Pabrik Teh Kerinci |
Pengolahan Teh |
Pasca Kerinci di kuasai Belanda melalui perlawanan gigih para hulubalang dan segenap pejuang dan rakyat alam Kerinci tahun 1902 - 1906. Para pejuang yang dipimpin Panglima Perang Depati Parbo dari Lolo wilayah Gunung Raya, H. Ismail. Bilal Sengak panglima perang Pulau tengah, dengan gagah berani bertempur menghadapi serdadu Belanda, dengan jatuhnya Pulau Tengah ke tangan Belanda melalui pertempuran sengit dan paling lama dalam sejarah perjuangan alam Kerinci, maka lambat laun alam Kerinci terintegrasi kedalam lingkaran administrasi ciptaan Belanda, bumi Kerinci berhasil di duduki Belanda melalui proses yang tidak mudah, rakyat Kerinci dengan gagah berani berjuang mati matian dalam menghadapi imprealis Belanda.
Pemetik Teh |
Catatan sejarah mengungkapkan alam Kerinci baru dapat dimasuki dan diduduki penjajahan Belanda pada tahun 1906 melalui pertempuran hebat dari akhir tahun 1902 - 1903 hingga awal tahun 1906, dengan demikian alam Kerinci hanya dijajah Belanda tidak lebih dari 40 tahun. Waau hanya 40 Tahun dijajah Belanda dan 3,5 tahun di jajah Bangsa Jepang namun penderitaan yang dialami oleh rakyat Kerinci sangat berat, Belanda dan Jepang dalam tindakannya tidak ubahnya ”Setali Tiga Uang” kedatangan Jepang tidak ubahnya “Jatuh dari Mulut Harimau masuk ke mulut Buaya” mereka menghisap darah rakyat melalui kerja paksa dan pungutan Pajak yang menyengsarakan rakyat alam Kerinci. Setelah pertempuran 1903-1906 nyaris tidak terjadi perlawanan berarti dari rakyat di alam Kerinci, perlawanan hanya dalam bentuk letupan letupan dan perlawanan kecil secara sporadis di beberapa dusun, para pejuang dengan senjata rakitan tradisional dikalahkan oleh senjata modern milik kaum penjajah, dalam kurun waktu 1906-1920 an hanya sempat terjadi peristiwa penembakan pemimpin Belanda oleh H. Bakri Depati Simpan Negeri pada tahun 1914, dan pada peristiwa itu H. Bakri gugur dalam penyergapan dan serangan dahsyat yang dilakukan oleh serdadu Belanda. H. Bakri gugur sebagai suhada di areal persawahan (Tanah Munggok) tidak jauh dari kediamannya.
Pegunungan Bukit Barisan yang
membentang dari Utara ke Selatan Pulau Sumatera bagian Barat, bertitik pusat di
daerah Keresidenan Sumatera Barat, Propinsi Sumatera Tengah, pada masa
pendudukan Belanda pada masa Kolonial Belanda sampai tahun 1958 Kerinci
termasuk wilayah Sumatera Barat, setelah diduduki Belanda sejak 1903. Kerinci
dipertahankan sebagai daerah otonom, dalam arti tidak termasuk bagian dari
Sumatera Barat dan bukan juga merupakan bagian dari Jambi sebagaimana yang
dikenal saat ini.
Tahun 1921, Kerinci ditetapkan sebagai bagian dari Afdeling (setingkat
Kewedanan) dalam Keresidenan Sumatera Barat Unit pemerintahannya lebih sederhana,
hanya ada tiga daerah onderafdeling (Kecamatan)
yakni (1) Painan dan Batang Kapas, (2) Balai Selasa dan Inderapura, (3) Kerinci, dalam tahun 1929 afdelling Painan dihapuskan dan digabungkan
menjadi Kerinci hal ini membuat hubungan emosional Kerinci lebih dekat dengan
Sumatera Barat daripada ke Jambi, hubungan emosional ini terjadi jauh sebelum
kedatangan Belanda. Pada masa Jepang dan Perang Kemerdekaan sampai tahun 1958
tetap berstatus sebagai bagian dari daerah administrasi Sumatera Barat. Pada masa
itu (1942–1945) Kerinci merupakan salah satu kewedaan dalam Kabupaten
Pesisir Selatan-Kerinci. Ketiga daerah Sumatera Tengah di mekarkan menjadi tiga
Propinsi pada tahun 1958 masing masing Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Jambi
dan Propinsi Riau, Kerinci menjadi daerah yang berstatus Kabupaten dan
merupakan bagian dari Propinsi Jambi dengan ibukota Kabupaten Kerinci di Sungai
Penuh.
Ketika Kerinci masih menjadi bagian dari Sumatera Barat, Kerinci pada
masa itu merupakan daerah yang paling subur tanahnya di seluruh kepulauan
nusantara,dalam hal makanan daerah ini sejak awal telah mampu mencukupi
kebutuhan sendiri, dan penduduknya sering
menyebutkan daerahnya dengan istilah “God’s Own Country”
Kesuburan lahan lahan di kawasan Sumatera Barat khususnya di alam Kerinci
disebabkan karena lahan lahan subur didaerah ini permukaan tanahnya diselimuti
oleh bahan bahan pegunungan (Vulkanische Materiaal) yang menyelimuti permukaan lahan lahanya yang berbukit bukit.
Bahan alam berupa tanah Alluvial, Granite dan Andesit yang menyelimuti
dataran tingginya di daerah Pegunungan Kerinci Utara dan Kerinci Selatan
menyebabkan tanah tanah di kawasan ini
sangat cocok untuk ditanam dengan
aneka tanaman perkebunan untuk ekspor seperti Teh, Kopi,
Kina dll. Disamping itu semua jenis sayur mayur dapat tumbuh dan hidup dengan subur di dataran tinggi alam
Kerinci.
Produk Teh Kerinci |
Sebelum tahun 1924, hampir seluruh tanah
“erfpacht perceel” di daerah
Sumatera Barat termasuk Kerinci dilakukan penanaman Kopi, pada awal tahun 1924
dilakukan penggantian tanaman kopi, karena pada saat itu harga kopi dipasaran internasional kurang memuaskan dan
pada saat itu terjadi serangan penyakit yang menyerang tanaman kopi, keadaan
tersebut menyebabkan munculnya penanaman Teh dan Kina di daerah Keresidenan
Sumatera Barat, sebenarnya jauh sebelumnya yakni tahun 1903 telah
dilakukan penanaman Teh di Pulau Sumatera di daerah Akar Gadang (1903)
dan Kebun Kina di Kebun Taluk Gunung (1907), namun usaha perkebunan
tersebut belum dilakukan secara optimal, penanaman secara besar besaran mulai
dilakukan setelah tahun 1924. Khusus untuk perkebunan teh di wilayah Keresidenan Sumatera Barat mencapai 5.473.925 hektar
dan lahan kopi seluas 831 Ha,
ditanah dilahan merupakan lahan “erfpacht”, untuk hasil perkebunan teh pada saat itu cukup menggembirakan
dibandingkan dengan jenis tanaman
perkebunan lainnya.
Namun usaha perluasan perkebunan
teh mengalami hambatan karena adanya Thee Aanplane Ordonnantie,
Stbld, 1933 No. 22 yang dimaksud untuk mempertahankan harga teh dipasaran
dunia, akan tetapi usaha perkebunan teh yang berada di Keresidenan Sumatera
Barat tidak terlalu terpengaruh dengan adanya ordonansi tersebut. Dari seluruh
areal perekebunan teh yang berada di
dalam wilayah Keresidenan Sumatera Barat pada waktu itu rata rata areal
perkebunan tersebut mencapai 660 Hektar, sementara di Pulau Jawa hanya mencapai 350 Hektar, hasil olahan Teh
di Sumatera Barat mencapai 450 Ton,
dipulau Jawa saat itu hanya mencapai 165 Ton
Jalan Raya Di Tengah Hamparan Kebun Teh |
Pada masa itu di Keresidenan Sumatera Barat terdapat 15 buah Perkebunan
teh, 5 buah diantaranya mencapai produksi kelas I, 3 buah kelas II, 4 buah
kebun mencapai kelas III, satu buah kebun mencapai kelas IV dan dua buah
kebun mencapai Kelas V.
Nama nama perkebunan teh dan
hasil produksi teh yang dicapai pada
masa itu masing masing adalah:
- Kebun Bukit Malinggang seluas 1.720 Hektar kelas produksi kelas III
- Kebun Danau Gedang seluas 2.500 Hektar, Kelas Produksi kelas I
- Kebun Halaban seluas 1.615 Hektar, Kelas Produksi Kelas III
- Kayu Aro, seluas 2.525 Hektar, Kelas Produksi Kelas I
- Kebun Pecconina seluas 2.024 Hektar, Kelas Produksi Kelas II
- Kebun Sako Dua seluas 2.825 Hektar, Kelas Produksi kelas I
- Kebun Tanang Talu seluas 982 Hektar, Kelas Produksi Kelas V
Sejak tahun 1934 seluruh kebun
kebun teh di Keresidenan Sumatera termasuk kebun Teh Kayu Aro telah mampu
berproduksi, namun ada beberapa kebun yang diistirahatkan karena kekurangan Cultuur-Technis .Pada masa pendudukan
Belanda, penderitaan rakyat di seantero alam Kerinci benar benar berada dibawah
tekanan. Belanda disamping melakukan pemungutan pajak juga melakukan kerja
paksa antara lain kerja paksa membuka ruas jalan Sungai Penuh - Tapan, Sungai
Penuh arah ke Solok - Sumatera Barat, Sungai Penuh menuju arah ke Bangko dan
menggali / Banjir Kanal sungai buatan di Danau Kerinci, dalam kerja paksa ini
puluhan bahkan ratusan rakyat Kerinci
meninggal dunia karena kurang
gizi dan diperlakukan secara tidak
wajar.
Pihak Pemerintah Belanda disamping menguasai alam Kerinci dan memungut
pajak terhadap rakyat juga merintis dan
membuka areal Perkebunan teh di alam Kerinci,dan secara Historis awalnya perkebunan Teh yang dikembangkan oleh
perusahaan Belanda yaitu NV. HVA (Namlodse Venotchhhaaf
Handle Veriniging Amsterdam)
pada tahun 1925. Sebelumnya usaha
pembukaan lahan perkebunan teh dilaksanakan dikawasan kawasan yang belokasi di Kebun Baru Kecamatan Gunung Raya. Kebun ini
dihentikan penanamannya karena ketersediaan lahan yang kurang memadai, dilain
pihak dikawasan ini pada zaman
penjajahan Belanda merupakan kawasan hutan lebat yang merupakan daerah
tangkapan air dan hulu sungai Lempur
yang dimanfaatkan penduduk untuk kebutuhan hidup dan untuk mengairi lahan lahan
persawahan masyarakat.
Catatan tulisan (Gema Balitbang :7-1-2012 :7) menyebutkan pada saat itu
para pemimpin Adat di Lekuk 50 Tumbi
Gunung Raya melarang keras pihak perusahaan Belanda untuk
membuka lahan perkebunan di kawasan itu. Dengan pertimbangan yang
matang akhirnya pihak Belanda memindahkan ke kawasan hutan di dataran
tinggi yang sekarang dikenal sebagai
perkebunan teh PTPN 6 Kebun Kayu Aro dikaki gunung Kerinci yang saat ini
disebut dengan wilayah Kecamatan Kayu
Aro yang memiliki iklim sejuk /dingin dengan ketinggian 1.400 - 1.700 mdpl.
Untuk mengolah lahan perkebunan teh tersebut,pihak Belanda mendatangkan
para pekerja (Koeli) Kontrak dari para pekerja pekerbunan yang berada di Pulau
Jawa, sebagian besar didatangkan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.Pada masa
selanjutnya setelah kemerdekaan Indonesia diraih dan perusahaan perkebunan di
ambil alih oleh Indonesia para pekerja perkebunan dari Pulau Jawa itu tetap menetap di Kayu Aro dan melanjutkan
pekerjaan sebagai pekerja di areal perkebunan
dan Pabrik Teh Kayu Aro.
Sebelumnya saat Belanda meninggalkan Kerinci, kebun dan pabrik Teh
diambil oleh Jepang pada tahun 1942, dan pada waktu itu Jepang merekrut 40 KK “Koeli Kontrak” yang bekerja di Kayu
Aro untuk dipekerjakan sebagai ”Koeli “
di daerah Kebun Baru Kecamatan Gunung Raya, para “Koeli-Koeli Kontrak” yang awalnya dipekerjakan oleh Belanda
diambil alih Jepang untuk menanam tanaman
Holtikultura, Kopi, Rami, Jagung dan Padi, hingga saat ini keturunan
para ”Koeli Koeli Kontrak“ masih hidup menetap dan berbaur dengan penduduk
lokal di Kecamatan Gunung Raya dan Penduduk lokal Pulau Sangkar Kecamatan
Batang Merangin.
Generasi
ke 3 dan ke 4 warga Kerinci bekas pekerja kontrak yang bekerja di
perkebunan bekas milik perusahaan Belanda saat ini mereka
secara emosional telah menyatu
dengan masyarakat setempat saat ini
tidak terdapat perbedaan yang
mencolok antara komunitas masyarakat asal
pulau Jawa dengan orang orang suku Kerinci. Beberapa puluh
tahun terakhir telah
terjadi perkawinan antara keturunan
etnis suku Jawa dengan suku Kerinci, mereka telah beradaptasi dengan
penduduk asli alam Kerinci, walaupun demikian secara budaya dan bahasa
telah
terjadi percampuran kebudayaan termasuk bahasa dikalangan generasi muda
dan
terpelajar anak anak Kerinci keturunan Jawa telah hidup menyatu, orang
Jawa di
Kayu Aro dan di Kebun Baru fasih berbahasa Kerinci dan mereka mengerti
dengan
kebudayaan asli masyarakat suku Kerinci, kehidupan dan suasana tatanan
masyarakat
di wilayah Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Gunung Tujuh yang umumnya
di dominasi suku Jawa dan penduduk suku Kerinci (sebagian besar asal
Kecamatan Siulak) dan masyarakat Kerinci
keturunan Minangkabau, Batak dan suku suku daerah lain di nusantara itu
berjalan selaras dan harmonis, dan secara
ekonomi masyarakat yang bermukim di wilayah ini secara ekonomi relatif
lebih
baik dibandingkan dengan wilayah wilayah lain.Hal ini mengingat di
kawasan ini
merupakan kawasan Satelit Agro Bisnis terdepan di alam Kerinci.
Catatan yang dikutip dari ”Mededeelingen van het Bureu voor de Besteur
van het Buitenbeziitingan Encylopaedea Bureu” (Batavia: NV “Papyrus“, 1915, hlm
67) Mengemukakan menurut data pada tahun
1915 jumlah penduduk di alam Kerinci
baru berjumlah 59.886 jiwa dengan rincian 16.489 jiwa Laki laki dan
18.626 jiwa wanita dan 24.772 jiwa anak anak. Pada waktu itu dusun yang
terpadat penduduknya di alam Kernci adalah dusun Semurup 11.719 jiwa diikuti
Sanggaran Agung 7.326 jiwa dan dusun Sungai Penuh 6.479 jiwa.
Pada tahun 1912 penduduk alam
Kerinci mengalami peningkatan, hal ini disebabkan pada tahun itu Pemerintahan Belanda yang berkuasa di
Indonesia mendatangkan orang orang suku Jawa untuk dipekerjakan pada perkebunan
“Teh Kayoe Aro“ dan perkebunan kopi
di Batang Merangin – Tamiai sebagai
pekerja /kuli kontrak.Pada tahun yang
sama dan 2 tahun setelah itu jumlah Penduduk di alam Kerinci semakin
meningkat,Kerajaan Belanda menempatkan pegawai pegawainya, pada tahun 1915 tercatat beberapa orang kulit putih dan
sekitar 80 orang keturunan Cina, pada tahun 1930 jumlah penduduk terus meningkat,
terdapat 161 orang Eropah, 974 orang
Cina dan 55 orang timur asing lainnya, dan total jumlah penduduk di alam
Kerinci pada tahun 1930 telah mencapai 91.759 jiwa.
Pada era Kemerdekaan hingga saat ini antara penduduk Kerinci asal Jawa
dengan penduduk lokal Kerinci dan penduduk penduduk pendatang dari Minangkabau,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sunda, dll,
berjalan harmonis, nyaris tidak pernah terjadi gejolak sosial masyarakat
di daerah yang heterogen ini, mereka telah melakukan proses adaptasi yang cukup
lama dan didorong oleh sosial kultural
mereka melakukan pernikahan eksogami.
Secara
historis (Ir.H. Zainal Prayitno dan Ir. Sulistyo wawancara
November 2011 dan Februari 2012), usaha perkebunan Teh Kayu Aro mulai di
buka
tahun 1925 sampai dengan tahun 1928 pekerjaan dilaksanakan oleh NV. HVA.
Bibit tanaman teh mulai ditanam tahun 1929 dan
mengingat tanaman teh mulai menghasilkan pucuk pucuk yang berkualitas
maka pada tahun 1932 Perusahaan NV. HVA (Namlodse Venotchhaaf
Handle Veriniging Amsterdam) mendirikan
Pabrik, dan sejak mulai berproduksi
kebun teh Kayu Aro menghasilkan jenis Teh Hitam
(Orthodoks)
Menejer PTPN 6 unit usaha kebun Teh Kayu Aro Ir. Sulistyo
mengemukakan berdasarkan PP. No.19 tahun
1959 perkebunan Teh milik Belanda dilakukan nasionalisasi dan diambil alih oleh
Pemerintah Republik Indonesia. Status organisasi manajemen usaha
perkebunan Teh Kayu Aro telah mengalami beberapa kali perubahan sesuai dengan
keadaan yang berlaku saat itu. Pada tahun 1959 - 1962 unit produksi
dikelola PN. Aneka Tanaman VI. Tahun
1963 - 1973 kebun Kayu Aro bagian dari
PNP Wilayah I Sumatera Utara. Dan mulai 1 Agustus 1974 menjadi salah satu kebun
dari PTP VIII yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara. Pada tahun 1996 Seluruh PTP yang ada di Indonesia diadakan
Konsolidasi, bekas PTP VIII dan PTP lainnya yang ada di Jambi dan Sumatera
Barat menjadi PTP Nusantara 6 ( Persero
).
Saat ini HGU kebun teh Kayu Aro yang berada dikawasan Bedeng VIII
memiliki sertifikat HGU nomor 2 tanggal
08 Mei 2002, memiliki total luas lahan tanaman produktif seluas 2.624,69 hektar dan luas
lahan yang belum dan tidak ditanami
seluas 389,91 hektar meliputi areal pembibitan 6,85 hektar, hutan, jurang dan
kuburan 220 hektar, Emplasment / bangunan 106,13 hektar, Jalan dan Jembatan
56,93 hektar. Dengan demikian total luas Hak Guna Usaha yang dikelola PTPN 6 Kebun Kayu Aro seluas 3.014,60 Hektar.
Sampai dengan tahun 2011 – 2012
hasil produksi teh kebun Kayu Aro mencapai 6.087.940 Kg teh kering pada tahun 2011,dan saat ini
mengingat tanaman teh yang telah tua tengah dilakukan replanting (Peremajaan)
total nilai produksi mengalami penururan, dan tahun 2011 total nilai produksi
mencapai 5.703.625 Kg
teh kering jenis orthodox
dipasarkan di negara Eropa Barat dan Eropa Timur, Negara Rusia dan negara
– negara pecahan Rusia serta Negara Timur Tengah.
Sulistyo menyebutkan, PTPN 6 Kebun Kayu telah memproduksikan teh kering
CTC disamping mempertahankan teh kering / jenis orthodox. Teh hasil produksi kebun Kayu Aro
di ekspor melalui Pelabuhan ekspor via Pelabuhan Belawan, sedangkan pelabuhan
Samudera Teluk Bayur-Sumatera Barat adalah gudang transit dan pelabuhan ekspor
via Tanjung Priok. Untuk penjualan ekspor dan lokal langsung ditangani oleh
Kantor Direksi PTP Nusantara 6 melalui kantor pemasaran bersama (KPB) Jakarta
dengan menggunakan sistem lelang contoh (auction).
Sebagian besar tanaman teh yang ada di kebun kayu Aro rata rata telah berusia cukup tua dan secara bertahap mulai tahun 2011 hingga tahun 2015 dilakukan peremajaan (replanting) dengan melakukan penanaman baru disetiap afedeling dilingkungan PTP Nusantara 6 Kebun Kayu Aro. Selama 5 tahun telah diprogramkan untuk melakukan Replanting seluas 1.707,66 Hektar
Sebagian besar tanaman teh yang ada di kebun kayu Aro rata rata telah berusia cukup tua dan secara bertahap mulai tahun 2011 hingga tahun 2015 dilakukan peremajaan (replanting) dengan melakukan penanaman baru disetiap afedeling dilingkungan PTP Nusantara 6 Kebun Kayu Aro. Selama 5 tahun telah diprogramkan untuk melakukan Replanting seluas 1.707,66 Hektar
Teh Kayu Aro diolah dari pucuk
pucuk daun teh pilihan yang dihasilkan
oleh kebun Kayu Aro, Kebun dan pabrik yang merupakan “Monumen Sejarah” bangsa yang dibangun oleh perusahaan dari Belanda
(NV. HVA) tahun 1925 itu penanamannya menggunakan biji teh hingga saat ini dikenal sebagai “Teh
Hitam “ terbaik di Dunia (Internasional Tea Commite), dan hingga saat ini secara rutin Negara Kincir Angin
Belanda membeli Teh yang di produksi dari hasil kebun Kayu Aro, Kerinci,
Propinsi Jambi, dan catatan dari Belanda menyebutkan sejak Zaman Ratu Wihelmina
berkuasa pada saat menjajah Indonesia sampai generasi penerusnya Ratu Yuliana
dan Ratu Beatrix mereka sangat
menyukai teh asal kebun Kayu Aro
Kerinci, mereka tidak mau minum teh lain selain teh Kayu Aro Kerinci. Keluarga
Kerajaan Inggeris dan Perdana Menteri Inggris dan orang orang penting di Inggris
mengkonsumi teh produk yang dihasilkan oleh Kebun Kayu Aro, Kerinci, Jambi. Teh yang dikenal di manca negara terutama dikawasan Eropah Barat, Eropah
Timur, Rusia, Timur Tengah, India dan Srilanka, perkebunan teh Kayu Aro
merupakan perkebunan teh tertua ditanah air dan lahan lokasi teh Kayu Aro
merupakan lahan / hamparan teh terluas di dunia dan letaknya nomor 2 tertinggi
di Dunia setelah perkebunan
”Darjeling” dikaki gunung
Himalaya yang ditanam pada
ketinggian 4.000 mdpl, dengan luas hamparan kebun teh seluas
500 hektar, dan Kebun Teh Darjeling tidak dapat dipetik dan diolah sepanjang tahun karena pada musim dingin kebun teh tertutup
lapisan Salju.
Masyarakat Jambi umumnya baru mengkonsumsi teh Kayu Aro sejak beberapa
tahun yang lalu, hal ini disebabkan 80 % dari total hasil produksi di ekspor ke
luar negeri, dan masyarakat Propinsi Jambi justru lebih mengenal Teh kemasan
dari luar daerah yang memiliki merek seperti Sariwangi, padahal sebagian teh
Sariwangi dan teh Sosro berasal dari Kebun Kayu Aro, Teh Kayu Aro merupakan
sebuah anugerah alam Kerinci yang indah, dan terkenal dipasaran dunia, teh Kayu
Aro memiliki aroma cita rasa yang spesifik, asli tanpa menggunakan zat kimia
atau bunga.
Usaha perkebunan Teh yang dikelola oleh PTP Nusantara 6 unit usaha Kayu
Aro secara nasoinal telah memnyumbang
devisa bagi negara, akan tetapi dilain
pihak pihak perusahaan PTPN 6 juga telah memberikan konstribusi berupa dana
segar kepada Pemerintah Propinsi Jambi dan
Pemerintah Kerinci berupa pembayaran pajak PBB, PKB dan asuransi, Pajak
pertambahan nilai (PPN) dan PPH badan
sesuai dengan keuntungan Perusahaan.
Untuk menunjang program pembangunan sub sektor Pariwisata di Propinsi
Jambi khususnya pengembangan industri wisata di alam Kerinci, sejak tahun 1998
perkebunan dan pabrik teh yang masih mempertahankan bentuk asli dikembangkan
sebagai salah satu kawasan tujuan wisata, perkebunan dan pabrik peninggalan
masa kolianal Belanda ini setiap liburan ramai dikunjungi wisatawan Domestik
dan Mancanegara, kawasan ini merupakan satu kawasan dari jaringan Taman
Nasional Kerinci Seblat (TNKS) / pihak perusahaan (Ir. H. Zainal Prayitno) ikut
berperan dengan menjadikan perkebunan dan
pabrik pengolahan teh yang ada di
dalam kawasan unit usaha Kayu Aro sebagai kawasan agro wisata dan wisata sejarah. Khusus untuk
peminat wisata sejarah dapat secara langsung mengunjungi Pabrik yang
beraksitektur peninggalan Belanda dan
industri pengolahan teh Kayu Aro.
Lokasi Wisata Aroma Pecco Ditengah Kebun Teh |
PTP Nusantara 6 Kebun Kayu Aro telah membangun fasilitas rekreasi bernuansa alami Aroma Pecco ditengah tengah lokasi perkebunan teh dengan melengkapi sarana prasarana wisata alam, dan dari kawasan wisata ini pengunjung dapat menyaksikan indahnya panorama alam Gunung Kerinci (3.805 mdpl) yang menjulang tinggi dengan awan awan putih yang berarak rapi, jika cuaca baik pengunjung dapat menyaksikan Gunung Kerinci secara utuh pada pukul 9.00 Wib hingga siang hari, akan tetapi jika cuaca mendung dan hujan Gunung Kerinci ditutupi awan.
Gunung Kerinci merupakan salah satu Gunung tertinggi di Pulau Sumatera yang belum pernah marah, sejak zaman Sejarah (Masehi) hingga saat ini Gunung Kerinci masih terlihat bersahabat dengan lingkungannya, sayangnya beberapa oknum perambah hutan dan oknum petani dengan nekat merambah hingga ke kaki gunung hingga beberapa meter ke arah pinggang Gunung Kerinci.
Gunung Kerinci beberapa kali sempat “batuk”
,dan bila ia batuk gunung menimbulkan
“Gempa Vulkanik” mengeluarkan percikkan api dan hembusan debu vulkanik yang
dapat merusak tanaman sayur mayur milik petani,dan gunung Kerinci merupakan
Gunung berapi yang paling ramah
dibandingkan gunung gunung berapi aktif lainnya yang ada di Dunia. Sepanjang zaman sejarah hingga abad ke XXI, Gunung
Kerinci belum pernah menunjukkan sikap tak bersahabat, semburan debu vulkanik
dari kawah gunung Kerinci justru menambah kesuburan lahan disekitar kaki gunung Kerinci, abu
Vulkanik menurut para petani hanya merusak jenis tanaman sayur mayur dalam
jangka waktu tidak terlalu lama. Hingga saat ini Gunung Kerinci merupakan objek wisata alam yang paling
menjanjikan terutama bagi para petualang dan pendaki gunung dari mancanegara
dan dalam negeri, dikawasan gunung Kerinci para pengunjung masih dapat
menikmati panorama alam, hamparan kebun teh serta hutan tropis dan dapat
menyaksikan Flora dan Fauna langka, untuk memasuki kawasan Gunung Kerinci hingga menuju kawah dipuncak
gunung Kerinci, pengunjung dapat meminta bantuan pemanduan dari petugas TNKS
atau dari Pemandu lokal dari masyarakat setempat.
Penulis yang mengunjungi kawasan wisata bersama Reporter TV Indosiar, Trans
TV dan SCTV Jakarta secara terpisah
menyaksikan berbagai panorama alam di bumi Kerinci. Keindahan alam di kawasan Gunung Kerinci memang indah dan sungguh
menawan, para wisatawan yang mengunjungi kawasan ini selain dapat menyaksikan
hamparan daun teh bak permadani
hijau terhampar luas se sayup mata memandang dan
mulai dari Siulak Deras hingga ke kawasan wisata Telun Berasap -
perbatasan dengan Sumatera Barat dapat
menyaksikan kilauan kemerah merahan pucuk pucuk Cassiavera yang tertimpa
cahaya mentari pagi, pengunjung juga dapat menikmati harumnya bunga bunga kopi
robusta yang berbaris rapi di kebun kebun masyarakat petani alam Kerinci.
Penulis : Budhi VJ. Rio Temenggung
Gambar : Actora Yandra (sumber internet)
Penulis : Budhi VJ. Rio Temenggung
Gambar : Actora Yandra (sumber internet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar