Sabtu, 07 Juni 2014

PERKEBUNAN DAN PABRIK TEH PENINGGALAN BELANDA DI KABUPATEN KERINCI

Pabrik Teh Kerinci
Pengolahan Teh

Pasca Kerinci di kuasai Belanda melalui perlawanan gigih para hulubalang dan segenap pejuang dan rakyat alam Kerinci tahun 1902 - 1906. Para pejuang yang dipimpin Panglima Perang Depati Parbo dari Lolo wilayah Gunung Raya, H. Ismail. Bilal Sengak panglima perang Pulau tengah, dengan gagah berani bertempur menghadapi serdadu Belanda, dengan jatuhnya Pulau Tengah ke tangan Belanda melalui pertempuran sengit dan paling lama dalam sejarah perjuangan alam Kerinci, maka lambat laun alam Kerinci terintegrasi kedalam lingkaran administrasi ciptaan Belanda, bumi  Kerinci berhasil di duduki Belanda melalui proses yang tidak mudah, rakyat Kerinci dengan gagah berani berjuang mati matian dalam menghadapi imprealis Belanda.

Pemetik Teh


Catatan sejarah mengungkapkan alam Kerinci baru dapat dimasuki dan diduduki penjajahan Belanda pada tahun 1906 melalui pertempuran hebat dari akhir tahun 1902 - 1903 hingga awal tahun 1906, dengan demikian alam Kerinci hanya dijajah Belanda tidak lebih dari 40 tahun. Waau hanya 40 Tahun dijajah Belanda dan 3,5 tahun di jajah Bangsa Jepang namun penderitaan yang dialami oleh rakyat Kerinci sangat berat, Belanda dan Jepang dalam tindakannya tidak ubahnya ”Setali Tiga Uang” kedatangan Jepang tidak ubahnya “Jatuh dari Mulut Harimau masuk ke mulut Buaya” mereka menghisap darah rakyat melalui kerja paksa dan pungutan Pajak yang menyengsarakan rakyat alam Kerinci. Setelah pertempuran 1903-1906 nyaris tidak terjadi perlawanan berarti dari rakyat di alam Kerinci, perlawanan hanya dalam bentuk letupan letupan dan perlawanan kecil secara sporadis di beberapa dusun, para pejuang  dengan senjata  rakitan tradisional  dikalahkan oleh senjata modern milik kaum penjajah, dalam kurun waktu 1906-1920 an hanya sempat terjadi peristiwa penembakan pemimpin Belanda oleh H. Bakri Depati Simpan Negeri pada tahun 1914, dan pada peristiwa itu H. Bakri gugur dalam penyergapan dan serangan dahsyat yang dilakukan oleh serdadu Belanda. H. Bakri gugur sebagai suhada di areal persawahan (Tanah Munggok) tidak jauh dari kediamannya.

Pegunungan  Bukit Barisan yang membentang dari Utara ke Selatan Pulau Sumatera bagian Barat, bertitik pusat di daerah Keresidenan Sumatera Barat, Propinsi Sumatera Tengah, pada masa pendudukan Belanda pada masa Kolonial Belanda sampai tahun 1958 Kerinci termasuk wilayah Sumatera Barat, setelah diduduki Belanda sejak 1903. Kerinci dipertahankan sebagai daerah otonom, dalam arti tidak termasuk bagian dari Sumatera Barat dan bukan juga merupakan bagian dari Jambi sebagaimana yang dikenal saat ini.

Tahun 1921, Kerinci ditetapkan sebagai bagian dari Afdeling (setingkat Kewedanan) dalam Keresidenan Sumatera Barat Unit pemerintahannya lebih sederhana, hanya ada tiga daerah onderafdeling (Kecamatan)  yakni  (1) Painan  dan  Batang Kapas, (2)  Balai Selasa dan Inderapura, (3) Kerinci, dalam tahun 1929 afdelling Painan dihapuskan dan digabungkan menjadi Kerinci hal ini membuat hubungan emosional Kerinci lebih dekat dengan Sumatera Barat daripada ke Jambi, hubungan emosional ini terjadi jauh sebelum kedatangan Belanda. Pada masa Jepang dan Perang Kemerdekaan sampai tahun 1958 tetap berstatus sebagai bagian dari daerah administrasi Sumatera Barat. Pada masa itu (1942–1945) Kerinci merupakan salah satu kewedaan dalam Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Ketiga daerah Sumatera Tengah di mekarkan menjadi tiga Propinsi pada tahun 1958 masing masing Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Jambi dan Propinsi Riau, Kerinci menjadi daerah yang berstatus Kabupaten dan merupakan bagian dari Propinsi Jambi dengan ibukota Kabupaten Kerinci di Sungai Penuh.

Ketika Kerinci masih menjadi bagian dari Sumatera Barat, Kerinci pada masa itu merupakan daerah yang paling subur tanahnya di seluruh kepulauan nusantara,dalam hal makanan daerah ini sejak awal telah mampu mencukupi kebutuhan sendiri, dan penduduknya sering  menyebutkan  daerahnya  dengan istilah “God’s  Own Country” Kesuburan lahan lahan di kawasan Sumatera Barat khususnya di alam Kerinci disebabkan karena lahan lahan subur didaerah ini permukaan tanahnya diselimuti oleh bahan bahan pegunungan (Vulkanische Materiaal) yang menyelimuti  permukaan lahan lahanya yang berbukit bukit.
 
Bahan alam berupa tanah Alluvial, Granite dan Andesit yang menyelimuti dataran tingginya di daerah Pegunungan Kerinci Utara dan Kerinci Selatan menyebabkan tanah tanah di kawasan  ini sangat cocok  untuk ditanam dengan aneka  tanaman  perkebunan untuk ekspor seperti Teh, Kopi, Kina dll. Disamping itu semua jenis sayur mayur dapat tumbuh dan  hidup dengan subur di dataran tinggi alam Kerinci.

Produk Teh Kerinci
Curah hujan yang cukup dan teratur disepanjang tahun di daerah pegunungan ini menyebabkan sangat sedikit perbedaan antara musim kering dengan musim basah, kondisi keadaan alam yang subur,sejuk damai dan indah serta menawan ini mendorong banyak pihak yang berusaha untuk mengolah alam Kerinci yang termasuk ”Regentype ke VIII” perubahan Iklim/musim di daerah pegunungan Kerinci Utara yang terjadi pada bulan April dan Oktober, November setiap tahun memungkinkan daerah ini menjadi penghasil dan pemasok utama hasil bumi yang berlimpah,menurut kalangan ahli pertanian dunia, alam Kerinci memiliki lahan/tanah yang mengandung kadar mineral-reserve yang sangat tinggi.

Sebelum tahun 1924, hampir seluruh tanah  “erfpacht perceel” di daerah Sumatera Barat termasuk Kerinci dilakukan penanaman Kopi, pada awal tahun 1924 dilakukan penggantian tanaman kopi, karena pada saat itu harga kopi  dipasaran internasional kurang memuaskan dan pada saat itu terjadi serangan penyakit yang menyerang tanaman kopi, keadaan tersebut menyebabkan munculnya penanaman Teh dan Kina di daerah Keresidenan Sumatera Barat, sebenarnya jauh sebelumnya yakni tahun 1903  telah  dilakukan  penanaman Teh  di Pulau Sumatera di daerah Akar Gadang  (1903)  dan Kebun Kina di Kebun Taluk Gunung (1907), namun usaha perkebunan tersebut belum dilakukan secara optimal, penanaman secara besar besaran mulai dilakukan setelah tahun 1924. Khusus untuk perkebunan teh di wilayah  Keresidenan Sumatera Barat  mencapai 5.473.925  hektar  dan  lahan kopi seluas 831 Ha, ditanah dilahan merupakan lahan “erfpacht”, untuk  hasil perkebunan teh  pada saat itu cukup menggembirakan dibandingkan dengan jenis tanaman  perkebunan lainnya.

Namun usaha  perluasan perkebunan teh  mengalami hambatan  karena adanya Thee Aanplane Ordonnantie, Stbld, 1933 No. 22 yang dimaksud untuk mempertahankan harga teh dipasaran dunia, akan tetapi usaha perkebunan teh yang berada di Keresidenan Sumatera Barat tidak terlalu terpengaruh dengan adanya ordonansi tersebut. Dari seluruh areal perekebunan teh yang berada  di dalam wilayah Keresidenan Sumatera Barat pada waktu itu rata rata areal perkebunan tersebut mencapai 660 Hektar, sementara di Pulau Jawa  hanya mencapai 350 Hektar, hasil olahan Teh di Sumatera Barat  mencapai 450 Ton, dipulau Jawa saat itu hanya mencapai 165 Ton
Jalan Raya Di Tengah Hamparan Kebun Teh

Pada masa itu di Keresidenan Sumatera Barat terdapat 15 buah Perkebunan teh, 5 buah diantaranya mencapai produksi kelas I, 3 buah kelas II, 4 buah kebun mencapai kelas III, satu buah kebun mencapai kelas IV dan dua buah kebun  mencapai Kelas V.

Nama nama perkebunan teh  dan hasil  produksi teh yang dicapai pada masa itu masing masing adalah:
  • Kebun Bukit Malinggang seluas 1.720 Hektar kelas produksi kelas III
  • Kebun Danau Gedang seluas 2.500 Hektar, Kelas Produksi kelas I
  • Kebun Halaban seluas 1.615 Hektar, Kelas Produksi Kelas III
  • Kayu Aro, seluas 2.525 Hektar, Kelas Produksi Kelas I
  • Kebun Pecconina seluas 2.024 Hektar, Kelas Produksi Kelas II
  • Kebun Sako Dua seluas  2.825 Hektar, Kelas Produksi kelas I
  • Kebun  Tanang Talu seluas 982 Hektar, Kelas Produksi Kelas V

Sejak tahun 1934 seluruh  kebun kebun teh di Keresidenan Sumatera termasuk kebun Teh Kayu Aro telah mampu berproduksi, namun ada beberapa kebun yang diistirahatkan karena kekurangan Cultuur-Technis .Pada masa pendudukan Belanda, penderitaan rakyat di seantero alam Kerinci benar benar berada dibawah tekanan. Belanda disamping melakukan pemungutan pajak juga melakukan kerja paksa antara lain kerja paksa membuka ruas jalan Sungai Penuh - Tapan, Sungai Penuh arah ke Solok - Sumatera Barat, Sungai Penuh menuju arah ke Bangko dan menggali / Banjir Kanal sungai buatan di Danau Kerinci, dalam kerja paksa ini puluhan bahkan ratusan rakyat Kerinci  meninggal dunia  karena kurang gizi dan diperlakukan  secara tidak wajar.

Pihak Pemerintah  Belanda  disamping menguasai alam Kerinci dan memungut pajak terhadap rakyat  juga merintis dan membuka areal Perkebunan teh di alam Kerinci,dan secara Historis  awalnya perkebunan Teh yang dikembangkan oleh perusahaan Belanda yaitu NV. HVA (Namlodse  Venotchhhaaf  Handle  Veriniging  Amsterdam)  pada tahun 1925. Sebelumnya usaha pembukaan lahan perkebunan teh dilaksanakan dikawasan  kawasan yang belokasi di  Kebun Baru Kecamatan Gunung Raya. Kebun ini dihentikan penanamannya karena ketersediaan lahan yang kurang memadai, dilain pihak dikawasan  ini  pada zaman  penjajahan Belanda  merupakan  kawasan hutan lebat yang merupakan daerah tangkapan air dan  hulu sungai Lempur yang dimanfaatkan penduduk untuk kebutuhan hidup dan untuk mengairi lahan lahan persawahan masyarakat.

Catatan tulisan (Gema Balitbang :7-1-2012 :7) menyebutkan pada saat itu para pemimpin Adat di Lekuk  50  Tumbi  Gunung  Raya  melarang keras pihak perusahaan Belanda untuk membuka lahan perkebunan di kawasan itu. Dengan  pertimbangan  yang  matang akhirnya pihak Belanda memindahkan ke kawasan hutan di dataran tinggi yang sekarang dikenal sebagai  perkebunan teh PTPN 6 Kebun Kayu Aro dikaki gunung Kerinci yang saat ini disebut dengan wilayah Kecamatan  Kayu Aro yang memiliki iklim sejuk /dingin dengan ketinggian 1.400 - 1.700 mdpl.
                
Untuk mengolah lahan perkebunan teh tersebut,pihak Belanda mendatangkan para pekerja (Koeli) Kontrak dari para pekerja pekerbunan yang berada di Pulau Jawa, sebagian besar didatangkan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.Pada masa selanjutnya setelah kemerdekaan Indonesia diraih dan perusahaan perkebunan di ambil alih oleh Indonesia para pekerja perkebunan dari Pulau Jawa  itu tetap menetap di Kayu Aro dan melanjutkan pekerjaan sebagai pekerja di areal perkebunan  dan Pabrik Teh Kayu Aro.

Sebelumnya saat Belanda meninggalkan Kerinci, kebun dan pabrik Teh diambil oleh Jepang pada tahun 1942, dan pada waktu itu Jepang merekrut  40 KK  “Koeli Kontrak” yang bekerja di Kayu Aro  untuk dipekerjakan sebagai ”Koeli “ di daerah Kebun Baru Kecamatan Gunung Raya, para “Koeli-Koeli Kontrak” yang awalnya dipekerjakan oleh Belanda diambil alih Jepang untuk menanam tanaman  Holtikultura, Kopi, Rami, Jagung dan Padi, hingga saat ini keturunan para ”Koeli Koeli Kontrak“ masih hidup menetap dan berbaur dengan penduduk lokal di Kecamatan Gunung Raya dan Penduduk lokal Pulau Sangkar Kecamatan Batang Merangin.

Generasi ke 3 dan ke 4 warga Kerinci bekas pekerja kontrak  yang bekerja di perkebunan bekas  milik perusahaan Belanda saat ini  mereka  secara  emosional  telah menyatu  dengan masyarakat setempat saat ini  tidak terdapat  perbedaan yang mencolok antara komunitas masyarakat asal  pulau Jawa dengan orang orang suku Kerinci. Beberapa  puluh  tahun  terakhir  telah  terjadi perkawinan  antara  keturunan  etnis suku Jawa dengan suku Kerinci, mereka telah beradaptasi dengan penduduk asli alam Kerinci, walaupun demikian secara budaya dan bahasa telah terjadi percampuran kebudayaan termasuk bahasa dikalangan generasi muda dan terpelajar anak anak Kerinci keturunan Jawa telah hidup menyatu, orang Jawa di Kayu Aro dan di Kebun Baru fasih berbahasa Kerinci dan mereka mengerti dengan kebudayaan asli masyarakat suku Kerinci, kehidupan dan suasana tatanan masyarakat di wilayah Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Gunung Tujuh  yang umumnya  di dominasi suku Jawa dan penduduk suku Kerinci (sebagian besar asal Kecamatan Siulak) dan masyarakat Kerinci keturunan Minangkabau, Batak dan suku suku daerah lain di nusantara  itu berjalan selaras dan harmonis, dan secara ekonomi masyarakat yang bermukim di wilayah ini secara ekonomi relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah wilayah lain.Hal ini mengingat di kawasan ini merupakan kawasan Satelit Agro Bisnis terdepan di alam Kerinci.

Catatan yang dikutip dari ”Mededeelingen van het Bureu voor de Besteur van het Buitenbeziitingan Encylopaedea Bureu” (Batavia: NV “Papyrus“, 1915, hlm 67) Mengemukakan menurut data  pada tahun 1915 jumlah penduduk di alam Kerinci  baru berjumlah 59.886 jiwa dengan rincian 16.489 jiwa Laki laki dan 18.626 jiwa wanita dan 24.772 jiwa anak anak. Pada waktu itu dusun yang terpadat penduduknya di alam Kernci adalah dusun Semurup 11.719 jiwa diikuti Sanggaran Agung 7.326 jiwa dan dusun Sungai Penuh 6.479 jiwa.

Pada tahun 1912  penduduk alam Kerinci mengalami peningkatan, hal ini disebabkan pada tahun itu  Pemerintahan Belanda yang berkuasa di Indonesia mendatangkan orang orang suku Jawa untuk dipekerjakan pada perkebunan “Teh Kayoe Aro“ dan perkebunan kopi di Batang Merangin – Tamiai  sebagai pekerja /kuli kontrak.Pada  tahun yang sama dan 2 tahun setelah itu jumlah Penduduk di alam Kerinci semakin meningkat,Kerajaan Belanda menempatkan pegawai pegawainya, pada tahun  1915 tercatat beberapa orang kulit putih dan sekitar 80 orang keturunan Cina, pada tahun 1930  jumlah penduduk terus meningkat, terdapat  161 orang Eropah, 974 orang Cina dan 55 orang timur asing lainnya, dan total jumlah penduduk di alam Kerinci pada tahun 1930 telah mencapai 91.759 jiwa.

Pada era Kemerdekaan hingga saat ini antara penduduk Kerinci asal Jawa dengan penduduk lokal Kerinci dan penduduk penduduk pendatang dari Minangkabau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sunda, dll,  berjalan harmonis, nyaris tidak pernah terjadi gejolak sosial masyarakat di daerah yang heterogen ini, mereka telah melakukan proses adaptasi yang cukup lama dan  didorong oleh sosial kultural mereka melakukan pernikahan  eksogami.
Secara historis (Ir.H. Zainal Prayitno dan Ir. Sulistyo wawancara November 2011 dan Februari 2012), usaha perkebunan Teh Kayu Aro mulai di buka tahun 1925 sampai dengan tahun 1928 pekerjaan dilaksanakan oleh NV. HVA. Bibit  tanaman teh mulai ditanam tahun 1929 dan mengingat  tanaman teh mulai menghasilkan  pucuk pucuk yang berkualitas  maka pada tahun  1932 Perusahaan NV. HVA (Namlodse Venotchhaaf Handle Veriniging Amsterdam)  mendirikan Pabrik, dan sejak  mulai berproduksi kebun teh Kayu Aro menghasilkan jenis Teh Hitam  (Orthodoks)

Menejer PTPN 6 unit usaha kebun Teh Kayu Aro Ir. Sulistyo mengemukakan  berdasarkan PP. No.19 tahun 1959 perkebunan Teh milik Belanda dilakukan nasionalisasi dan diambil alih oleh Pemerintah  Republik  Indonesia. Status organisasi manajemen usaha perkebunan Teh Kayu Aro telah mengalami beberapa kali perubahan sesuai dengan keadaan yang berlaku saat itu. Pada tahun 1959 - 1962 unit produksi dikelola  PN. Aneka Tanaman VI. Tahun 1963 - 1973  kebun Kayu Aro bagian dari PNP Wilayah I Sumatera Utara. Dan mulai 1 Agustus 1974 menjadi salah satu kebun dari PTP VIII yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara. Pada tahun 1996  Seluruh PTP yang ada di Indonesia diadakan Konsolidasi, bekas PTP VIII dan PTP lainnya yang ada di Jambi dan Sumatera Barat menjadi PTP Nusantara 6  ( Persero ).

Saat ini HGU kebun teh Kayu Aro yang berada dikawasan Bedeng VIII memiliki sertifikat  HGU nomor 2 tanggal 08 Mei 2002, memiliki  total luas lahan tanaman  produktif seluas 2.624,69 hektar dan luas lahan yang  belum dan tidak ditanami seluas 389,91 hektar meliputi areal pembibitan 6,85 hektar, hutan, jurang dan kuburan 220 hektar, Emplasment / bangunan 106,13 hektar, Jalan dan Jembatan 56,93 hektar. Dengan demikian total luas Hak Guna Usaha yang dikelola PTPN 6  Kebun Kayu Aro seluas 3.014,60 Hektar.

Sampai  dengan tahun 2011 – 2012 hasil produksi teh kebun Kayu Aro mencapai 6.087.940 Kg  teh kering pada tahun 2011,dan saat ini mengingat tanaman teh yang telah tua tengah dilakukan replanting (Peremajaan) total nilai produksi mengalami penururan, dan tahun 2011 total nilai produksi mencapai  5.703.625  Kg  teh  kering jenis  orthodox  dipasarkan di negara Eropa Barat dan Eropa Timur, Negara Rusia dan negara – negara pecahan Rusia serta Negara Timur Tengah.

Sulistyo menyebutkan, PTPN 6 Kebun Kayu telah memproduksikan teh kering CTC disamping  mempertahankan  teh kering / jenis  orthodox. Teh hasil produksi kebun Kayu Aro di ekspor melalui Pelabuhan ekspor via Pelabuhan Belawan, sedangkan pelabuhan Samudera Teluk Bayur-Sumatera Barat adalah gudang transit dan pelabuhan ekspor via Tanjung Priok. Untuk penjualan ekspor dan lokal langsung ditangani oleh Kantor Direksi PTP Nusantara 6 melalui kantor pemasaran bersama (KPB) Jakarta dengan menggunakan sistem lelang contoh (auction).  

Sebagian besar tanaman teh yang ada di kebun kayu Aro rata rata telah berusia cukup tua dan secara bertahap mulai tahun 2011 hingga tahun 2015 dilakukan peremajaan (replanting) dengan melakukan penanaman baru disetiap afedeling dilingkungan PTP  Nusantara 6 Kebun Kayu Aro. Selama 5 tahun telah diprogramkan  untuk melakukan  Replanting seluas 1.707,66 Hektar

Teh  Kayu Aro diolah dari pucuk pucuk daun teh  pilihan yang dihasilkan oleh kebun Kayu Aro, Kebun dan pabrik yang merupakan “Monumen Sejarah” bangsa yang dibangun oleh perusahaan dari Belanda  (NV. HVA) tahun 1925  itu penanamannya  menggunakan biji teh  hingga saat ini dikenal sebagai “Teh  Hitam “ terbaik di Dunia  (Internasional  Tea Commite), dan hingga  saat ini secara rutin Negara Kincir Angin Belanda membeli Teh yang di produksi dari hasil kebun Kayu Aro, Kerinci, Propinsi Jambi, dan catatan dari Belanda menyebutkan sejak Zaman Ratu Wihelmina berkuasa pada saat menjajah Indonesia sampai generasi penerusnya Ratu Yuliana dan Ratu  Beatrix  mereka sangat  menyukai teh  asal kebun Kayu Aro Kerinci, mereka tidak mau minum teh lain selain teh Kayu Aro Kerinci. Keluarga Kerajaan Inggeris dan Perdana Menteri Inggris dan orang orang penting di Inggris mengkonsumi teh produk yang dihasilkan oleh Kebun Kayu Aro, Kerinci, Jambi. Teh yang dikenal di manca negara terutama dikawasan Eropah Barat, Eropah Timur, Rusia, Timur Tengah, India dan Srilanka, perkebunan teh Kayu Aro merupakan perkebunan teh tertua ditanah air dan lahan lokasi teh Kayu Aro merupakan lahan / hamparan teh terluas di dunia dan letaknya nomor 2 tertinggi di Dunia  setelah  perkebunan  ”Darjeling” dikaki gunung Himalaya yang  ditanam  pada  ketinggian  4.000  mdpl, dengan luas hamparan kebun teh seluas 500 hektar, dan Kebun Teh Darjeling tidak dapat dipetik  dan diolah sepanjang tahun  karena pada musim dingin kebun teh tertutup lapisan Salju.

Masyarakat Jambi umumnya baru mengkonsumsi teh Kayu Aro sejak beberapa tahun yang lalu, hal ini disebabkan 80 % dari total hasil produksi di ekspor ke luar negeri, dan masyarakat Propinsi Jambi justru lebih mengenal Teh kemasan dari luar daerah yang memiliki merek seperti Sariwangi, padahal sebagian teh Sariwangi dan teh Sosro berasal dari Kebun Kayu Aro, Teh Kayu Aro merupakan sebuah anugerah alam Kerinci yang indah, dan terkenal dipasaran dunia, teh Kayu Aro memiliki aroma cita rasa yang spesifik, asli tanpa menggunakan zat kimia atau bunga.

Usaha perkebunan Teh yang dikelola oleh PTP Nusantara 6 unit usaha Kayu Aro secara  nasoinal telah memnyumbang devisa  bagi negara, akan tetapi dilain pihak pihak perusahaan PTPN 6 juga telah memberikan konstribusi berupa dana segar kepada Pemerintah Propinsi Jambi dan  Pemerintah Kerinci berupa pembayaran pajak PBB, PKB dan asuransi, Pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPH badan  sesuai dengan keuntungan Perusahaan.

Untuk menunjang program pembangunan sub sektor Pariwisata di Propinsi Jambi khususnya pengembangan industri wisata di alam Kerinci, sejak tahun 1998 perkebunan dan pabrik teh yang masih mempertahankan bentuk asli dikembangkan sebagai salah satu kawasan tujuan wisata, perkebunan dan pabrik peninggalan masa kolianal Belanda ini setiap liburan ramai dikunjungi wisatawan Domestik dan Mancanegara, kawasan ini merupakan satu kawasan dari jaringan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) / pihak perusahaan (Ir. H. Zainal Prayitno) ikut berperan dengan menjadikan perkebunan dan  pabrik  pengolahan teh yang ada di dalam kawasan unit usaha Kayu Aro sebagai kawasan  agro wisata dan wisata sejarah. Khusus untuk peminat wisata sejarah dapat secara langsung mengunjungi Pabrik yang beraksitektur peninggalan Belanda dan  industri  pengolahan teh  Kayu Aro.


Lokasi Wisata Aroma Pecco Ditengah Kebun Teh

PTP Nusantara 6 Kebun Kayu Aro telah membangun fasilitas rekreasi bernuansa alami Aroma Pecco ditengah tengah lokasi perkebunan teh dengan melengkapi sarana prasarana wisata alam, dan dari kawasan wisata ini pengunjung dapat menyaksikan indahnya panorama alam Gunung Kerinci (3.805 mdpl) yang menjulang tinggi dengan awan awan putih yang berarak rapi, jika cuaca baik pengunjung dapat menyaksikan Gunung Kerinci secara utuh pada pukul 9.00 Wib hingga siang hari, akan tetapi jika cuaca mendung dan hujan Gunung Kerinci ditutupi awan. 

Gunung Kerinci merupakan  salah satu Gunung tertinggi di Pulau Sumatera yang belum pernah marah, sejak zaman Sejarah (Masehi) hingga saat ini Gunung Kerinci masih terlihat bersahabat dengan lingkungannya, sayangnya beberapa oknum perambah hutan dan oknum petani dengan nekat merambah hingga ke kaki gunung hingga beberapa meter ke arah pinggang Gunung Kerinci.

Gunung Kerinci beberapa kali sempat “batuk” ,dan bila ia batuk gunung  menimbulkan “Gempa Vulkanik” mengeluarkan percikkan api dan hembusan debu vulkanik yang dapat merusak tanaman sayur mayur milik petani,dan gunung Kerinci merupakan Gunung berapi yang paling  ramah dibandingkan gunung gunung berapi aktif lainnya yang ada di Dunia. Sepanjang  zaman sejarah hingga abad ke XXI, Gunung Kerinci belum pernah menunjukkan sikap tak bersahabat, semburan debu vulkanik dari kawah gunung Kerinci justru menambah kesuburan  lahan disekitar kaki gunung Kerinci, abu Vulkanik menurut para petani hanya merusak jenis tanaman sayur mayur dalam jangka waktu tidak terlalu lama. Hingga saat ini Gunung Kerinci merupakan objek wisata alam yang paling menjanjikan terutama bagi para petualang dan pendaki gunung dari mancanegara dan dalam negeri, dikawasan gunung Kerinci para pengunjung masih dapat menikmati panorama alam, hamparan kebun teh serta hutan tropis dan dapat menyaksikan Flora dan Fauna langka, untuk memasuki kawasan  Gunung Kerinci hingga menuju kawah dipuncak gunung Kerinci, pengunjung dapat meminta bantuan pemanduan dari petugas TNKS atau dari Pemandu lokal dari masyarakat setempat.

Penulis yang mengunjungi kawasan wisata bersama Reporter TV Indosiar, Trans TV dan SCTV Jakarta secara terpisah  menyaksikan berbagai panorama alam di bumi Kerinci. Keindahan alam di kawasan Gunung Kerinci memang indah dan sungguh menawan, para wisatawan yang mengunjungi kawasan ini selain dapat menyaksikan hamparan daun teh bak  permadani hijau  terhampar  luas se sayup mata  memandang dan  mulai dari  Siulak Deras hingga ke  kawasan wisata Telun  Berasap -  perbatasan dengan Sumatera Barat dapat  menyaksikan kilauan kemerah merahan pucuk pucuk Cassiavera yang tertimpa cahaya mentari pagi, pengunjung juga dapat menikmati harumnya bunga bunga kopi robusta yang berbaris rapi di kebun kebun masyarakat petani alam Kerinci.

Penulis : Budhi VJ. Rio Temenggung  
Gambar : Actora Yandra (sumber internet)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar