Fatimah Jura Wanita Pemberani dari Pulau Tengah
Sejarawan dan Budayawan alam Kerinci, Iskandar Zakaria dan Hj. Aida
Rosnan, BA dalam wawancara dengan penulis (2/3/2012 & 7/3/2012) mengemukakan
jika di Lolo wilayah Gunung Raya kita mengenal Srikandi Hajjah Fatimah
yang berani mati dalam perjuangan di wilayah Dusun Lolo Gunung Raya, Kerinci
juga memiliki seorang sosok wanita pemberani lainnya. Catatan dan keterangan
yang penulis himpun mengungkapkan pada peristiwa pertempuran yang terjadi di
Pulau Tengah, seorang wanita pemberani dari Pulau Tengah bernama “Fatimah Jura”
dengan sekuat tenaga dan semangat yang menyala ia mempertahankan negerinya. Sebagai
“Panglima Perang Wanita“ Fatimah Jura tanpa mengenal rasa takut dan dengan taktik
strategi yang sempurna ia menyerang pasukan serdadu Belanda. Beberapa serdadu
belanda termasuk seorang Letnan Belanda berhasil di bunuh dengan sebilah keris
di tangannya. Melihat seorang perwiranya tewas, para serdadu Belanda
meningkatkan serangannya secara membabi buta, tanpa rasa prikemanusiaan serdadu
Belanda membakar Dusun Baru Pulau Tengah, dan pada saat itu kondisi pertempuran
di Dusun Koto Tuo PulauTengah sedang berkecamuk, para pejuang dengan gigih
melakukan perlawanan. Pada saat pertempuran meletus, dan Dusun baru dibakar
oleh serdadu Belanda, Srikandi Fatimah Jura mengamuk, dan tanpa ampun menyerang
musuh.
Srikandi Fatimah Jura dengan sengit memimpin para wanita pejuang
lainnya, di tengah - tengah kobaran api dan asap hitam yang mengepul membubung
ke angkasa, dari rumah ke rumah Fatimah
Jura memerintahkan kepada laskar pejuang untuk tidak menyerah, bagi Fatimah
Jura dalam peperangan hanya ada satu kata “mati
sebagai syuhada”. Kemarahan Fatimah Jura semakin memuncak saat ratusan
wanita, anak anak dan orang tua tua yang
berlindung di lubang perlindungan hangus terbakar oleh api yang membara,
pekikan dan tangisan yang sangat memilukan membuat hati Fatimah Jura semakin
mendidih. Pada saat kebakaran para korban tak dapat diselematkan karena sedang
terjadi pertempuran sengit antara pejuang dengan serdadu Belanda.
Meski pertempuran seru yang menelan korban jiwa ratusan orang dari pihak
Pejuang dan masyarakat Pulau Tengah dan Srikandi Fatimah Jura telah gugur
ditembak peluru Belanda, namun pejuang dan Panglima Perang Haji Ismail tetap tidak mau menyerah termasuk
beberapa orang Hulubalang-Hulubalang lainnya, para pejuang itu termasuk H. Ismail
bersembunyi dari satu rumah ke rumah penduduk lainnya di Dusun Koto Dian, beberapa
puluh orang rakyat Pulau Tengah ditangkap dan disiksa Belanda karena mereka
tidak bersedia menunjukkan tempat persembunyian para Pejuang termasuk H.Ismail.
Seorang Pejuang lainnya H. Sultan dapat diketahui oleh Belanda, saat dikepung
oleh Belanda pada salah satu rumah persembunyiannya,
serdau Belanda berusaha untuk menangkap H. Sultan, dengan keris di tangan, H.Sultan
Melompat ke luar rumah dan dengan keris terhunus dengan “berselempang
semangat” H. Sultan menyerang serdadu
serdadu Belanda, dengan semangt yang
menyala nyala H. Sultan berhasil membunuh para serdadu Belanda, dan iapun
akhirnya ikut gugur ditembak Serdadu
Belanda.
Pencarian H. Ismail terus berlanjut, dan
pihak Belanda secara fisik tidak mengenal wajah H. Ismail, dan rakyat dengan segala resiko yang
akan terjadi tetap bertekad untuk melindungi H. Ismail dan tidak akan pernah
menunjukkan tempat persembunyian H. Ismail, bahkan beberapa orang hulubalang
dengan tegas mengabarkan bahwa H. Ismail telah tewas pada saat Dusun Baru
menjadi lautan api, mendengar kabar H. Ismail telah tewas barulah Belanda
mengurangi aksi sapu bersih dan mengurang serangan terhadap pejuang, beberapa
masyarakat yang mengetahui H. Ismail masih hidup meminta agar H. Ismail turun
gunung tidak bergerilya, dan di dusun H. Ismail berubah nama menjadi Haji Abdul
Samad, dan sampai beliau wafat pada tahun 1925 pihak Belanda tidak pernah tahu
bahwa H. Abdul Samad, sebenarnya adalah H. Ismail yang mereka cari cari selama
ini.
Pada saat pertempuran banyak korban jatuh, akan tetapi rakyat dan Pejuang
Pulau Tengah tetap merasa bangga dan puas, karena para pejuang dan rakyat telah
membuktikan kepada Belanda bahwa rakyat
Pulau Tengah bukanlah orang pencegut, rakyat Pulau Tengah bukanlah “anak
betino orang lolo”. Jiwa kesatria hulubalang hulubalang di Pulau Tengah sangat teruji,mereka dengan
gagah berani dan siap mati bertempur tanpa kenal lelah dan menyerah menghadapi
serangan musuh,masyarakat tanpa terkecuali bergotong royong mempersiapkan
makanan untuk masa setahun pertempuran, kondisi asupan makanan yang cukup
membuat para pejuang tak pernah melangkah surut,bagi mereka sekali berarti
sudah itu mati untuk membela ibu pertiwi, saat masyarakat mempersiapkan
kebutuhan untuk perang,pihak Belanda tidak mengetahui, karena pada saat itu
Belanda sedang menghadapi pertempuran dengan pejuang di dusun dusun lain di
luar Pulau Tengah, rakyat Pulau Tengah bersatu padu bergotong royong dan
bekerja secara diam diam membangun benteng pertahanan dan menggali lubang lubang
perlindungan dibawah tanah,pekerjaan ini dilakukan secara ekstra hati hati dan
tak satupun warga di luar Pulau Tengah yang mengetahui pekerjaan yang dilakukan
oleh masyarakat Pulau Tengah.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada pertempuran itu lebih 300 orang
serdadu Belanda tewas, sedangkan dari pihak pasukan Pulau Tengah terdapat 31
orang pejuang gugur dimedan juang, diantara yang gugur tersebut termasuk
Panglima Perangnya H. Saleh, informasi yang diperoleh sebelum terjun kemedan
peperangan H.Saleh terlebih dahulu melakukan shalat dan setelah shalat sunat H.
Saleh dengan pekikan “Alloohu Akbar” dengan semangat heroik ia melakukan
penyerangan terhadap serdadu Belanda, dengan sebilah Keris ditangan kanan ia
mengamuk ditengah tengah serdadu Belanda,beberapa orang sedadu Belanda tewas
bermandikan darah akibat tikaman keris H. Saleh, dan iapun gugur di tembak
Serdadu Belanda yang bersenjatakan lengkap, meski ia tidak dikenal luas sebagai
Panglima Perang, namun masyarakat dan pejuang di Pulau Tengah tetap mengenang
jasa dan perjuangan H. Saleh yang gugur sebagai syuhada bangsa.
Perlawanan yang dilakukan oleh Srikandi Fatimah Jura dalam catatan resmi
sejarah perjuangan Alam Kerinci tercatat sebagai sosok Panglima Perang wanita
yang paling ditakuti oleh pihak Belanda, dengan bersenjatakan sebilah Keris
Fatimah Jura berhasil memporak porandakan pihak Belanda, puluhan Serdadu
Belanda tewas ditangan nya, bahkan seorang Letnan Belanda tewas bersimbah
darah, kedaan ini membuat pihak Belanda menjadi ”Kalap” dan mengamuk diluar
batas perikemanusiaan, Serdadu Belanda membakar Dusun Baru,diantara kobaran api
Srikandi Fatimah Jura mengamuk melibaskan setiap serdadu Belanda yang
ditemuinya,dibawah kobaran api yang menyala nyala dan asap tebal yang
menyelimuti langit Pulau tengah Fatimah Jura meneriakkan semangat agar rakyat
dan pejuang untuk tidak mengenal kata menyerah, dilain pihak akibat pembakaran
yang dilakukan oleh serdadu Belanda menimbulkan kepanikan tersendiri dikalangan
wanita, anak anak dan orang orang tua yang berlindung di dalam lubang lubang
perlindungan yang dibangun gali dibawah rumah-rumah penduduk.
Kobaran api yang menyala nyala membakar rumah rumah penduduk dan asap
tebal menyulitkan wanita dan anak anak
yang berlindung didalam lubang untuk keluar,dan akhirnya ratusan orang (lebih 300 orang) terutama wanita, anak anak dan orang tua tewas
hangus terpanggang dibawah reruntuhan
lubang lubang perlindungan akibat kebiadaban yang dilakukan serdadu Belanda
,meskipun pada saat kebakaran terjadi para korban berteriak teriak meminta
tolong, namun jiwa mereka sulit di selamatkan karena suasana pertempuran
berlansung dengan hebat.
Peristiwa Pulau Tengah menjadi Lautan Api dan semangat Heroik para
pejuang memiliki kesamaan dengan Peristiwa Bandung Menjadi Lautan Api dan
Peristiwa Perlawanan rakyat tanggal 10 November di Surabaya.
Perjuangan yang menewaskan ratusan rakyat dalam masa satu kali
pertempuran terjadi di Pulau Tengah, Kerinci, Propinsi Jambi. Di pihak Belanda
korban yang tewas mencapai lebih 300 orang serdadu dalam jangka waktu 6 bulan
pertempuran di Pulau Tengah.
Kisah pertempuran rakyat Pulau Tengah
dan jumlah Korban yang tewas dari kedua belah pihak tercatat sebagai
pertempuran paling banyak menimbulkan korban dan berlangsung paling lama
sepanjang sejarah perjuangan di alam Kerinci. Pertempuran berlangsung selama 6
bulan. Untuk menduduki Pulau Tengah pihak Belanda telah mengerahkan lebih dari
separuh kekuatannya yang ada di alam Kerinci. Pihak Belanda juga mengirimkan
bantuan serdadu dan peralatan perang dari Padang, pada saat pertempuran terjadi
pasukan yang bermarkas di Rawang hanya
dijaga oleh beberapa serdadu, sebagian besar serdadu yang bermarkas di Rawang
di kirim ke medan pertempuran di Pulau
Tengah.
Kisah pertempuran dan perjuangan rakyat Kerinci dalam mengusir Penjajah
Belanda juga diwarnai oleh peristiwa penghianatan yang dilakukan oknum penduduk
pribumi yang terhasut dan tergiur oleh janji janji manis yang diucapkan oleh
Belanda, penghianatan yang tercatat dalam sejarah perjuangan di Alam Kerinci
dilakukan oleh Tuangku Regen Indrapura dan beberapa orang oknum penduduk alam
Kerinci sendiri. Tembusnya Benteng Batang Sangkir di Hiang, dan runtuhnya
benteng benteng di Pulau Tengah antara lain disebabkan oleh faktor penghianatan
orang dari dalam sendiri. Belanda dengan akal liciknya membujuk dan merekrut beberapa orang oknum
penduduk Kerinci untuk menjadi mata mata Belanda.
Dalam catatan sejarah (Tambo Alam Kerinci
3; Hal. 113-114) disebutkan ketika Belanda melakukan pertempuran di
Pulau Tengah, markas serdadu Belanda di Rawang kurang dijaga oleh
serdadu, karena ratusan serdadu Belanda dikirim ke Pulau Tengah. Kondisi ini
dimanfaatkan oleh Ki Marakabeh dari Semurup, ia mengajak beberapa puluh orang
pemuda Dusun Semurup untuk menyerang markas Belanda di Rawang, namun rencana Ki
Marakabeh menyerang markas Belanda di Rawang tercium oleh Belanda yang mendapat
bocoran dari kaki tangan penghianat yang ada di Semurup, beberapa orang pasukan
Belanda yang bertahan di Rawang yang jumlahnya tidak terlalu banyak segera
melakukan persiapan untuk menangkis serangan pasukan Ki Marakabeh.
Belanda melakukan taktik berlindung
dan bersembunyi diatas loteng
loteng rumah penduduk di dusun Koto Lanang, rombongan Ki Marakabeh dalam
perjalanannya ke markas Belanda di Rawang memilih jalan yang melintasi Dusun
Koto Lanang. Pada saat rombongan Ki Marakabeh memasuki dusun Koto Lanang, diluar
dugaan tiba tiba serdadu Belanda yang telah siap siaga melespaskan tembakan
gencar dari loteng rumah ke arah rombongan pejuang Ki Marakabeh. Mendapat
serangan mendadak yang tidak di terduga, pasukan Ki Marakabeh berlindung dan
berlari berpencar, beberapa orang pasukan Ki Marakabeh gugur di terjang peluru
Belanda, Ki Marakabeh dan beberapa puluh orang pengikutnya menyelematkan diri
dan kembali ke Semurup, rencana Ki Marakabeh gagal karena telah di bocorkan
oleh para penghianat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar