Masjid Tua Pulau Tengah |
Pada awalnya orang Kerinci mulai dari Tamiai sampai Siulak, Negeri sudah aman, tetapi pada batinnya masih belum menyenangkan karena adanya penjajahan Belanda.
Maka
tiap Negeri dan Dusun, Rakyatnya berkumpul ke Pulau Tengah, sehinga dalam tempo
16 hari Dusun Pulau Tengah sudah dibangun benteng dengan batu, cuma yang
terbuka sebelah Danau saja. Tebalnya benteng itu 3 hasta, yang di kepalai oleh
“Depati PANGREBO”
Setelah
mereka siap dengan alat perangnya, maka pada tiap-tiap rumah digali lobang.
Disanalah setiap kepala keluarga menyimpan anak istri dan harta bendanya kecuali
padi yang tertinggal di lumbung.
Kemudian, mereka megirim surat ke Rawang dua Lembar yang isinya sama :
1. Kepada
Kapten Militer
2. Kepada
Tuanku Regent Sultan Muhammadsyah
Dalam surat itu berbunyi :
Menyatakan
bahwa Alam Kerinci dengan Rakyatnya
tidak bertakluk kepada Belanda dan sekalian serdadu yang ada di Rawang, akan
dibunuh mati. Demikian pula kalau Tuanku Regent memihak kepada Belanda akan
dicincang lumat. Diberitahukan kepada Belanda sekalian kami di Alam Kerinci
sudah berkumpul di Pulau Tengah menunggu dalam tempo 3 hari, kalau
Belanda tidak datang, kami akan datang membunuh sekalian Belanda.
Sebaik
mungkin surat ini sudah diterima maka sekalian serdadu siap berjumlah 500
orang, Cuma tinggal menjaga Dusun Rawang 12 orang.
Kontlert
Manupasak dan Regent ikut bersama. Perang
pun di mulai sehingga Belanda terdesak, kalau tidak datang tambahan bantuan
serdadu niscaya Kontlert Belanda dan Regent tinggal nama saja lagi. Perang
Pulau Tengah ini berlangsung selama 3 Bulan, dengan benteng batu sebagai
pertahanannya dan dubalang-dubalangnya nya yang pemberani.
Dalam
Perang Pulau Tengah inilah serdadu Belanda banyak mati. Bala bantuan orang
Kerinci bertambah banyak, ada yang datang dari Kerinci Hulu dan Kerinci Hilir,
semua bantuan itu datang pada malam hari, menyusuri barisan pegunungan.
Maka
pihak Belanda juga tak ketinggalan, datang bantuan serdadu dari Padang sebanyak
1000 orang. Selain Senapan, ada 6 pucuk Meriam. Serdadu ini dikepalai oleh Obos
yang bernama Paner Sten. Bantuan Serdadu dari Jambi juga datang, yaitu serdadu
sisa perang di Tanjung Muara Pasumai sebanyak 600 orang.
Perang
terus berlangsung dengan dahsyat. Meriam terus menembak Benteng pertahanan
rakyat Pulau Tengah selama tiga hari-tiga malam, maka benteng pun roboh. Serdadu
Belanda akhirnya dapat memasuki dusun Pulau Tengah dan kemudian melakukan pembakaran
rumah-rumah penduduk, akhirnya habis rumah-rumah penduduk tersebut, cuma Rangkiang
padi yang tinggal.
Setelah
lima hari lima malam, maka hujan pun turun, api pun padam. Tuanku Regent
memeriksa dusun itu maka di dapati bahwa di tiap-tiap rumah ada lubang yang berisi
mayat-mayat yang bergelimpangan karena telah dilalap api, pada setiap lubang
ada 4, 5, dan 10 mayat yang terdiri dari perempuan dan anak-anak.
Ringkasnya,
selesailah Riwayat Perang Terlama di Kerinci. Kontlert Belanda kembali ke
Indrapura, serdadunya kembali lagi ke Padang. Sedangkan Regent tetap tinggal di
Alam Kerinci bersama St. Gandam dan St. Sidi. Sementara serdadu yang tinggal bersama
Regent lebih kurang 300 orang di Sanggaran Agung. Regent tersebut membuat
jalan-jalan, seperti dari Sungai Penuh - Sanggaran Agung dan dari Sungai Penuh - Semurup.
01
Januari 1905, wakil Pemerintah Sipil dikirim ke Kerinci yaitu Asisten Resident
bernama Van De Bosh bertempat tinggal di Sanggaran Agung karena Sanggaran Agung
adalah Ibukota Kerinci pada saat itu.
Pada
Bulan Maret 1905, Tuanku Regent kembali ke Indrapura setelah lama ditugaskan di
Kerinci.
Pada
tahun 1906, Pangeran Haji Umar yang merupakan anak Sulthan Thaha Syaifuddin, ia
datang dari Jambi, memang terkenal pemberani. Pada saat itu ia datang ke
Kerinci setelah melalui hutan belantara. Pangeran Haji Umar, pada saat perang melawan
penjajah di Jambi, ia sudah terbiasa keluar masuk hutan.
Setelah
terdengar kabar Pangeran Haji Umar tersebut, maka Göövernóór Padang mengirim
serdadu 200 orang ke Kerinci dan singgah dulu di tempat Tuanku Regent Indrapura
untuk minta seorang utusan kepercayaan Regent agar turut serta ke Kerinci
supaya orang Kerinci lemah hatinya dan tidak melakukan perlawanan.
Saudara
tua Regent yang bernama St. Salim gelar St. Sahirullah dan St. Iradat bergabung
dengan serdadu Belanda pergi ke Kerinci. Setelah sampai di Sanggaran Agung,
Asisten Van de Bosh memberi tahu bahwa semasa Pangeran Haji Umar di Kerinci,
serdadu-serdadu Sanggaran Agung tidak berani keluar karena setiap Dusun dan
Mendapo sudah memotong kerbau membuat perjanjian dengan Pangeran Haji Umar, bahwa
Serdadu Belanda yang ada di Kerinci akan dibunuh semuanya dan kemudian akan
terus pergi ke Indrapura untuk membakar dan membunuh Tuanku Regent dan Kontlert.
Belanda
pun sebenarnya sangat kerepotan menghadapi Pangeran Haji Umar dan rakyat
Kerinci. Setelah sekian lama, perlawanan rakyat Kerinci dapat dipatahkan.
Belanda mulai memberikan denda yang sangat besar / hukuman kepada rakyat yang
melakukan perlawanan, baik denda berupa beras, kerbau, uang, dll, sehingga
rakyat bisa kelaparan. Maka atas saran Tokoh Kerinci akhirnya tidak ada lagi
perlawanan dan Pangeran Haji Umar akhirnya melarikan diri ke Malaysia. Namun
ada juga yang mengabarkan beliau tewas di tembak Belanda.
Dan
masih pada tahun 1906, kedudukan Asistent Resident Van de Bosh pindah ke Sungai
Penuh. Pada Tahun 1911, Tuanku Regent diberhentikan oleh Belanda. Itulah bukti
kelicikan Belanda, berbudi baik jika ada maunya. Kata pepatah ; habis manis
sepah dibuang.
Kisah
ini di ambil dari catatan :
1. St. Iradat. Pucuk Adat
Negeri Indrapura.
2. Mmd.
Muhammad Dalil Gelar Sultan Gandamsyah.
3. Mmd.
Chalifah mohd Yusuf.
4. Mmd.
Sab’i M. Ali.
5. Saidina
Muala Latif Indrapura.
Walloohu A’lam.
(Di edit seperlunya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar