Minggu, 08 Juni 2014

PERJUANGAN RAKYAT KERINCI DIPIMPIN DEPATI PARBO (BAGIAN 3)


 BERIKUT KISAH PERLAWANAN RAKYAT KERINCI MELAWAN BELANDA (1903-1906)

      Perang di Ranah Manjuto
Pertempuran di kawasan Ranah Manjuto dalam catatan sejarah perjuangan rakyat alam Kerinci dalam menghadapi imprealis Belanda tercatat sebagai awal perjuangan rakyat Kerinci mengangkat senjata dalam menghadapi imprealis Belanda. Pasukan Belanda yang bermarkas di Muko-muko dengan bantuan Belanda yang berada di Indrapura dengan 120 orang serdadunya yang dipimpin Kapten Bolmar memasuki kawasan kubu kubu pertahanan yang dibangun Belanda  sebelah utara Ranah Manjuto, kabar kedatangan Belanda  yang telah memasuki Ranah Manjuto didengar oleh para hulubalang hulubalang dan tokoh adat di daerah Lempur dan Lolo, dengan semangat anti penjajah para hulubalang yang hanya berjumlah 12 orang berjaga jaga di Renah Manjuto mengintai kedatangan serdadu Belanda, sebelumnya pihak Belanda pernah membangun pilar pilar dan Pos untuk memantau dan bertahan di renah Manjuto, pilar pilar dan Pos ini telah dihancurkan oleh para pejuang di Lolo dan lempur yang dipimpin oleh Depati Parbo.

Panglima Perang Depati Parbo membuat kesepakatan dengan Depati Agung dari Lempur untuk mempersiapkan para Hulubalang hulubalangnya untuk menghadapi dan melakukan perlawanan hingga tetes darah penghabisan melawan Belanda yang nekat memasuki wilayah Adat Alam Kerinci, Depati Parbo memimpin lansung penyerangan menghadapi serdadu Belanda yang jumlahnya tidak berimbang, Belanda mengirimkan 120 Serdadu yang lengkap dengan persenjataan modern, dilain pihak Depati Parbo hanya memiliki 12 orang Hulubalang tangguh.

Perjalanan yang cukup melelahkan melewati hutan belantara yang lebat serta tantangan alam yang keras tidak menyurutkan tekat dan semangat Depati Parbo dan para Hulubalang hulubalangnya, setelah melewati perjalanan panjang yang melelahkan dan menyeberangi Sungai Batang Manjuto pasukkan beristirahat dan sebagian mempersiapkan makanan sore, beberapa orang Hulubalang tertidur karena kelelahan, tanpa di duga pasukan Belanda telah sampai dilokasi yang sama, melihat kehadiran seratusan serdadu Belanda, para Hulubalang yang telah terkepung oleh pasukan serdadu Belanda melakukan perlawanan yang gigih 50 orang serdadu Belanda termasuk beberapa orang opsir dan Perwira Belanda tewas mengenaskan bersimbah darah ditikam keris para Hulubalang, 2 orang Hulubalang ikut tewas di tembak pasukan Belanda.

Dalam keadaan kritis dan terdesak Panglima Perang Depati Parbo menunjukkan watak kejuangan yang kental. meski dengan hanya sebilah keris Depati Parbo mampu memukul mundur pasukan Belanda yang telah tercerai berai menuju Ipuh tempat markas induk pasukkan serdadu Belanda, Depati Parbo yang disebut sebut memiliki ilmu kebatinan  yang tinggi berhasil menewaskan puluhan serdadu Belanda, pertempuran di Renah Manjuto berlangsung selama 3 hari.

Catatan sejarah menyebutkan ada 12  orang  anggota pasukan inti Hulubalang yang dipimpin Panglima Perang Depati parbo, para Hulubalang yang terkenal  tangguh dan perkasa itu adalah: Depati Agung, M. Judah gelar Depati Santiudo Pamuncak Alam, H. Syukur, Depati Nali, Seruan, Depati H. Mesir, H. Ilyas, Mat Pekat, H. Yasin, Seman Gelar Depati Nyato Negaro, dua orang hulubalang lainnya yang tewas di medan peperangan di Renah Manjuto hingga saat ini penulis belum meperoleh identitas nama hulubalang pahlawan yang tak dikenal.

