Hj. Fatimah, Srikandi Alam
Kerinci
Dalam setiap periodesasi perjuangan disetiap daerah selalu muncul sosok
tokoh Srikandi yang rela ikut berjuang mengangkat senjata menghadapi musuh.
Pada masa perjuangan kita telah mengenal adanya tokoh pejuang wanita seperti
Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, dan Rohana Kudus. Di Bumi alam Kerinci pada masa
awal perjuangan menghadapi Imprealis Belanda
juga memiliki sosok figur Srikandi yang rela mengorbankan jiwa dan raga untuk
merebut kemerdekaan yang dirampas penjajah Belanda.
Pada masa perjuangan perang Kerinci yang dimulai tahun 1903 seorang Wanita sepupu Panglima Perang Kerinci Depati Parbo. Wanita pemberani bernama Hj. Fatimah. Dengan semangat juang yang menyala terjun kedalam medan peperangan yang telah mengorbankan ribuan jiwa anak anak bangsa. Dalam pertempuran yang terjadi di dusun Lolo dan Lempur, pasukan Belanda yang berjumlah 500 orang berangkat menuju negeri Lolo, disebuah dusun yang bernama Lolo kecil pasukan Hulubalang yang dipimpin Panglima Perang Depati Parbo dengan taktik gerilya telah menunggu pasukkan Belanda yang bergerak maju menuju negeri Lolo, di dusun Lolo Kecil kedatangan Pasukan Belanda disambut Pasukan Depati Parbo dengan gagah berani menghadapi musuh yang bersenjata lengkap. Pertempuran sengit tidak terelakkan, secara jumlah pertempuran cukup berimbang, para pejuang dan penjajah saling hadap berhadapan satu lawan satu, diantara pasukkan Belanda terdapat pasukkan bayaran dari bangsa sendiri, dalam kondisi seperti ini para pejuang tanpa pilih bulu memerangi prajurit Belanda.
Dengan semangat pantang menyerah dan semangat yang menyala Depati Parbo dengan gagah berani mampu menewaskan berlusin lusin Pasukan Belanda dengan tangannya sendiri. Pertempuran di Dusun Lolo kecil berlangsung selama 3 hari siang dan malam, sengitnya pertempuran memaksa para wanita, orang tua dan anak anak di ungsikan kebukit bukit dalam wilayah kubu pertahanan pasukkan pejuang alam Kerinci. Melihat darah para pejuang yang membasahi bumi ranouh alam Kerinci membuat geram seorang wanita asal negeri Lolo, wanita yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Panglima Depati Parbo dengan keberanian yang luar biasa itu bertekat untuk bertempur di dalam medan peperangan dengan menggunakan tangan sendiri. Perempuan pemberani dengan sikap waspada bersenjata Tombak dipintu gerbang dusun Lolo mengintai Pasukan Belanda, saat Tentara Belanda memasuki gerbang Lolo, tanpa di duga oleh Belanda Hj. Fatimah dengan semangat bernyala-nyala dengan hanya menggunakan senjata Tombak menyerang pasukkan Belanda. Keberanian Srikandi wanita Kerinci itu tidak sia sia, dengan tangannya Hj. Fatimah mampu menewaskan 4 orang pasukan Belanda, bahkan seorang Perwira Belanda berpangkat Letnan berhasil ditewaskan dengan tangan Srikandi.
Melihat 4 pasukannya berhasil di tewaskan oleh seorang patriot wanita, membuat pasukkan Belanda menjadi beringas, dengan membabi buta tentara Belanda yang menyaksikan peistiwa itu memuntahkan peluru ke tubuh Srikandi Hj. Fatimah. Karena luka tembakan yang bertubi tubi membuat tubuh gemulai Srikandi wanita itu tersungkur jatuh ketanah gugur sebagai kusuma bangsa, Hj. Fatimah meninggal dunia secara syahid, jenazahnya dimakamkan pemakaman umum keluarga di Dusun Lolo. Peristiwa Srikandi yang mampu menewaskan 4 serdadu Belanda membuat pasukan tentara penjajah Belanda mendidih, seorang wanita mampu menghilangkan sekaligus 4 nyawa pasukkan Belanda.Pasca terbunuhnya 4 serdadu Belanda keadaan semakin memanaskan, dengan membabi buta pasukan Belanda melakukan serangan balasan, puluhan rumah rakyat, lumbung padi dan ternak menjadi korban dan dibakar habis oleh pasukan Belanda.
Kondisi yang semakin memanas membuat Depati Parbo terpaksa mengatur siasat, atas perintah Panglima Perang Depati Parbo para hulubalang dan pasukan pejuang mundur ke kubu pertahanan, sementara serdadu Belanda melanjutkan perjalanan menuju arah Lempur. Di Lempur para pejuang dan hulubalang hulubalang alam Kerinci dibawah kepemimpinan Depati Agung dengan gagah dan perkasa telah menunggu kedatangan pasukkan Belanda yang mengantar nyawa, namun karena jumlah serdadu Belanda terlalu banyak, dan jika dihadapi satu lawan satu pejuang pasti akan kewalahan, dari pada menjadi korban sia sia, maka Depati Agung memerintahkan pasukkan pejuang untuk mundur dan bertahan dalam kubu pertahanan.
Belanda mengira pasukkan pejuang alam Kerinci takut menghadapi tentara Belanda, dan mereka tidak menemukan satu orangpun pejuang berada di dalam dusun,beberapa waktu melepas lelah, akhirnya pasukkan Belanda meninggalkan Dusun Lempur dan balik kanan menuju dusun Pulau Tengah sekitar 12-15 km dari Lempur. Di Pulau tengah keadaan masih siang, para petani dan masyarakat Pulau Tengah saat itu tengah mengerjakan lahan pertanian di persawahan, merasa tidak siap menghadapi Belanda yang bersenjata lengkap, warga Pulau Tengah menyelamatkan diri di balik bukit-bukit menghindari pertumpahan darah dan pengorbanan yang sia sia.melihat suasana masyarakat yang kalang kabut, beberapa orang serdadu Belanda mengejek orang Pulau Tengah dengan mengatakan ”Pulau Tengah istri Lolo” artinya tidak jantan seperti orang Lolo, kata kata sindiran itu sangat menyakitkan hati hulubalang hulubalang Pulau Tengah, dalam hati mereka agaknya mengatakan nanti tunggu saatnya tiba kami akan basmi serdadu Belanda. Dari Pulau Tengah, serdadu Belanda melanjutkan perjalanan ke hamparan Rawang. Beberapa waktu keadaan negeri relatif aman, serdadu Belanda menyangka negeri sudah aman, para hulubalang sudah cerai berai tak sanggup menghadapi Belanda, padahal sesungguhnya para pejuang dipimpin Depati Parbo tengah menyusun strategi dan mengatur siasat untuk melakukan serangan selanjutnya.
Walau keadaan negeri relatif aman dan tidak ada gejolak peperangan, akan tetapi di dalam hati para hulubalang hulubalang Pulau Tengah rasa sakit hati terhadap serdadu Belanda masih membara dan mereka menunggu saatnya untuk membuktikan keberanian Hulubalang dusun Pulau tengah. Setelah menyelesaikan pekerjaan menggarap lahn lahan persawahan, para hulubalang dan para pejuang Dusun Pulau Tengah yang telah menanamkan rasa benci dan dendam terhadap Belanda yang telah memecah belah dan mengganggu ketentraman penduduk, rasa benci dan dendam yang membara membuat urat takut para hulubalang tercerabut dari urat leher.
Para Hulubalang, pemangku adat, alim ulama dan masyarakat telah sepakat untuk bersama sama menghancurkan Belanda yang telah menjadi musuh bersama yang harus di lenyapkan di “ranouh alam Kincai”. Pada waktu bersamaan Depati Parbo sedang bertahan di daerah ulu air Lolo dibawah Gunung Kunyit. Pada suatu hari Depati Parbo dengan melakukan penyamaran sebagai sosok petani turun gunung menemui para hulubalang dan pemimpin perang rakyat Pulau Tengah, Depati Parbo datang untuk memberikan petunjuk dan mengatur siasat serta memberikan dukungan moral dan semangat kepada para pejuang Pulau Tengah untuk berjuang mati matian mempertahankan negeri Pulau Tengah yang merupakan Benteng terakhir dari sejarah perjuangan rakyat alam Kerinci.
H. Ismail seorang ulama terkemuka asal dusun Koto Tuo Pulau Tengah dan dikenal sebagai Imam perang mengomandoi peperangan yang disebut perang Fi Sabilillah mempertahankan agama dan tanah air. Untuk menjaga segala kemungkinan yang bakal terjadi para pejuang membangun 5 buah benteng pertahanan masing masing:
- Benteng pertahanan pertama berada daerah Telaga antara Pulau Tengah-Jujun, benteng ini dibawah pimpinan Bilal Sengak dengan beberapa tokoh pejuang yang siap tempur dan Berani mati.
- Benteng pertahanan di Koto putih dengan hulubalang hulubalang dan Pemuda pilihan dipimpin
- H. Sultan dan didalam Benteng ini terdapat seorang orang tua bernama H. Mat Serak
- Benteng ketiga berada di Lubuk Pagar yang dipimpin oleh H. Husin dibantu Mat Pekat
- Benteng keempat merupakan Benteng pertahanan yang berada di Sungai Buai dibawah kepemimpinan Depati Gayur dan H. Syukur
- Benteng kelima dipimpin seorang wanita bernama Fatimah Jura, Benteng ini berada dipinggir danau merupakan benteng pertahanan wanita. Benteng di Danau dibangun dari bambu yang telah diisi batu dan ditanam rapat disetiap muara. Di Benteng ini semua wanita tanpa kecuali termasuk janda dan gadis harus Bertahan di dalam benteng, kecuali kaum wanita yang memiliki anak usia balita yang diizinkan tinggal didalam dusun.
Di Pulau Tengah dikenal banyak memilki hulubalang hulubalang, diantara
hulubalang yang pemberani terdapat nama nama seperti. H. Mesir, Depati Gento
Menggalo, Depati Mudo, H. Syafri sementara para hulubalang berlatih ilmu
beladiri, sebagian diantara penduduk
Dusun Baru dan KotoTuo Pulau Tengah menggali Lobang sebagai tempat
persembunyian dan tempat perlindungan bagi anak anak dan wanita, lubang-lubang
pengamanan tersebut juga dimanfaatkan untuk lumbung menyimpan perbekalan
makanan.
Beberapa Benteng pertahanan ada yang terbuat dari batu yang diperkuat dengan senjata lenting yang terbuat dari bambu dan dipasang ranjau jebakkan. Negeri Pulau Tengah memang sangat strategis dan merupakan salah satu basis perjuangan dan Gerilya para pejuang dan Hulubalang, dibelakang dusun terdapat bukit-bukit yang penuh dengan hutan lebat, air sungai mengalir bening dicelah bebatuan yang licin. Dihadapan bukit terbentang danau Kerinci, yang jalan jalan di daerah benteng pertahanan saat itu sangat sulit dilewati dan disepanjang areal perbukitan dijaga ketat oleh para hulubalang dan pemuda pejuang yang tangguh.
Negeri Pulau Tengah yang terdiri dari beberapa dusun merupakan kawasan paling strategis bagi para pejuang untuk melakukan perjuangan, para serdadu Belanda dalam berbagai peristiwa peperangan sangat kewalahan dalam menghadapi para hulubalang dan pejuang rakyat Pulau Tengah, tua-muda, pria-wanita yang merasa cukup umur tanpa diperintahkan terjun langsung ke medan peperangan yang secara persenjataan tidak berimbang. Hampir disetiap jalan dan titik vital selalu jaga oleh para hulubalang-hulubalang.
Medan peperangan di kawasan Pulau Tengah sangat menantang,para hulubalang hulubalang dari dusun dusun lain di luar Pulau Tengah yang belum puas menghadapi serdadu Belanda didusun mereakamasing masing, dengan semangat berkobar datang ke Pulau Tengah untuk bergabung bersama hulubalang hulubalang Pulau Tengah berperang menghadapi Belanda yang merupakan musuh bersama yang harus angkat kaki dari bumi alam Kerinci. Pada saat itu penduduk Negeri Pulau Tengah hanya berjumlah 2.000 orang, jumlah ini semakin bertambah dengan kehadiran ratusan hulubalang - hulubalang yang berdatangan dari setiap penjuru dusun di alam Kerinci.
Pembangunan benteng benteng pertahanan di Pulau Tengah berlangsung selama 1 Bulan, setelah merasa cukup kuat Imam perang Pulau Tengah H. Ismail mengirimkan 2 orang utusan untuk menghadap Komandan serdadu Belanda yang bermarkas di Rawang untuk menyampaikan bahwa hulubalang hulubalang dan pejuang pejuang Pulau Tengah menyatakan secara terbuka siap melawan Belanda. Mendengar ucapan 2 orang utusan dari Pulau Tengah, maka Overste Bense mengirim surat kepada pimpinan pejuang di Pulau Tengah yang intinya memerintahkan agar senjata senjata segera di kumpulkan dan diserahkan kepada Belanda, kontan para pejuang dalam suratnya dengan tegas menolak ntuk menyerahkan senjata kepada Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar