Minggu, 08 Juni 2014

PERJUANGAN RAKYAT KERINCI DIPIMPIN DEPATI PARBO (BAGIAN 9)


Depati Parbo Menghabiskan Masa Tua di Tanah Kelahirannya (1926- 1929)
Usia yang mulai memasuki usia senja membawa perubahan yang cukup besar atas diri sang Panglima, meski usia beliau sudah tua, akan tetapi fisik Depati Parbo masih kokoh dan sehat, kharisma beliau masih memancar dari wajahnya yang mulai memasuki usia Manula. Saat beliau sampai di Padang dari Aceh, beliau disambut dengan suka cita oleh anak beliau Haji Thaher dan beberapa sanak family. Setelah istirahat sejenak, akhirnya beliau melanjutkan perjalanan menuju  bumi alam Kerinci. Meski tak terlihat upacara penyambutan, namun dari sorot dan pancaran mata rakyat yang menyaksikan kepulangan Depati Parbo ada tergambar rasa haru, suka cita dan bahagia, akan tetapi wajah-wajah tersebut tetap di selimuti awan mendung karena rakyat masih khawatir dengan ancaman Belanda yang semakin bercokol di alam Kerinci.

Pahlawan Legendaris Depati parbo yang telah lanjut usia hidup menetap di kampung halamannya di dusun Lolo Kecil. Meski Depati Parbo telah bebas dari hukuman, namun  gerak geriknya masih tetap di awasi dan di curigai oleh Pemerintah Kolonial. Pernah selama 3 bulan Depati Parbo kembali ditangkap dan ditahan oleh Belanda, beliau selama 3 bulan di tahan di Sungai Penuh, karena beliau melarang Belanda, membuat jalan pada sawahnya yang menghubungkan dusun Lolo Kecil dengan Talang Kemuning. Karena dianggap menghambat, maka Belanda kembali melancarkan siasat licik dan akal bulus, Depati Parbo secara sepihak di fitnah oleh Belanda telah melakukan Pembunuhan. Setelah diselidiki ternyata tuduhan itu adalah fitnah.

Dimasa kecil, Depati Parbo telah dikenal sebagai anak muda yang santun dan taat beribadah. Di masa muda hingga masa perjuangan beliau sangat disegani kawan dan lawan, rasa dan pemahaman ilmu tentang agama Islam membekas hingga jelang masa akhir hayatnya. Meski dalam usia tua, Depati Parbo telah bertekad untuk melaksanakan rukun islam yang ke lima yaitu menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah Al Mukarromah bersama keluarganya.

Beliau berangkat bersama rombongan (sekarang dapat dipersamakan dengan Kloter) calon jemaah haji, rombomgan tersebut termasuk kakek penulis bernama Abdul Kadir dari Dusun Baru, Sungai Penuh. Bersama rombongan juga terdapat Said dari Lolo Kecil, Yatim dari Lempur, Zainudin, Ilyas, Rauf dari Pulau Sangkar, Majid dan Abdul Rahman dari Koto Iman, Abdul Aziz dan Ismail dari Tanjung Tanah, Zakaria dari Kumun, Ismail, M. Thaib, Hudri, Ishak dari Sungai Penuh, dan Bakri dari Semurup.

Kembali dari menunaikan ibadah haji, Depati Parbo mendapat nama “Haji Kasian” karena saat menunaikan ibadah Haji beliau telah memasuki usia renta (Manula), dan karena sudah tua aktifitas beliau hanya melaksanakan ibadah, dan pada tahun 1929 Panglima Perang Kerinci ”Depati Parbo“ menghembuskan nafas terakhir menghadap Ilahi dengan tenang, jenazah beliau dimakamkan di pemakaman keluarga dusun Lolo Kecamatan Gunung Raya. Depati Parbo dimakamkan bersama-sama dengan jenazah istri, putra-putri, dan sanak keluarganya. Semoga Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala meridhoi perjuangan beliau, Aamiin……..
                
Kepergian Sang Pejuang ditangisi oleh sebagian besar rakyat Kerinci yang mendengar peristiwa kematian beliau. Meski dibawah tekanan Belanda, rakyat menangisi kepergian beliau menghadap Tuhan Yang Sang Maha Pencipta. Depati Parbo boleh meninggalkan dunia, namun semangat dan jiwa Patriotiknya tetap akan dikenang sepanjang masa, selamat jalan pahlawanku, semoga mendapat ridho dari-Nya, Aamiin…     

Mantan Bupati Kerinci H. Rusdi Sayuti, dimasa hidupnya (November 2005) dikediamannya Komplek Setia Negara D13 Jambi dalam perbincangannya dengan penulis, mengemukakan Bumi Alam Kerinci adalah sebuah negeri yang sejuk, indah dan damai, masyarakatnya sejak masa lampau telah dikenal sebagai masyarakat yang telah memiliki kebudayaan tinggi, penduduknya dikenal ramah dan sangat mencintai perdamaian, serta rasa kekeluargaan sangat  menonjol dikalangan masyarakat suku Kerinci
                
Sebagai wujud penghargaan rakyat Kerinci terhadap jasa jasa dan pengorbanan yang dilakukan oleh Panglima Perang Kerinci Depati Parbo, Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci melalui Gubernur Jambi telah mengajukan usulan kepada Pemerintah Pusat melalui Menteri Sosial Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri untuk menetapkan Depati Parbo sebagai Pahlawan Nasional. Usulan tersebut disampaikan langsung kepada Asisten Pribadi Presiden Republik Indonesia, Mayor Jenderal Ali Murtopo tanggal 13 November 1972, pada saat Ali Murtopo mengunjungi Kerinci pada tanggal 13 November 1972.
                
Bupati Kerinci pada waktu itu melalui Surat Keputusan Bupati/KDH Kabupaten Kerinci Nomor 095/KPTS/KDH-1972 tertanggal 25 September 1972 tentang Pembentukan Tim Penelitian Sejarah dan Budaya Kerinci yang terdiri dari : Pelindung, Bupati KDH Kabupaten Kerinci, Pimpinan DPRD Tk. II Kerinci, Penasehat, Lembaga Adat Alam Kerinci, Kepala Jawatan Kebudayaan (M. Senin Ilyas), Ketua Umum  St. Kari, BA, Ketua I  Jamaludin, BA, Ketua II Asmin Agus, BA, Sekretaris I Marhamah, Bk.Teks, Sekretaris II Hatim Mursalim, SH, Seksi Dokumentasi, Aida Rosnan, BA, Seksi Humas Khudri Muluk, dibantu  beberapa orang pembantu umum.
                
Dalam tim penelitian yang diangkat oleh Bupati/KDH Kabupaten Kerinci juga terdapat nama H. Abdul Kadir Jamil dari Dusun Baru Sungai Penuh, M. Sulut, Sabri Syarif, H. Adnan Thaib, H. Idris Jamil, Rosnan, Depati Intan, Rasyid, H. Abbas. H. Madin, H. Syarif, H. Wahab, dan H. Usman Jamal. Untuk pembantu umum terdiri atas  Bukhari, BA, Munir  Usman, BA, Rusli Latif, Drs. Amiruddin Bakri, Jabiruddin Samad, BA, Idris Ibrahim, BA, A. Rakhman, BA, Abdullah Arifin, BA, Khaidir Yunus, BA, Norewan, BA, Ahdi, BA, Syarbaini, dan Ridwan, BA.
                
H. Rusdi Sayuti, mengakui bahwa Buku Sejarah Perjuangan Rakyat Kerinci yang dipimpin Depati Parbo, Pahlawan Perang Kerinci memang belum sempurna, akan tetapi hasil Penelitian yang telah diterbitkan oleh Pemerintah  Daerah Kerinci  pada tahun 1972  itu untuk dapat lebih disempurnakan oleh generasi berikutnya. Rusdi Sayuti mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten Kerinci selanjutnya agar membentuk tim kembali untuk menelusuri sejarah perjuangan heroik yang dilakukan para hulubalang-hulubalang dan rakyat alam Kerinci.
                
Sekedar untuk diingat oleh para pembaca bahwa dalam sejarah Pemerintahan Kabupaten Kerinci, H. Rusdi Sayuti merupakan figur Bupati pemimpin Kerinci yang paling Fenomenal. Ia memulai jejak karirnya dimulai dari seorang guru Sekolah Dasar di daerah Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi, karena memiliki kecerdasan dan memiliki disiplin yang tinggi dan kokoh dalam pendirian, sebelum menjabat Bupati Kerinci ia diangkat menjadi ajudan Gubernur Jambi dan akhirya beliau mendapat kepercayaan dari Gubernur Jambi menjadi Bupati Kerinci. Di masa  memangku jabatan sebagai Bupati Kerinci, ketua DPRD Tingkat II  Kerinci pada saat itu di jabat Lettu BY. Kapas.
                
Pada saat menjabat Bupati Kerinci, Rusdi Sayuti dikenal sebagai figur Bupati yang energik. Pada saat ia menjadi Bupati Kerinci sebagian besar sarana infrastruktur sangat jauh tertinggal, dilain pihak sarana transporasi kendaraan Dinas Bupati dan pejabat belum sebaik seperti saat ini. Akan tetapi etos kerja mereka jauh lebih tinggi, saat itu dalam pemikiran mereka adalah bagaimana  meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memajukan pembangunan.
                
Dengan kondisi yang serba kekurangan, Rusdi Sayuti bersama aparat pemerintah telah melakukan banyak terobosan yang saat itu belum mampu terpikirkan oleh rakyat banyak. Rusdi Sayuti sangat peduli dengan sejarah dan kebudayaan daerahnya. Pada saat masih menjabat Bupati Kerinci, ia telah melakukan terobosan dengan membentuk tim untuk menggali dan meneliti Sejarah Depati Parbo dan Penelitian Sejarah dan Budaya Kerinci. Di masa itu ia melalui jawatan Kebudayaan Kabupaten Kerinci juga telah di susun Politik Adat-Kebudayaan Kabupaten Kerinci.
                
Di bidang Pendidikan, Kebudayaan dan Infrastruktur terutama sarana transportasi jalan dan irigasi merupakan titik yang paling di prioritaskan oleh Rusdi Sayuti. Pada masa ia menjabat Bupati Kerinci, ia telah memperjuangkan dan merintis pembangunan gedung-gedung sekolah, merintis dan membuka jalan-jalan baru dan meningkatkan sarana irigasi desa, dengan dana pembagunan yang sangat terbatas ia telah melakukan percepatan pembangunan dalam berbagai bidang. Di antara  usaha  yang paling menonjol yang telah dirintisnya adalah membuka jalan-jalan baru ke sentra-sentra kawasan pertanian dan membuka isolasi daerah-daerah terpencil serta membangun lapangan terbang perintis di Hiang Kecamatan Sitinjau Laut.
                
H. Sanusi Saibi (78 Tahun)  seorang  pensiunan  PNS  staf  Dinas Pekerjaan Umum Kerinci  dan  H. Ibrahim Hasan (75 Tahun) Mantan guru SPG Negeri Sungai Penuh mengemukakan, salah satu sifat beliau yang paling menonjol adalah Disiplin. H. Rusdi Sayuti adalah tipe pemimpin pekerja dan dekat dengan rakyatnya. Rusdi Sayuti juga memiliki tingkat disiplin yang tinggi, ia tidak segan segan menegur/mengingatkan staf-stafnya yang keliru dan lalai, dan ia pun memberikan apresiasi dan pujian kepada stafnya yang bekerja baik dan tepat waktu. Di samping disiplin dan memiliki kharisma tinggi, Rusdi Sayuti adalah tipe pekerja keras dan  ulet. Bersama Rusdi Sayuti tiada hari tanpa bekerja, ia bekerja siang, bahkan tak jarang sampai larut malam, semua pekerjaan yang dikerjakan oleh stafnya dilapangan selalu dalam kontrol, ia paling tidak suka dengan sikap ABS (Asal Bapak Senang). Ia juga sangat dekat dengan ulama dan tokoh tokoh adat serta memuliakan orang tua.
                
Pada  tanggal 13 November  1972 melalui Gubernur Jambi, H. Rusdi Sayuti telah menyampaikan usulan kepada Pemerintah Pusat agar Depati Parbo di akui sebagai salah seorang Pahlawan Nasional yang berasal Bumi Alam Kerinci Propinsi Jambi, usulan tersebut disampaikan langsung  melaui Asisten Pribadi Presiden RI Ali Murtopo. Akan tetapi hingga saat ini  sudah  7  orang Bupati paska H. Rusdi Sayuti dipilih dan di angkat silih berganti, namun cita cita dan harapan  untuk mewujudkan Depati Parbo sebagai Pahlawan Nasional hanya tinggal mimpi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata selaku pemangku kebijakan dibidang Sejarah & kebudayaan, serta Dinas terkait terkesan kurang memiliki rasa kepedulian terhadap jasa dan pengorbanan para pahlawannya.
                
Beberapa tahun sebelum wafat, H. Rusdi Sayuti kepada penulis Budhi Vrihaspathi Jauhari mengharapkan agar upaya yang telah ia rintis sejak 35 tahun silam agar ditindak lanjuti oleh generasi penerusnya. Beberapa bulan sebelum wafat, H. Rusdi Sayuti Kepada Penulis mengungkapkan  bahwa  perjuangan pahlawan dan pejuang di Alam Kerinci pada masanya berlangsung sangat gigih, meski dengan persenjataan yang sangat sederhana, para pejuang tidak pernah mengenal kata menyerah.

Depati Parbo melalui pengasingannya di Ternate bukan karena beliau menyerah kalah, Depati Parbo di bujuk dengan alasan untuk di ajak berunding dan demi kepentingan rakyat Kerinci serta menyelamatkan keluarganya dari ancaman pembunuhan keji dan penyiksaan yang dilakukan Belanda, sayangnya menurut Mantan Bupati paling Fenomenal dan paling dikenal luas oleh  masyarakat di Sepucuk Jambi Sembilan Lurah khususnya di alam Kerinci, upaya untuk menjadikan Depati Parbo sebagai salah satu tokoh pejuang nasional hingga saat ini belum menjadi kenyataan.
                
Budayawan dan Sejarahwan Jambi Drs. H. Junaidi T. Noor, MM, kepada penulis di kediamannya di Jambi (Maret 2012) mengungkapkan semangat dan jiwa patriotisme Depati Parbo pada peperangan Kerinci melawan Belanda pada tahun (1902-1903) telah mengilhami para pejuang dan hulubalang-hulubalang alam Kerinci untuk bertempur sampai titik darah penghabisan dengan semangat jihad fi sabilillah, sebagai wujud rasa kecintaannya terhadap tanah kelahirannya alam Kerinci.
                
Demi kepentingan rakyat Kerinci secara keseluruhan termasuk untuk menyelamatkan keluarga dan masyarakat banyak Depati Parbo dengan bujuk rayu Belanda rela menyerahkan dirinya untuk ditahan dan di asingkan oleh Belanda ke Ternate selama 23 tahun. Bahkan ketika ia ditawarkan oleh Asisten Residen di Ternate untuk jalan-jalan keluar negeri atau kembali ke kampung halamannya di Kerinci, Depati Parbo ternyata memilih pulang ke Kerinci untuk berkumpul dengan rakyat Kerinci dan keluarganya di Dusun Lolo Kecamatan Gunung Raya. Ini merupakan wujud rasa cintanya terhadap tanah air yang telah ia tinggalkan lebih dari 23 tahun.

Di Kerinci, dengan Taktik Gerilyanya Depati Parbo mendatangi markas pejuang di Pulau Tengah hingga di wilayah Kerinci Hulu, bahkan sampai ke wilayah Ipuh, Muko-Muko (Bengkulu), dan Batang Asai (Sarolangun). Di usianya yang telah tua, Depati Parbo masih menunjukkan sikap menentang penjajahan Belanda, setelah kembali dari pengasingannya di Ternate, Depati Parbo masih sempat ditahan oleh Belanda di Penjara Sungai Penuh selama hampir 3 Bulan. Depati Parbo wafat karena faktor usianya yang sudah tua.
                
Pada tahun 1972 Pemerintah Kabupaten Kerinci melalui Gubernur Jambi telah mengusulkan kepada Pemerintah pusat agar Depati Parbo ditetapkan sebagai pahlawan Nasional, namun pada waktu itu belum dikabulkan, salah satu faktor yang menghambat pemberian gelar itu karena Depati Parbo di anggap menyerahkan diri dengan alasan kepentingan keluarga, alasan ini menutut Sejarawan dan Budayawan Junaidi T. Noor adalah tidak tepat, Depati Parbo menghadap Belanda untuk di ajak berunding dan beliau mau di ajak ke meja perundingan adalah demi kepentingan rakyat Kerinci secara keseluruhan termasuk keluarganya yang merupakan bagian dari rakyat Kerinci. Pada saat melakukan perjuangan, Depati Parbo tidak punya harapan lain kecuali untuk membebaskan rakyatnya dari ”Belenggu” penjajahan Belanda.
                
Kedepan sudah saatnya Pemerintah Propinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten Kerinci dan Pemerintah Kota Sungai Penuh untuk mengusulkan kembali dengan sungguh sungguh agar Depati Parbo di angkat  dan di tetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Perjuangan yang dilakukan Depati Parbo, H. Ismail, Bilal Sengak, Fatimah Jura, H. Bakri, dan H. Umar merupakan mata rantai dari perjuangan Raden Mat Taher, dan Pahlawan Sultan Thaha Syaifuddin. Perjuangan antara satu daerah dengan daerah lain di wilayah Jambi pada saat itu merupakan sebuah mata rantai perjuangan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

PENULIS : BUDI VJ. RIO TEMENGGUNG, DKK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar