Minggu, 08 Juni 2014

PERJUANGAN RAKYAT KERINCI DIPIMPIN DEPATI PARBO (BAGIAN 6)



 Fatimah Jura Wanita Pemberani dari Pulau Tengah
Sejarawan dan Budayawan alam Kerinci, Iskandar Zakaria dan Hj. Aida Rosnan, BA dalam wawancara dengan penulis (2/3/2012 & 7/3/2012) mengemukakan  jika di Lolo wilayah Gunung Raya kita mengenal Srikandi Hajjah Fatimah yang berani mati dalam perjuangan di wilayah Dusun Lolo Gunung Raya, Kerinci juga memiliki seorang sosok wanita pemberani lainnya. Catatan dan keterangan yang penulis himpun mengungkapkan pada peristiwa pertempuran yang terjadi di Pulau Tengah, seorang wanita pemberani dari Pulau Tengah bernama “Fatimah Jura” dengan sekuat tenaga dan semangat yang menyala ia mempertahankan negerinya. Sebagai “Panglima Perang Wanita“ Fatimah Jura tanpa mengenal rasa takut dan dengan taktik strategi yang sempurna ia menyerang pasukan serdadu Belanda. Beberapa serdadu belanda termasuk seorang Letnan Belanda berhasil di bunuh dengan sebilah keris di tangannya. Melihat seorang perwiranya tewas, para serdadu Belanda meningkatkan serangannya secara membabi buta, tanpa rasa prikemanusiaan serdadu Belanda membakar Dusun Baru Pulau Tengah, dan pada saat itu kondisi pertempuran di Dusun Koto Tuo PulauTengah sedang berkecamuk, para pejuang dengan gigih melakukan perlawanan. Pada saat pertempuran meletus, dan Dusun baru dibakar oleh serdadu Belanda, Srikandi Fatimah Jura mengamuk, dan tanpa ampun menyerang musuh.
Srikandi Fatimah Jura dengan sengit memimpin para wanita pejuang lainnya, di tengah - tengah kobaran api dan asap hitam yang mengepul membubung ke angkasa, dari rumah ke rumah  Fatimah Jura memerintahkan kepada laskar pejuang untuk tidak menyerah, bagi Fatimah Jura dalam peperangan hanya ada satu kata “mati sebagai syuhada”. Kemarahan Fatimah Jura semakin memuncak saat ratusan wanita, anak anak  dan orang tua tua yang berlindung di lubang perlindungan hangus terbakar oleh api yang membara, pekikan dan tangisan yang sangat memilukan membuat hati Fatimah Jura semakin mendidih. Pada saat kebakaran para korban tak dapat diselematkan karena sedang terjadi pertempuran sengit antara pejuang dengan serdadu Belanda.
Meski pertempuran seru yang menelan korban jiwa ratusan orang dari pihak Pejuang dan masyarakat Pulau Tengah dan Srikandi Fatimah Jura telah gugur ditembak peluru Belanda, namun  pejuang  dan Panglima Perang  Haji Ismail tetap tidak mau menyerah termasuk beberapa orang Hulubalang-Hulubalang lainnya, para pejuang itu termasuk H. Ismail bersembunyi dari satu rumah ke rumah penduduk lainnya di Dusun Koto Dian, beberapa puluh orang rakyat Pulau Tengah ditangkap dan disiksa Belanda karena mereka tidak bersedia menunjukkan tempat persembunyian para Pejuang termasuk H.Ismail. Seorang Pejuang lainnya H. Sultan dapat diketahui oleh Belanda, saat dikepung oleh Belanda pada salah  satu rumah persembunyiannya, serdau Belanda berusaha untuk menangkap H. Sultan, dengan keris di tangan, H.Sultan Melompat ke luar rumah dan dengan keris terhunus dengan “berselempang semangat”  H. Sultan menyerang serdadu serdadu Belanda, dengan  semangt yang menyala nyala H. Sultan berhasil membunuh para serdadu Belanda, dan iapun akhirnya ikut  gugur ditembak Serdadu Belanda.
Pencarian H. Ismail terus berlanjut, dan  pihak Belanda secara fisik tidak mengenal wajah  H. Ismail, dan rakyat dengan segala resiko yang akan terjadi tetap bertekad untuk melindungi H. Ismail dan tidak akan pernah menunjukkan tempat persembunyian H. Ismail, bahkan beberapa orang hulubalang dengan tegas mengabarkan bahwa H. Ismail telah tewas pada saat Dusun Baru menjadi lautan api, mendengar kabar H. Ismail telah tewas barulah Belanda mengurangi aksi sapu bersih dan mengurang serangan terhadap pejuang, beberapa masyarakat yang mengetahui H. Ismail masih hidup meminta agar H. Ismail turun gunung tidak bergerilya, dan di dusun H. Ismail berubah nama menjadi Haji Abdul Samad, dan sampai beliau wafat pada tahun 1925 pihak Belanda tidak pernah tahu bahwa H. Abdul Samad, sebenarnya adalah H. Ismail yang mereka cari cari selama ini. 
Pada saat pertempuran banyak korban jatuh, akan tetapi rakyat dan Pejuang Pulau Tengah tetap merasa bangga dan puas, karena para pejuang dan rakyat telah membuktikan kepada Belanda  bahwa  rakyat  Pulau Tengah bukanlah orang pencegut, rakyat Pulau Tengah bukanlah “anak betino orang lolo”. Jiwa kesatria hulubalang hulubalang  di Pulau Tengah sangat teruji,mereka dengan gagah berani dan siap mati bertempur tanpa kenal lelah dan menyerah menghadapi serangan musuh,masyarakat tanpa terkecuali bergotong royong mempersiapkan makanan untuk masa setahun pertempuran, kondisi asupan makanan yang cukup membuat para pejuang tak pernah melangkah surut,bagi mereka sekali berarti sudah itu mati untuk membela ibu pertiwi, saat masyarakat mempersiapkan kebutuhan untuk perang,pihak Belanda tidak mengetahui, karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi pertempuran dengan pejuang di dusun dusun lain di luar Pulau Tengah, rakyat Pulau Tengah bersatu padu bergotong royong dan bekerja secara diam diam membangun benteng pertahanan dan menggali lubang lubang perlindungan dibawah tanah,pekerjaan ini dilakukan secara ekstra hati hati dan tak satupun warga di luar Pulau Tengah yang mengetahui pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Tengah.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada pertempuran itu lebih 300 orang serdadu Belanda tewas, sedangkan dari pihak pasukan Pulau Tengah terdapat 31 orang pejuang gugur dimedan juang, diantara yang gugur tersebut termasuk Panglima Perangnya H. Saleh, informasi yang diperoleh sebelum terjun kemedan peperangan H.Saleh terlebih dahulu melakukan shalat dan setelah shalat sunat H. Saleh dengan pekikan “Alloohu Akbar” dengan semangat heroik ia melakukan penyerangan terhadap serdadu Belanda, dengan sebilah Keris ditangan kanan ia mengamuk ditengah tengah serdadu Belanda,beberapa orang sedadu Belanda tewas bermandikan darah akibat tikaman keris H. Saleh, dan iapun gugur di tembak Serdadu Belanda yang bersenjatakan lengkap, meski ia tidak dikenal luas sebagai Panglima Perang, namun masyarakat dan pejuang di Pulau Tengah tetap mengenang jasa dan perjuangan H. Saleh yang gugur sebagai syuhada bangsa.
Perlawanan yang dilakukan oleh Srikandi Fatimah Jura dalam catatan resmi sejarah perjuangan Alam Kerinci tercatat sebagai sosok Panglima Perang wanita yang paling ditakuti oleh pihak Belanda, dengan bersenjatakan sebilah Keris Fatimah Jura berhasil memporak porandakan pihak Belanda, puluhan Serdadu Belanda tewas ditangan nya, bahkan seorang Letnan Belanda tewas bersimbah darah, kedaan ini membuat pihak Belanda menjadi ”Kalap” dan mengamuk diluar batas perikemanusiaan, Serdadu Belanda membakar Dusun Baru,diantara kobaran api Srikandi Fatimah Jura mengamuk melibaskan setiap serdadu Belanda yang ditemuinya,dibawah kobaran api yang menyala nyala dan asap tebal yang menyelimuti langit Pulau tengah Fatimah Jura meneriakkan semangat agar rakyat dan pejuang untuk tidak mengenal kata menyerah, dilain pihak akibat pembakaran yang dilakukan oleh serdadu Belanda menimbulkan kepanikan tersendiri dikalangan wanita, anak anak dan orang orang tua yang berlindung di dalam lubang lubang perlindungan yang dibangun gali dibawah rumah-rumah penduduk.
Kobaran api yang menyala nyala membakar rumah rumah penduduk dan asap tebal menyulitkan  wanita dan anak anak yang berlindung didalam lubang untuk keluar,dan akhirnya  ratusan orang (lebih 300 orang) terutama  wanita, anak anak dan orang tua tewas hangus  terpanggang dibawah reruntuhan lubang lubang perlindungan akibat kebiadaban yang dilakukan serdadu Belanda ,meskipun pada saat kebakaran terjadi para korban berteriak teriak meminta tolong, namun jiwa mereka sulit di selamatkan karena suasana pertempuran berlansung dengan hebat.    
 
Peristiwa Pulau Tengah menjadi Lautan Api dan semangat Heroik para pejuang memiliki kesamaan dengan Peristiwa Bandung Menjadi Lautan Api dan Peristiwa Perlawanan rakyat tanggal 10 November di Surabaya. 
Perjuangan yang menewaskan ratusan rakyat dalam masa satu kali pertempuran terjadi di Pulau Tengah, Kerinci, Propinsi Jambi. Di pihak Belanda korban yang tewas mencapai lebih 300 orang serdadu dalam jangka waktu 6 bulan pertempuran di Pulau Tengah. 
Kisah pertempuran rakyat Pulau Tengah  dan jumlah Korban yang tewas dari kedua belah pihak tercatat sebagai pertempuran paling banyak menimbulkan korban dan berlangsung paling lama sepanjang sejarah perjuangan di alam Kerinci. Pertempuran berlangsung selama 6 bulan. Untuk menduduki Pulau Tengah pihak Belanda telah mengerahkan lebih dari separuh kekuatannya yang ada di alam Kerinci. Pihak Belanda juga mengirimkan bantuan serdadu dan peralatan perang dari Padang, pada saat pertempuran terjadi pasukan yang bermarkas di Rawang  hanya dijaga oleh beberapa serdadu, sebagian besar serdadu yang bermarkas di Rawang di kirim ke  medan pertempuran di Pulau Tengah.
Kisah pertempuran dan perjuangan rakyat Kerinci dalam mengusir Penjajah Belanda juga diwarnai oleh peristiwa penghianatan yang dilakukan oknum penduduk pribumi yang terhasut dan tergiur oleh janji janji manis yang diucapkan oleh Belanda, penghianatan yang tercatat dalam sejarah perjuangan di Alam Kerinci dilakukan oleh Tuangku Regen Indrapura dan beberapa orang oknum penduduk alam Kerinci sendiri. Tembusnya Benteng Batang Sangkir di Hiang, dan runtuhnya benteng benteng di Pulau Tengah antara lain disebabkan oleh faktor penghianatan orang dari dalam sendiri. Belanda dengan akal liciknya membujuk dan merekrut beberapa orang  oknum penduduk Kerinci untuk menjadi mata mata Belanda.
Dalam catatan sejarah (Tambo Alam Kerinci  3; Hal. 113-114) disebutkan ketika Belanda melakukan pertempuran di Pulau Tengah, markas serdadu Belanda di Rawang kurang dijaga oleh serdadu, karena ratusan serdadu Belanda dikirim ke Pulau Tengah. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Ki Marakabeh dari Semurup, ia mengajak beberapa puluh orang pemuda Dusun Semurup untuk menyerang markas Belanda di Rawang, namun rencana Ki Marakabeh menyerang markas Belanda di Rawang tercium oleh Belanda yang mendapat bocoran dari kaki tangan penghianat yang ada di Semurup, beberapa orang pasukan Belanda yang bertahan di Rawang yang jumlahnya tidak terlalu banyak segera melakukan persiapan untuk menangkis serangan pasukan Ki Marakabeh.
Belanda melakukan taktik berlindung  dan bersembunyi  diatas loteng loteng rumah penduduk di dusun Koto Lanang, rombongan Ki Marakabeh dalam perjalanannya ke markas Belanda di Rawang memilih jalan yang melintasi Dusun Koto Lanang. Pada saat rombongan Ki Marakabeh memasuki dusun Koto Lanang, diluar dugaan tiba tiba serdadu Belanda yang telah siap siaga melespaskan tembakan gencar dari loteng rumah ke arah rombongan pejuang Ki Marakabeh. Mendapat serangan mendadak yang tidak di terduga, pasukan Ki Marakabeh berlindung dan berlari berpencar, beberapa orang pasukan Ki Marakabeh gugur di terjang peluru Belanda, Ki Marakabeh dan beberapa puluh orang pengikutnya menyelematkan diri dan kembali ke Semurup, rencana Ki Marakabeh gagal karena telah di bocorkan oleh para penghianat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar