Depati Parbo Menghabiskan Masa Tua di Tanah Kelahirannya
(1926- 1929)
Usia yang mulai memasuki usia senja membawa perubahan yang cukup besar
atas diri sang Panglima, meski usia beliau sudah tua, akan tetapi fisik Depati
Parbo masih kokoh dan sehat, kharisma beliau masih memancar dari wajahnya yang
mulai memasuki usia Manula. Saat beliau sampai di Padang dari Aceh, beliau
disambut dengan suka cita oleh anak beliau Haji Thaher dan beberapa sanak
family. Setelah istirahat sejenak, akhirnya beliau melanjutkan perjalanan
menuju bumi alam Kerinci. Meski tak
terlihat upacara penyambutan, namun dari sorot dan pancaran mata rakyat yang
menyaksikan kepulangan Depati Parbo ada tergambar rasa haru, suka cita dan
bahagia, akan tetapi wajah-wajah tersebut tetap di selimuti awan mendung karena
rakyat masih khawatir dengan ancaman Belanda yang semakin bercokol di alam
Kerinci.
Pahlawan Legendaris Depati parbo yang telah lanjut usia hidup menetap di
kampung halamannya di dusun Lolo Kecil. Meski Depati Parbo telah bebas dari
hukuman, namun gerak geriknya masih
tetap di awasi dan di curigai oleh Pemerintah Kolonial. Pernah selama 3 bulan
Depati Parbo kembali ditangkap dan ditahan oleh Belanda, beliau selama 3 bulan
di tahan di Sungai Penuh, karena beliau melarang Belanda, membuat jalan pada
sawahnya yang menghubungkan dusun Lolo Kecil dengan Talang Kemuning. Karena
dianggap menghambat, maka Belanda kembali melancarkan siasat licik dan akal
bulus, Depati Parbo secara sepihak di fitnah oleh Belanda telah melakukan
Pembunuhan. Setelah diselidiki ternyata tuduhan itu adalah fitnah.
Dimasa kecil, Depati Parbo telah dikenal sebagai anak muda yang santun
dan taat beribadah. Di masa muda hingga masa perjuangan beliau sangat disegani
kawan dan lawan, rasa dan pemahaman ilmu tentang agama Islam membekas hingga
jelang masa akhir hayatnya. Meski dalam usia tua, Depati Parbo telah bertekad
untuk melaksanakan rukun islam yang ke lima yaitu menunaikan ibadah haji ke
tanah suci Makkah Al Mukarromah bersama keluarganya.
Beliau berangkat bersama rombongan (sekarang dapat dipersamakan dengan
Kloter) calon jemaah haji, rombomgan tersebut termasuk kakek penulis bernama
Abdul Kadir dari Dusun Baru, Sungai Penuh. Bersama rombongan juga terdapat Said
dari Lolo Kecil, Yatim dari Lempur, Zainudin, Ilyas, Rauf dari Pulau Sangkar, Majid
dan Abdul Rahman dari Koto Iman, Abdul Aziz dan Ismail dari Tanjung Tanah,
Zakaria dari Kumun, Ismail, M. Thaib, Hudri, Ishak dari Sungai Penuh, dan Bakri
dari Semurup.
Kembali dari menunaikan ibadah haji, Depati Parbo mendapat nama “Haji
Kasian” karena saat menunaikan ibadah Haji beliau telah memasuki usia renta
(Manula), dan karena sudah tua aktifitas beliau hanya melaksanakan ibadah, dan
pada tahun 1929 Panglima Perang Kerinci ”Depati Parbo“ menghembuskan nafas
terakhir menghadap Ilahi dengan tenang, jenazah beliau dimakamkan di pemakaman
keluarga dusun Lolo Kecamatan Gunung Raya. Depati Parbo dimakamkan bersama-sama
dengan jenazah istri, putra-putri, dan sanak keluarganya. Semoga Alloh Subhaanahu
Wa Ta’ala meridhoi perjuangan beliau, Aamiin……..
Kepergian Sang Pejuang ditangisi oleh sebagian besar rakyat Kerinci yang
mendengar peristiwa kematian beliau. Meski dibawah tekanan Belanda, rakyat menangisi
kepergian beliau menghadap Tuhan Yang Sang Maha Pencipta. Depati Parbo boleh
meninggalkan dunia, namun semangat dan jiwa Patriotiknya tetap akan dikenang
sepanjang masa, selamat jalan pahlawanku, semoga mendapat ridho dari-Nya,
Aamiin…
Mantan Bupati Kerinci H. Rusdi Sayuti, dimasa hidupnya (November 2005)
dikediamannya Komplek Setia Negara D13 Jambi dalam perbincangannya dengan
penulis, mengemukakan Bumi Alam Kerinci adalah sebuah negeri yang sejuk, indah
dan damai, masyarakatnya sejak masa lampau telah dikenal sebagai masyarakat
yang telah memiliki kebudayaan tinggi, penduduknya dikenal ramah dan sangat
mencintai perdamaian, serta rasa kekeluargaan sangat menonjol dikalangan masyarakat suku Kerinci
Sebagai wujud penghargaan rakyat Kerinci terhadap jasa jasa dan
pengorbanan yang dilakukan oleh Panglima Perang Kerinci Depati Parbo,
Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci melalui Gubernur Jambi telah mengajukan
usulan kepada Pemerintah Pusat melalui Menteri Sosial Republik Indonesia dan
Menteri Dalam Negeri untuk menetapkan Depati Parbo sebagai Pahlawan Nasional.
Usulan tersebut disampaikan langsung kepada Asisten Pribadi Presiden Republik
Indonesia, Mayor Jenderal Ali Murtopo tanggal 13 November 1972, pada saat Ali
Murtopo mengunjungi Kerinci pada tanggal 13 November 1972.
Bupati Kerinci pada waktu itu melalui Surat Keputusan Bupati/KDH
Kabupaten Kerinci Nomor 095/KPTS/KDH-1972 tertanggal 25 September 1972 tentang
Pembentukan Tim Penelitian Sejarah dan Budaya Kerinci yang terdiri dari : Pelindung, Bupati KDH Kabupaten Kerinci, Pimpinan
DPRD Tk. II Kerinci, Penasehat, Lembaga Adat Alam Kerinci, Kepala Jawatan
Kebudayaan (M. Senin Ilyas), Ketua Umum
St. Kari, BA, Ketua I Jamaludin, BA,
Ketua II Asmin Agus, BA, Sekretaris I Marhamah, Bk.Teks, Sekretaris
II Hatim Mursalim, SH, Seksi Dokumentasi, Aida Rosnan, BA, Seksi Humas Khudri Muluk,
dibantu beberapa orang pembantu umum.
Dalam tim penelitian yang diangkat oleh Bupati/KDH Kabupaten Kerinci
juga terdapat nama H. Abdul Kadir Jamil dari Dusun Baru Sungai Penuh, M. Sulut,
Sabri Syarif, H. Adnan Thaib, H. Idris Jamil, Rosnan, Depati Intan, Rasyid, H. Abbas.
H. Madin, H. Syarif, H. Wahab, dan H. Usman Jamal. Untuk pembantu umum terdiri
atas Bukhari, BA, Munir Usman, BA, Rusli Latif, Drs. Amiruddin Bakri,
Jabiruddin Samad, BA, Idris Ibrahim, BA, A. Rakhman, BA, Abdullah Arifin, BA,
Khaidir Yunus, BA, Norewan, BA, Ahdi, BA, Syarbaini, dan Ridwan, BA.
H. Rusdi Sayuti, mengakui bahwa Buku Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci
yang dipimpin Depati Parbo, Pahlawan Perang Kerinci memang belum sempurna, akan
tetapi hasil Penelitian yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kerinci pada tahun 1972 itu untuk dapat lebih disempurnakan oleh
generasi berikutnya. Rusdi Sayuti mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten
Kerinci selanjutnya agar membentuk tim kembali untuk menelusuri sejarah
perjuangan heroik yang dilakukan para hulubalang-hulubalang dan rakyat alam
Kerinci.
Sekedar untuk diingat oleh para pembaca bahwa dalam sejarah Pemerintahan
Kabupaten Kerinci, H. Rusdi Sayuti merupakan figur Bupati pemimpin Kerinci yang
paling Fenomenal. Ia memulai jejak karirnya dimulai dari seorang guru Sekolah
Dasar di daerah Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi, karena memiliki kecerdasan dan
memiliki disiplin yang tinggi dan kokoh dalam pendirian, sebelum menjabat
Bupati Kerinci ia diangkat menjadi ajudan Gubernur Jambi dan akhirya beliau
mendapat kepercayaan dari Gubernur Jambi menjadi Bupati Kerinci. Di masa memangku jabatan sebagai Bupati Kerinci, ketua
DPRD Tingkat II Kerinci pada saat itu di
jabat Lettu BY. Kapas.
Pada saat menjabat Bupati Kerinci, Rusdi Sayuti dikenal sebagai figur
Bupati yang energik. Pada saat ia menjadi Bupati Kerinci sebagian besar sarana
infrastruktur sangat jauh tertinggal, dilain pihak sarana transporasi kendaraan
Dinas Bupati dan pejabat belum sebaik seperti saat ini. Akan tetapi etos kerja
mereka jauh lebih tinggi, saat itu dalam pemikiran mereka adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
memajukan pembangunan.
Dengan kondisi yang serba kekurangan, Rusdi Sayuti bersama aparat
pemerintah telah melakukan banyak terobosan yang saat itu belum mampu
terpikirkan oleh rakyat banyak. Rusdi Sayuti sangat peduli dengan sejarah dan
kebudayaan daerahnya. Pada saat masih menjabat Bupati Kerinci, ia telah melakukan
terobosan dengan membentuk tim untuk menggali dan meneliti Sejarah Depati Parbo
dan Penelitian Sejarah dan Budaya Kerinci. Di masa itu ia melalui jawatan
Kebudayaan Kabupaten Kerinci juga telah di susun Politik Adat-Kebudayaan Kabupaten
Kerinci.
Di bidang Pendidikan, Kebudayaan dan Infrastruktur terutama sarana
transportasi jalan dan irigasi merupakan titik yang paling di prioritaskan oleh
Rusdi Sayuti. Pada masa ia menjabat Bupati Kerinci, ia telah memperjuangkan dan
merintis pembangunan gedung-gedung sekolah, merintis dan membuka jalan-jalan
baru dan meningkatkan sarana irigasi desa, dengan dana pembagunan yang sangat
terbatas ia telah melakukan percepatan pembangunan dalam berbagai
bidang. Di antara usaha yang paling menonjol yang telah dirintisnya
adalah membuka jalan-jalan baru ke sentra-sentra kawasan pertanian dan membuka
isolasi daerah-daerah terpencil serta membangun lapangan terbang perintis di
Hiang Kecamatan Sitinjau Laut.
H. Sanusi Saibi (78 Tahun)
seorang pensiunan PNS
staf Dinas Pekerjaan Umum
Kerinci dan H. Ibrahim Hasan (75 Tahun) Mantan guru SPG
Negeri Sungai Penuh mengemukakan, salah satu sifat beliau yang paling menonjol
adalah Disiplin. H. Rusdi Sayuti adalah tipe pemimpin pekerja dan dekat dengan
rakyatnya. Rusdi Sayuti juga memiliki tingkat disiplin yang tinggi, ia tidak
segan segan menegur/mengingatkan staf-stafnya yang keliru dan lalai, dan ia pun
memberikan apresiasi dan pujian kepada stafnya yang bekerja baik dan tepat waktu.
Di samping disiplin dan memiliki kharisma tinggi, Rusdi Sayuti adalah tipe
pekerja keras dan ulet. Bersama Rusdi
Sayuti tiada hari tanpa bekerja, ia bekerja siang, bahkan tak jarang sampai
larut malam, semua pekerjaan yang dikerjakan oleh stafnya dilapangan selalu
dalam kontrol, ia paling tidak suka dengan sikap ABS (Asal Bapak Senang). Ia
juga sangat dekat dengan ulama dan tokoh tokoh adat serta memuliakan orang tua.
Pada tanggal 13 November 1972 melalui Gubernur Jambi, H. Rusdi Sayuti
telah menyampaikan usulan kepada Pemerintah Pusat agar Depati Parbo di akui
sebagai salah seorang Pahlawan Nasional yang berasal Bumi Alam Kerinci Propinsi
Jambi, usulan tersebut disampaikan langsung
melaui Asisten Pribadi Presiden RI Ali Murtopo. Akan tetapi hingga saat
ini sudah 7 orang
Bupati paska H. Rusdi Sayuti dipilih dan di angkat silih berganti, namun cita
cita dan harapan untuk mewujudkan Depati
Parbo sebagai Pahlawan Nasional hanya tinggal mimpi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
selaku pemangku kebijakan dibidang Sejarah & kebudayaan, serta Dinas
terkait terkesan kurang memiliki rasa kepedulian terhadap jasa dan pengorbanan
para pahlawannya.
Beberapa tahun sebelum wafat, H. Rusdi Sayuti kepada penulis Budhi
Vrihaspathi Jauhari mengharapkan agar upaya yang telah ia rintis sejak 35 tahun
silam agar ditindak lanjuti oleh generasi penerusnya. Beberapa bulan sebelum
wafat, H. Rusdi Sayuti Kepada Penulis mengungkapkan bahwa
perjuangan pahlawan dan pejuang di Alam Kerinci pada masanya berlangsung
sangat gigih, meski dengan persenjataan yang sangat sederhana, para pejuang
tidak pernah mengenal kata menyerah.
Depati Parbo melalui pengasingannya di Ternate bukan karena beliau
menyerah kalah, Depati Parbo di bujuk dengan alasan untuk di ajak berunding dan
demi kepentingan rakyat Kerinci serta menyelamatkan keluarganya dari ancaman
pembunuhan keji dan penyiksaan yang dilakukan Belanda, sayangnya menurut Mantan
Bupati paling Fenomenal dan paling dikenal luas oleh masyarakat di Sepucuk Jambi Sembilan Lurah
khususnya di alam Kerinci, upaya untuk menjadikan Depati Parbo sebagai salah
satu tokoh pejuang nasional hingga saat ini belum menjadi kenyataan.
Budayawan dan Sejarahwan Jambi Drs. H. Junaidi T. Noor, MM, kepada penulis
di kediamannya di Jambi (Maret 2012) mengungkapkan semangat dan jiwa
patriotisme Depati Parbo pada peperangan Kerinci melawan Belanda pada tahun
(1902-1903) telah mengilhami para pejuang dan hulubalang-hulubalang alam Kerinci
untuk bertempur sampai titik darah penghabisan dengan semangat jihad fi sabilillah,
sebagai wujud rasa kecintaannya terhadap tanah kelahirannya alam Kerinci.
Demi kepentingan rakyat Kerinci secara keseluruhan termasuk untuk
menyelamatkan keluarga dan masyarakat banyak Depati Parbo dengan bujuk rayu
Belanda rela menyerahkan dirinya untuk ditahan dan di asingkan oleh Belanda ke
Ternate selama 23 tahun. Bahkan ketika ia ditawarkan oleh Asisten Residen di
Ternate untuk jalan-jalan keluar negeri atau kembali ke kampung halamannya di
Kerinci, Depati Parbo ternyata memilih pulang ke Kerinci untuk berkumpul dengan
rakyat Kerinci dan keluarganya di Dusun Lolo Kecamatan Gunung Raya. Ini
merupakan wujud rasa cintanya terhadap tanah air yang telah ia tinggalkan lebih
dari 23 tahun.
Di Kerinci, dengan Taktik Gerilyanya Depati Parbo mendatangi markas
pejuang di Pulau Tengah hingga di wilayah Kerinci Hulu, bahkan sampai ke
wilayah Ipuh, Muko-Muko (Bengkulu), dan Batang Asai (Sarolangun). Di usianya
yang telah tua, Depati Parbo masih menunjukkan sikap menentang penjajahan
Belanda, setelah kembali dari pengasingannya di Ternate, Depati Parbo masih
sempat ditahan oleh Belanda di Penjara Sungai Penuh selama hampir 3 Bulan.
Depati Parbo wafat karena faktor usianya yang sudah tua.
Pada tahun 1972 Pemerintah Kabupaten Kerinci melalui Gubernur Jambi
telah mengusulkan kepada Pemerintah pusat agar Depati Parbo ditetapkan sebagai
pahlawan Nasional, namun pada waktu itu belum dikabulkan, salah satu faktor
yang menghambat pemberian gelar itu karena Depati Parbo di anggap menyerahkan
diri dengan alasan kepentingan keluarga, alasan ini menutut Sejarawan dan
Budayawan Junaidi T. Noor adalah tidak tepat, Depati Parbo menghadap Belanda
untuk di ajak berunding dan beliau mau di ajak ke meja perundingan adalah demi kepentingan
rakyat Kerinci secara keseluruhan termasuk keluarganya yang merupakan bagian
dari rakyat Kerinci. Pada saat melakukan perjuangan, Depati Parbo tidak punya
harapan lain kecuali untuk membebaskan rakyatnya dari ”Belenggu” penjajahan
Belanda.
Kedepan sudah saatnya Pemerintah Propinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten
Kerinci dan Pemerintah Kota Sungai Penuh untuk mengusulkan kembali dengan
sungguh sungguh agar Depati Parbo di angkat
dan di tetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Perjuangan yang dilakukan
Depati Parbo, H. Ismail, Bilal Sengak, Fatimah Jura, H. Bakri, dan H. Umar
merupakan mata rantai dari perjuangan Raden Mat Taher, dan Pahlawan Sultan
Thaha Syaifuddin. Perjuangan antara satu daerah dengan daerah lain di wilayah
Jambi pada saat itu merupakan sebuah mata rantai perjuangan yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
PENULIS : BUDI VJ. RIO TEMENGGUNG, DKK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar