasyimi, BA             
Amiruddin Gusti 
Dra. Astuti Hendrato
H. Buhari
A. Hady
Drs.Usman Salim
Drs. Azhar Wahab
Drs. Ilyas Latif
Enggus S
M. Nazir
Yahya Ganda
Iskandar Zakaria

Di bumi alam Kerinci disamping memiliki aksara Incung dan menyimpan berbagai naskah naskah kuno, masyarakat asli Kerinci juga memiliki bahasa dan  beragam logat/dialeg  Bahasa asli penduduk alam Kerinci disebut dengan bahasa Kerinci, dan bahasa Kerinci menurut data yang ada menyebutkan terdapat lebih 170 macam dialeg/logat dan mempunyai bentuk yang lain dari bahasa dan logat dari suku suku bangsa yang lain di nusantara, letak perbedaan utamanya ada pada kata dasar (Monografi Jambi 1976:51). 

Contoh perbedaan tersebut antara lain adalah:

No
Bahasa Kerinci
Bahasa Melayu
1
Tebeou
Tebu
2
Babai / Jukeouk
Babi
3
Timaung
Timun
4
Mpong
Kamu
5
Bheh
Beras
6
Nasai
Nasi
7
Iko
kamu/anda
8
Kakai
Kaki
9
Malalai
Bandel
10
Sudeou
sendok
11
Janteang
Jantan/laki laki
12
Kalimpan
Kelilipan
13
Kumo
Ke sawah
14
Puseik
Mainan
15
Kucek
Kucing