BERIKUT KISAH PERLAWANAN RAKYAT KERINCI MELAWAN BELANDA (1903-1906)
Perang di Ranah Manjuto
Pertempuran di kawasan Ranah Manjuto dalam catatan sejarah perjuangan
rakyat alam Kerinci dalam menghadapi imprealis Belanda tercatat sebagai awal
perjuangan rakyat Kerinci mengangkat senjata dalam menghadapi imprealis
Belanda. Pasukan Belanda yang bermarkas di Muko-muko dengan bantuan Belanda
yang berada di Indrapura dengan 120 orang serdadunya yang dipimpin Kapten
Bolmar memasuki kawasan kubu kubu pertahanan yang dibangun Belanda sebelah utara Ranah Manjuto, kabar kedatangan
Belanda yang telah memasuki Ranah
Manjuto didengar oleh para hulubalang hulubalang dan tokoh adat di daerah
Lempur dan Lolo, dengan semangat anti penjajah para hulubalang yang hanya
berjumlah 12 orang berjaga jaga di Renah Manjuto mengintai kedatangan serdadu
Belanda, sebelumnya pihak Belanda pernah membangun pilar pilar dan Pos untuk
memantau dan bertahan di renah Manjuto, pilar pilar dan Pos ini telah
dihancurkan oleh para pejuang di Lolo dan lempur yang dipimpin oleh Depati
Parbo.
Panglima Perang Depati Parbo membuat kesepakatan dengan Depati Agung
dari Lempur untuk mempersiapkan para Hulubalang hulubalangnya untuk menghadapi
dan melakukan perlawanan hingga tetes darah penghabisan melawan Belanda yang
nekat memasuki wilayah Adat Alam Kerinci, Depati Parbo memimpin lansung
penyerangan menghadapi serdadu Belanda yang jumlahnya tidak berimbang, Belanda
mengirimkan 120 Serdadu yang lengkap dengan persenjataan modern, dilain pihak
Depati Parbo hanya memiliki 12 orang Hulubalang tangguh.
Perjalanan yang cukup melelahkan melewati hutan belantara yang lebat
serta tantangan alam yang keras tidak menyurutkan tekat dan semangat Depati
Parbo dan para Hulubalang hulubalangnya, setelah melewati perjalanan panjang
yang melelahkan dan menyeberangi Sungai Batang Manjuto pasukkan beristirahat dan sebagian mempersiapkan
makanan sore, beberapa orang Hulubalang tertidur karena kelelahan, tanpa di
duga pasukan Belanda telah sampai dilokasi yang sama, melihat kehadiran seratusan serdadu Belanda, para Hulubalang
yang telah terkepung oleh pasukan serdadu Belanda melakukan perlawanan yang
gigih 50 orang serdadu Belanda termasuk beberapa orang opsir dan Perwira
Belanda tewas mengenaskan bersimbah darah ditikam keris para Hulubalang, 2
orang Hulubalang ikut tewas di tembak pasukan Belanda.
Dalam keadaan kritis dan terdesak Panglima Perang Depati Parbo
menunjukkan watak kejuangan yang kental. meski dengan hanya sebilah keris
Depati Parbo mampu memukul mundur pasukan Belanda yang telah tercerai berai
menuju Ipuh tempat markas induk pasukkan serdadu Belanda, Depati Parbo yang
disebut sebut memiliki ilmu kebatinan
yang tinggi berhasil menewaskan puluhan serdadu Belanda, pertempuran di
Renah Manjuto berlangsung selama 3 hari.
Catatan sejarah menyebutkan ada 12 orang
anggota pasukan inti Hulubalang yang dipimpin Panglima Perang Depati
parbo, para Hulubalang yang terkenal
tangguh dan perkasa itu adalah: Depati Agung, M. Judah gelar Depati
Santiudo Pamuncak Alam, H. Syukur, Depati Nali, Seruan, Depati H. Mesir, H.
Ilyas, Mat Pekat, H. Yasin, Seman Gelar Depati Nyato Negaro, dua orang
hulubalang lainnya yang tewas di medan peperangan di Renah Manjuto hingga saat
ini penulis belum meperoleh identitas nama hulubalang pahlawan yang tak
dikenal.
Keberhasilan Depati Parbo dalam memukul mundur pasukan Belanda tersebar
luas dikalangaan para hulubalang hulubalang se alam Kerinci, Nama besar dan keberanian Depati Parbo menjadi sumber
inspirasi para hulubalang dan pejuang se
alam Kerinci untuk bersatu berjuang bersama Depati Parbo untuk mengusir
Imprealis Belanda, Para hulubalang menyadari bahwa untuk menghadapi musuh yang
jumlahnya besar dengan persenjataan lengkap
tidak ada jalan lain kecuali bersatu padu, peristiwa pertempuran di
Renah Menjuto merupakan pengalaman yang paling berharga bagi para pejuang untuk
melanjutkan pertempuran melepaskan Belenggu penjajahan.
Bagi Belanda kekalahan di Renah Menjuto merupaan tamparan keras yang
sangat memalukan, 12 orang hulubalang mampu menewaskan 50 orang Belanda dan
mampu memukul mundur 70 orang serdadu Belanda yang bersenjata lengkap. Kekalahan
telak ini menbuat pihak Belanda berpikir ulang untuk menerobos benteng
pertahanan rakyat dan pejuang alam Kerinci, ternyata tidak mudah bagi Belanda
untuk memasuki dan menjajah bumi alam Kerinci, pengalaman Renah Manjuto kembali
di evaluasi, para pemimpin tentara Belanda kembali melakukan perencanaan yang
lebih matang dan menyusun kekuataan untuk kembali melanjutkan pertempuran
menghadapi Hulubalang hulubalang Alam Kerinci yang tungguh.
Sejak pertempuran di Renah Manjuto terjadi selama 4 bulan Belanda
melakukan persiapan untuk melakukan penyerangan, Gubernur Jenderal Van Meues
yang berkedudukan di Batavia, mengirim surat kepada Gubernur J. Valot di Padang. Surat tersebut diteruskan kepada
Asisten Residen J. Engel di Painan. Dari Painan surat dari Gubernur Jenderal
Van Meues diteruskan kembali oleh J. Engel kepada Komendur H.K. Manupasya di
Indrapura, selanjutnya surat tersebut diberikan pula Tuanku Regen Indrapura, bernama
Sutan Rusli Gelar Mohamadsyah.
Isi surat itu pada intinya adalah agar Tuanku Regen untuk menganjurkan
kepada rakyat Kerinci, terutama kepada para Depati selaku penguasa di
daerah/dusun dusun itu agar menerima
kehadiran bangsa Belanda dengan cara baik baik oleh rakyat Kerinci, Belanda
dengan taktik bujuk rayu dan tipu muslihat menjanjikan bila Belanda diterima dengan baik
oleh penduduk Alam Kerinci, maka hak hak
kesultanan Tuanku Regen akan di kembalikan, bahkan Belanda menjanjikan
akan membangun sebuah Istana untuk Sultan Mohamadsyah di Kerinci, dan Belanda
meng iming imingkan Tuanku Regen akan memperluas Pemerintahan Sultan meliputi
daerah Alam Kerinci sampai kedaerah Bandar Sepuluh, dan semua hasil Negeri dan
hutan, laut dan sawah akan diberikan kepada Sultan,dan Belanda juga mengobral janji
akan memberikan gaji kepada Sultan sebesar F.2000,- setiap bulan.
Janji dan bujuk rayuan Belanda tidak mampu menggoyahkan kesetian Sutan
Rusli Gelar Mohammadsyah, bahkan beliau sempat naik pitam dan dengan suara
lantang Sutan Rusli gelar Mohammadsyah
mengatakan “sekali–kali saya tidak akan mengakui Alam Kerinci dimasuki Belanda,
sebab nenek moyang saya dan nenek moyang orang Kerinci telah mengikat janji dan
telah bersumpah di Bukit Sitinjau Laut, bahwa tidak boleh menohok kawan
seiring, atau menggunting dalam lipatan, dengan arti kata tidak boleh
mengkhinati perjanjian itu. Perjanjian tersebut belum di rubah sampai sekarang,
bahkan tidak pernah berubah untuk selama lamanya”
Dengan penuh rasa kecewa, Asisten Residen J. Enggel melaporkan hasil
penolakkan Sutan Rusli Gelar Mohamadsyah kepada Gubernur Jenderal di Batavia dan
Gubenrur J. Valot di Padang. Tidak puas atas laporan yang disampaikan oleh
bawahannya, maka Gubernur Jenderal pada bulan Oktober 1902 kembali
memerintahkan Tuanku Regen melakukan tugasnya ke Kerinci, dengan sebuah ancaman
jika Tuanku menolak perintah, maka Belanda akan memberi sangsi hukuman dibuang
ke Ternate bersama seluruh keluarganya, ancaman itu diikuti dengan berlabuhnya
Kapal Perang “Kondar” di Muara Sakai (sebuah Pelabuhan Samudera zaman Belanda di Indrapura).
Mendapat ancaman itu, maka Tuanku Regen mengutuskan Putranya
bernama Sultan Iradat bersama 17 orang
Hulubalang untuk menemui lansung para Depati di Alam Kerinci, dengan menempuh
perjalanan jalan kaki sepanjang 97 Km dan memakan waktu 5 hari perjalanan dari
Inderapura akhirnya rombongan Sultan Iradat sampai di Kerinci, perjalanan di
teruskan hingga ke Rawang Pada masa itu sudah
menjadi sebuah tradisi bagi pemangku adat di dan rakyat Kerinci untuk
melakukan penyambutan secara kebesaran
adat apabila ada kunjungan pembesar
pembesar yang datang baik dari Minangkabau, Indrapura maupun dari
pembesar dari Jambi. Demikian juga dengan Sultan Iradat dan 17 orang Hulubalang
dari Indrapura juga disambut secara kebesaran adat oleh Depati Empat Delapan Helai Kain di Hamparan Besar tanah Rawang dengan
mengibarkan bendera adat disepanjang jalan yang dilalui serta mempersembahkan
aneka kesenian dan kebudayaan alam Kerinci.
Selesai acara penyambutan yang didahului dengan “Perno” adat, akhirnya
para Depati mempersilahkan utusan Indrapura untuk menyampaikan maksud dan
tujuan datang ke alam Kerinci, dan para utusan Tuanku Regen menyampaikan
pesan dari Pemerintah Belanda berikut
dengan ancaman ancaman yang disampaikan Belanda terhadap Tuanku Regen. Setelah
mendengar dengan cermat dan seksama isi pesan yang disampaaikan oleh Belanda
melalui utusan tuanku Regen,akhirnya dengan kemufakatan dan kesepakatan bersama
secara adat, para Depati Depati menanggapi pesan itu dengan menyampaikan
kembali jawaban “Pesan telah kami terima, tetapi kami tidak akan membiarkan
Belaanda datang dan menjajah tanah Kerinci ini,”. Demikian jawaban dari para
Depati Empat Delapan Helai Kain, yang bertekat untuk mempertahankan daerah
Kerinci sampai tetes darah penghabisan, Depati meminta agar para utusan itu
menyampaikan tekat tersebut kepada Tuanku Regen, selaku sahabat yang telah
terbina dan terjalin sejak zaman nenek
moyang.
Akhirnya Tuanku Regen menyampaikan tekat itu kepada pihak Belanda di
Batavia dan Padang, pihak Belanda yang menerima kebulatan Tekat itu dengan
licik kembali mengatur siasat setelah terlebih dahulu mempelajari pengalaman
pahit bertempur di Renah Manjuto bulan Mei 1902, Belanda dengan strateginya
kembali menukar siasat, mereka tidak lagi menyerang Kerinci dari satu jurusan
tetapi melakukan serangan dari tiga jurusan,yakni dari Muko-muko, dari
Indrapura dan dari Bangko, yang dari Muko Muko tidak lagi melewati Renah
Menjuto akan tetapi dialihkan melewati Serampas-Sungai Tenang.
Menurut Belanda pasukan dikerahkan dari Bangko dengan pertimbangan
karena perlawanan Pejuang Jambi Sultan Thaha telah mulai mengendur. Serdadu
Belanda yang berada di Indrapura belum memahami peta wilayah/jalan menuju
Kerinci, Belanda kembali menggunakan otak liciknya dengan memperalat Tuanku
Regen sahabat rakyat Kerinci sendiri. Dibawah ancaman dan dengan sangat
terpaksa Tuanku Regen ikut bersama rombongan serdadu Belanda menuju Kerinci, pada
dasarnya Sultan itu juga tidak mengatahui peta dan jalan untuk memasuki Alam
Kerinci, Tuanku Regen yang dalam posisi serba salah akihirnya memiih cara
dengan mengundang melalui surat yang ditujukan kepada para Depati Empat Delapan
Helai Kain, Tuanku Regen mengundang para Depati untuk mengambil garam dengan
cuma cuma sebagai tanda persahabatan diantara mereka.
Para Depati yang menerima surat itu menyambut baik kedatangan surat dari
seorang sahabat, apalagi mereka akan mendapat hadiah garam dan kebutuhan lainnya dengan cara cuma cuma
Para depati akhirnya sepakat mengutuskan 3 orang Depati untuk memenuhi undangan Tuanku Regen, sedangkan depati
depati yang lain tidak dapat memenuhi undangan dengan alasan mengantispasi jika
ada serangan dari pihak Belanda, utusan para Depati yang datang memenuhi undangan Tuanku Regen adalah: Depati Sirah
Mato dari Seleman, Depati Terawang Lidah dari Rawang dan Depati Sungai Penuh
dari Sungai Penuh, pihak Belanda jauh jauhari telah mengatur siasat untuk menjebak
utusan Depati alam Kerinci.
Setelah beramah tamah dan menerima hadiah hadiah dari Tuanku Regen yang
bernama Sultan Rusli gelar Mohammadsyah, maka ketiga orang Depati bersama
rombongan pengiring kembali pulang ke Kerinci, Saat ketiga orang Depati
kembali ke Alam Kerinci, dibelakangnya secara diam mengikut pasukkan serdadu Belanda,Belanda pun
ikut memaksa Tuanku Regen ikut ke Kerinci, yang sebenarnya dalam hati kecil
Tuanku memberontak, Tuanku tak tega melihat sahabatnya penduduk di Kerinci
diserang Belanda, dibawah ancaman akhirnya Tuanku Regen terpaksa mengikuti
kehendak Belanda.
Di Daerah Tapan saat sedaang istirahat secara diam diam Tuanku Regen
menyuruh dua orang pedagang Kerinci untuk mendahului pasukkan Belanda dan
menyampaikan pesan supaya membiarkan Belanda memasuki Kerinci, setelah memasuki
wilayah Kerinci baru Belanda di kepung
bersama sama dari semua jurusan, Namun pesan itu tidak pernah sampai karena
Belanda memerintahkan agar para pedagang berangkat bersama sama menuju Kerinci,mereka
di gunakan sebagai penunjuk jalan dan dimanfaatkan sebagai Tameng alat
pertahanan Belanda jika terjadi serangan secara tiba tiba, Belanda juga
khawatir dan takut pedagang Kerinci itu akan membocorkan rencana serangan
Belanda terhadap penduduk Kerinci.
Di daerah Koto Limau Sering sekitar 17 km sebelah barat Sungai Penuh, pasukan
Belanda mendapat gempuran sangat hebat dari hulubalang hulubalang dan pejuang
Kerinci. Dalam pertempuran hebat itu banyak korban yang berjatuhan dari kedua
belah pihak,pada saat itu pihak Belanda sudah merasa kewalahan dalam menghadapi
gempuran pejuang Kerinci, dalam keadaan darurat tiba tiba secara sangat terpaksa
Tuanku Regen muncul mengibarkan Bendera sebagai isyarat agar pertempuran
diakhiri, melihat Tuanku Regen muncul secara mendadak membuat pejuang Kerinci menghentikan serangan
terhadap Belanda.
Dengan pertimbangan yang mengibarkan Bendera dan meminta menghentikan
pertempuran adalah seorang sahabat, maka pejuang Kerinci secara spontan
menghentikan serangan,para pejuang teringat pada perjanjian di Bukit Sitinjau
laut antara Kerinci, Indrapura dan Jambi sebuah perjanjian persahabatan yang
harus di junjung tinggi semua pihak dan tidak boleh di khianati. Merasa
berhasil memperalat Tuanku Regen, Belanda dengan leluasa melanjutkan perjalan
menuju Sekungkung, kedatangan Belanda di sambut gigih para pejuang dan Rakyat, akan
tetapi perjuangan itu dapat dipatahkan oleh Belanda, serangan selanjutnya
diarahkan ke Belui, Kemantan, Koto Lanang dan berakhir di Rawang, perlawanan
perlawanan yang dilakukan rakyat di dusun dusun
dapat di patahkan oleh serdadu Belanda, dan di Hamparan Besar tanah
Rawang dijadikan sebagai Markas pertahanan Belanda,penyeranngan dilanjutkan ke
Siulak, rakyat Siulak dengan gigih berusaha menghadang ekpansi Belanda, namun
mereka kalah senjata.
Didaerah Kerinci bagian Hulu tercatat nama nama pejuang antara lain H.A.
Rahman dan H. Mahmud di Kemantan, Haji Sutan Taha Rio Bidi dan Imam berkat dari
Belui, Depati Mat Syarif dari Sekungkung, H.M. Yunus, H. Bagindo Sutan Depati
Kebalo Sembah, H. Manin Depati Negaro Negeri, Ijung Pajina dan H. Muhammad dari
Semurup.
Setelah berhasil melumpuhkan perlawanan rakyat di bagian hulu Kerinci, maka
pihak Belanda melanjutkan serangan ke daerah Kerinci Hilir, di daerah Hiang
para depati dan rakyat membuat Benteng Pertahanan dari Bambu. Di daerah ini
pejuang Kerinci di pimpin oleh H. Siam Depati Atur Bumi, sementara H. Sudin
pimpinan Hulubalang dari Tanjung Tanah bersama 20 orang pasukan Hulubalang
ditugaskan untuk mengintai musuh di sepanjang Sungai Batang Sangkir, sebelum
memasuki wilayah Adat Hiang.
Belanda dengan menggunakan Perahu menyusuri Sungai Batang Sangir, di daerah
ini pertempuran berlansung dengan sengit, sejumlah korban berjatuhan dari kedua
belah pihak berjatuhan. Perlawanan yang tidak seimbang membuat pasukan H. Sudin
tinggal 12 orang, pasukan H. Sudin terpaksa mundur ke Hiang dan bergabung
dengan pasukan H. Siam. Belanda berhasil menghancurkan dan menembus benteng
bambu di Hiang, melihat Benteng behasil dimasuki Belanda maka pasukan H. Siam
memilih mundur ke Sanggaran Agung, pasukan Belanda mendapat tambahan serdadu
dan persenjataan dari arah Temiai terus mendesak pejuang yang terus melakukan
perlawanan, Pasukan serdadu Belanda berhasil menduduki Sanggaran Agung dan
menjadikan Sanggaran Agung sebagai Markas Besarnya se alam Kerinci, dari
Sanggaran Agung Belanda mengatur Strategi dan berhasil menaklukkan daerah
daerah disekeliling Danau Kerinci seperti Tanjung Batu, Pengasi dan Jujun.
Wah mantap jugo sejarah perjuangan pahlawan sakti di kerinci yo bang, bang maaf kalau boleh tau di serampas apo namo dusun yg banyak ngajari ilmu ke bathinan nyo bang, masih byk dak daerah kito serampas yg sakti macam tu bang.from anak nipah panjang ilir jambi thank's bang
BalasHapusWah mantap jugo sejarah perjuangan pahlawan sakti di kerinci yo bang, bang maaf kalau boleh tau di serampas apo namo dusun yg banyak ngajari ilmu ke bathinan nyo bang, masih byk dak daerah kito serampas yg sakti macam tu bang.from anak nipah panjang ilir jambi thank's bang
BalasHapusterima kasih iriono telah berkunjung ke blog saya yg sederhana.
Hapusserampas merupakan nama sebuah marga dari Lima desa yg ada di pelosok Kab. Merangin dan berada dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Lima desa itu yakni Renah Kemumu, Renah Alai, Lubuk Mantilin, Tanjung Kasri, dan Koto Rawang.