Keberhasilan Depati Parbo dalam memukul mundur pasukan Belanda tersebar luas dikalangaan para hulubalang hulubalang se alam Kerinci, Nama besar dan keberanian Depati Parbo menjadi sumber inspirasi para hulubalang dan pejuang  se alam Kerinci untuk bersatu berjuang bersama Depati Parbo untuk mengusir Imprealis Belanda, Para hulubalang menyadari bahwa untuk menghadapi musuh yang jumlahnya besar dengan persenjataan lengkap  tidak ada jalan lain kecuali bersatu padu, peristiwa pertempuran di Renah Menjuto merupakan pengalaman yang paling berharga bagi para pejuang untuk melanjutkan pertempuran melepaskan Belenggu penjajahan.

Bagi Belanda kekalahan di Renah Menjuto merupaan tamparan keras yang sangat memalukan, 12 orang hulubalang mampu menewaskan 50 orang Belanda dan mampu memukul mundur 70 orang serdadu Belanda yang bersenjata lengkap. Kekalahan telak ini menbuat pihak Belanda berpikir ulang untuk menerobos benteng pertahanan rakyat dan pejuang alam Kerinci, ternyata tidak mudah bagi Belanda untuk memasuki dan menjajah bumi alam Kerinci, pengalaman Renah Manjuto kembali di evaluasi, para pemimpin tentara Belanda kembali melakukan perencanaan yang lebih matang dan menyusun kekuataan untuk kembali melanjutkan pertempuran menghadapi Hulubalang hulubalang Alam Kerinci yang tungguh.

Sejak pertempuran di Renah Manjuto terjadi selama 4 bulan Belanda melakukan persiapan untuk melakukan penyerangan, Gubernur Jenderal Van Meues yang berkedudukan di Batavia, mengirim surat kepada Gubernur J. Valot  di Padang. Surat tersebut diteruskan kepada Asisten Residen J. Engel di Painan. Dari Painan surat dari Gubernur Jenderal Van Meues diteruskan kembali oleh J. Engel kepada Komendur H.K. Manupasya di Indrapura, selanjutnya surat tersebut diberikan pula Tuanku Regen Indrapura, bernama Sutan Rusli Gelar Mohamadsyah.

Isi surat itu pada intinya adalah agar Tuanku Regen untuk menganjurkan kepada rakyat Kerinci, terutama kepada para Depati selaku penguasa di daerah/dusun dusun  itu agar menerima kehadiran bangsa Belanda dengan cara baik baik oleh rakyat Kerinci, Belanda dengan taktik bujuk rayu dan tipu muslihat menjanjikan bila Belanda diterima dengan baik oleh penduduk Alam Kerinci, maka hak hak  kesultanan Tuanku Regen akan di kembalikan, bahkan Belanda menjanjikan akan membangun sebuah Istana untuk Sultan Mohamadsyah di Kerinci, dan Belanda meng iming imingkan Tuanku Regen akan memperluas Pemerintahan Sultan meliputi daerah Alam Kerinci sampai kedaerah Bandar Sepuluh, dan semua hasil Negeri dan hutan, laut dan sawah akan diberikan kepada Sultan,dan Belanda juga mengobral janji akan memberikan gaji kepada Sultan sebesar F.2000,- setiap bulan.

Janji dan bujuk rayuan Belanda tidak mampu menggoyahkan kesetian Sutan Rusli Gelar Mohammadsyah, bahkan beliau sempat naik pitam dan dengan suara lantang  Sutan Rusli gelar Mohammadsyah mengatakan “sekali–kali saya tidak akan mengakui Alam Kerinci dimasuki Belanda, sebab nenek moyang saya dan nenek moyang orang Kerinci telah mengikat janji dan telah bersumpah di Bukit Sitinjau Laut, bahwa tidak boleh menohok kawan seiring, atau menggunting dalam lipatan, dengan arti kata tidak boleh mengkhinati perjanjian itu. Perjanjian tersebut belum di rubah sampai sekarang, bahkan tidak pernah berubah untuk selama lamanya”

Dengan penuh rasa kecewa, Asisten Residen J. Enggel melaporkan hasil penolakkan Sutan Rusli Gelar Mohamadsyah kepada Gubernur Jenderal di Batavia dan Gubenrur J. Valot di Padang. Tidak puas atas laporan yang disampaikan oleh bawahannya, maka Gubernur Jenderal pada bulan Oktober 1902 kembali memerintahkan Tuanku Regen melakukan tugasnya ke Kerinci, dengan sebuah ancaman jika Tuanku menolak perintah, maka Belanda akan memberi sangsi hukuman dibuang ke Ternate bersama seluruh keluarganya, ancaman itu diikuti dengan berlabuhnya Kapal Perang “Kondar” di Muara Sakai (sebuah Pelabuhan Samudera  zaman Belanda di Indrapura).

Mendapat ancaman itu, maka Tuanku Regen mengutuskan Putranya bernama  Sultan Iradat bersama 17 orang Hulubalang untuk menemui lansung para Depati di Alam Kerinci, dengan menempuh perjalanan jalan kaki sepanjang 97 Km dan memakan waktu 5 hari perjalanan dari Inderapura akhirnya rombongan Sultan Iradat sampai di Kerinci, perjalanan di teruskan  hingga ke Rawang Pada masa itu sudah menjadi sebuah tradisi bagi pemangku adat di dan rakyat Kerinci untuk melakukan  penyambutan secara kebesaran adat apabila ada kunjungan pembesar  pembesar yang datang baik dari Minangkabau, Indrapura maupun dari pembesar dari Jambi. Demikian juga dengan Sultan Iradat dan 17 orang Hulubalang dari Indrapura juga disambut secara kebesaran adat oleh  Depati Empat Delapan Helai Kain  di Hamparan Besar tanah Rawang dengan mengibarkan bendera adat disepanjang jalan yang dilalui serta mempersembahkan aneka kesenian dan kebudayaan alam Kerinci.

Selesai acara penyambutan yang didahului dengan “Perno” adat, akhirnya para Depati mempersilahkan utusan Indrapura untuk menyampaikan maksud dan tujuan datang ke alam Kerinci, dan para utusan Tuanku Regen menyampaikan pesan  dari Pemerintah Belanda berikut dengan ancaman ancaman yang disampaikan Belanda terhadap Tuanku Regen. Setelah mendengar dengan cermat dan seksama isi pesan yang disampaaikan oleh Belanda melalui utusan tuanku Regen,akhirnya dengan kemufakatan dan kesepakatan bersama secara adat, para Depati Depati menanggapi pesan itu dengan menyampaikan kembali jawaban “Pesan telah kami terima, tetapi kami tidak akan membiarkan Belaanda datang dan menjajah tanah Kerinci ini,”. Demikian jawaban dari para Depati Empat Delapan Helai Kain, yang bertekat untuk mempertahankan daerah Kerinci sampai tetes darah penghabisan, Depati meminta agar para utusan itu menyampaikan tekat tersebut kepada Tuanku Regen, selaku sahabat yang telah terbina dan terjalin sejak  zaman nenek moyang.

Akhirnya Tuanku Regen menyampaikan tekat itu kepada pihak Belanda di Batavia dan Padang, pihak Belanda yang menerima kebulatan Tekat itu dengan licik kembali mengatur siasat setelah terlebih dahulu mempelajari pengalaman pahit bertempur di Renah Manjuto bulan Mei 1902, Belanda dengan strateginya kembali menukar siasat, mereka tidak lagi menyerang Kerinci dari satu jurusan tetapi melakukan serangan dari tiga jurusan,yakni dari Muko-muko, dari Indrapura dan dari Bangko, yang dari Muko Muko tidak lagi melewati Renah Menjuto akan tetapi dialihkan melewati Serampas-Sungai Tenang.

Menurut Belanda pasukan dikerahkan dari Bangko dengan pertimbangan karena perlawanan Pejuang Jambi Sultan Thaha telah mulai mengendur. Serdadu Belanda yang berada di Indrapura belum memahami peta wilayah/jalan menuju Kerinci, Belanda kembali menggunakan otak liciknya dengan memperalat Tuanku Regen sahabat rakyat Kerinci sendiri. Dibawah ancaman dan dengan sangat terpaksa Tuanku Regen ikut bersama rombongan serdadu Belanda menuju Kerinci, pada dasarnya Sultan itu juga tidak mengatahui peta dan jalan untuk memasuki Alam Kerinci, Tuanku Regen yang dalam posisi serba salah akihirnya memiih cara dengan mengundang melalui surat yang ditujukan kepada para Depati Empat Delapan Helai Kain, Tuanku Regen mengundang para Depati untuk mengambil garam dengan cuma cuma sebagai tanda persahabatan diantara mereka.

Para Depati yang menerima surat itu menyambut baik kedatangan surat dari seorang sahabat, apalagi mereka akan mendapat hadiah garam  dan kebutuhan lainnya dengan cara cuma cuma Para depati akhirnya sepakat mengutuskan 3 orang Depati untuk memenuhi  undangan Tuanku Regen, sedangkan depati depati yang lain tidak dapat memenuhi undangan dengan alasan mengantispasi jika ada serangan dari pihak Belanda, utusan para Depati yang datang memenuhi  undangan Tuanku Regen adalah: Depati Sirah Mato dari Seleman, Depati Terawang Lidah dari Rawang dan Depati Sungai Penuh dari Sungai Penuh, pihak Belanda jauh jauhari telah mengatur siasat untuk menjebak utusan Depati alam Kerinci.

Setelah beramah tamah dan menerima hadiah hadiah dari Tuanku Regen yang bernama Sultan Rusli gelar Mohammadsyah, maka ketiga orang Depati bersama rombongan pengiring kembali pulang ke Kerinci, Saat ketiga orang  Depati  kembali ke Alam Kerinci, dibelakangnya secara diam  mengikut pasukkan serdadu Belanda,Belanda pun ikut memaksa Tuanku Regen ikut ke Kerinci, yang sebenarnya dalam hati kecil Tuanku memberontak, Tuanku tak tega melihat sahabatnya penduduk di Kerinci diserang Belanda, dibawah ancaman akhirnya Tuanku Regen terpaksa mengikuti kehendak Belanda.

Di Daerah Tapan saat sedaang istirahat secara diam diam Tuanku Regen menyuruh dua orang pedagang Kerinci untuk mendahului pasukkan Belanda dan menyampaikan pesan supaya membiarkan Belanda memasuki Kerinci, setelah memasuki wilayah  Kerinci baru Belanda di kepung bersama sama dari semua jurusan, Namun pesan itu tidak pernah sampai karena Belanda memerintahkan agar para pedagang berangkat bersama sama menuju Kerinci,mereka di gunakan sebagai penunjuk jalan dan dimanfaatkan sebagai Tameng alat pertahanan Belanda jika terjadi serangan secara tiba tiba, Belanda juga khawatir dan takut pedagang Kerinci itu akan membocorkan rencana serangan Belanda terhadap penduduk Kerinci.

Di daerah Koto Limau Sering sekitar 17 km sebelah barat Sungai Penuh, pasukan Belanda mendapat gempuran sangat hebat dari hulubalang hulubalang dan pejuang Kerinci. Dalam pertempuran hebat itu banyak korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak,pada saat itu pihak Belanda sudah merasa kewalahan dalam menghadapi gempuran pejuang Kerinci, dalam keadaan darurat tiba tiba secara sangat terpaksa Tuanku Regen muncul mengibarkan Bendera sebagai isyarat agar pertempuran diakhiri, melihat Tuanku Regen muncul secara mendadak  membuat pejuang Kerinci menghentikan serangan terhadap Belanda.

Dengan pertimbangan yang mengibarkan Bendera dan meminta menghentikan pertempuran adalah seorang sahabat, maka pejuang Kerinci secara spontan menghentikan serangan,para pejuang teringat pada perjanjian di Bukit Sitinjau laut antara Kerinci, Indrapura dan Jambi sebuah perjanjian persahabatan yang harus di junjung tinggi semua pihak dan tidak boleh di khianati. Merasa berhasil memperalat Tuanku Regen, Belanda dengan leluasa melanjutkan perjalan menuju Sekungkung, kedatangan Belanda di sambut gigih para pejuang dan Rakyat, akan tetapi perjuangan itu dapat dipatahkan oleh Belanda, serangan selanjutnya diarahkan ke Belui, Kemantan, Koto Lanang dan berakhir di Rawang, perlawanan perlawanan yang dilakukan rakyat di dusun dusun dapat di patahkan oleh serdadu Belanda, dan di Hamparan Besar tanah Rawang dijadikan sebagai Markas pertahanan Belanda,penyeranngan dilanjutkan ke Siulak, rakyat Siulak dengan gigih berusaha menghadang ekpansi Belanda, namun mereka kalah senjata.

Didaerah Kerinci bagian Hulu tercatat nama nama pejuang antara lain H.A. Rahman dan H. Mahmud di Kemantan, Haji Sutan Taha Rio Bidi dan Imam berkat dari Belui, Depati Mat Syarif dari Sekungkung, H.M. Yunus, H. Bagindo Sutan Depati Kebalo Sembah, H. Manin Depati Negaro Negeri, Ijung Pajina dan H. Muhammad dari Semurup.

Setelah berhasil melumpuhkan perlawanan rakyat di bagian hulu Kerinci, maka pihak Belanda melanjutkan serangan ke daerah Kerinci Hilir, di daerah Hiang para depati dan rakyat membuat Benteng Pertahanan dari Bambu. Di daerah ini pejuang Kerinci di pimpin oleh H. Siam Depati Atur Bumi, sementara H. Sudin pimpinan Hulubalang dari Tanjung Tanah bersama 20 orang pasukan Hulubalang ditugaskan untuk mengintai musuh di sepanjang Sungai Batang Sangkir, sebelum memasuki wilayah Adat Hiang.

Belanda dengan menggunakan Perahu menyusuri Sungai Batang Sangir, di daerah ini pertempuran berlansung dengan sengit, sejumlah korban berjatuhan dari kedua belah pihak berjatuhan. Perlawanan yang tidak seimbang membuat pasukan H. Sudin tinggal 12 orang, pasukan H. Sudin terpaksa mundur ke Hiang dan bergabung dengan pasukan H. Siam. Belanda berhasil menghancurkan dan menembus benteng bambu di Hiang, melihat Benteng behasil dimasuki Belanda maka pasukan H. Siam memilih mundur ke Sanggaran Agung, pasukan Belanda mendapat tambahan serdadu dan persenjataan dari arah Temiai terus mendesak pejuang yang terus melakukan perlawanan, Pasukan serdadu Belanda berhasil menduduki Sanggaran Agung dan menjadikan Sanggaran Agung sebagai Markas Besarnya se alam Kerinci, dari Sanggaran Agung Belanda mengatur Strategi dan berhasil menaklukkan daerah daerah disekeliling Danau Kerinci seperti Tanjung Batu, Pengasi dan Jujun.

3 komentar:

  1. Wah mantap jugo sejarah perjuangan pahlawan sakti di kerinci yo bang, bang maaf kalau boleh tau di serampas apo namo dusun yg banyak ngajari ilmu ke bathinan nyo bang, masih byk dak daerah kito serampas yg sakti macam tu bang.from anak nipah panjang ilir jambi thank's bang

    BalasHapus
  2. Wah mantap jugo sejarah perjuangan pahlawan sakti di kerinci yo bang, bang maaf kalau boleh tau di serampas apo namo dusun yg banyak ngajari ilmu ke bathinan nyo bang, masih byk dak daerah kito serampas yg sakti macam tu bang.from anak nipah panjang ilir jambi thank's bang

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih iriono telah berkunjung ke blog saya yg sederhana.
      serampas merupakan nama sebuah marga dari Lima desa yg ada di pelosok Kab. Merangin dan berada dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Lima desa itu yakni Renah Kemumu, Renah Alai, Lubuk Mantilin, Tanjung Kasri, dan Koto Rawang.

      Hapus