Minggu, 08 Juni 2014

PERJUANGAN RAKYAT KERINCI DIPIMPIN DEPATI PARBO (BAGIAN 2)



Sekilas Tentang Depati Parbo,  Panglima Perang Kerinci
Mengutip  Buku Depati Parbo Pahlawan Perang Kerinci yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kerinci Tahun 1972 yang digagas oleh Bupati Kerinci Rusdi Sayuti, BA, Hj. Aida Rosnan, BA menyebutkan alam Kerinci nan elok dan permai dikenal sebagai daerah yang memiliki hawa yang sejuk dengan panorama alamnya yang indah dan menawan, dikaki Gunung Raya tepatnya di dusun (Desa) Lolo dan sekarang dikenal dengan wilayah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci sekitar tahun 1839 telah lahir seorang bayi tampan anak sulung dari hasil pernikahan sepasang pasangan muda  Bimbe  (ayah) dan Kembang (ibu).

Bayi  mungil yang tampan itu oleh kedua orang tuanya diberi nama Kasib, kelak bayi mungil dengan kulit bersih berwarna putih kuning  tumbuh menjadi  anak muda yang  tampan dan menjadi sosok pria dewasa yang perkasa dan dikenal sebagai pria pemberani dan menjadi musuh bebuyutan pasukan penjajah Belanda. Kasib kecil dilahirkan dari keluarga sederhana dan disegani oleh masyarakat dikampung, kelahiran  bayi  mungil Kasib disambut gembira keluarga besar Bimbe  dan  Kembang, disamping tampan dengan kulit yang bersih, ternyata Kasib kecil sejak lahir telah menampakkan tanda tanda keistimewaan, salah satu keistimewaan bawaan lahir Kasib telah memiliki gigi geraham yang berwarna hitam seperti warna besi, disamping itu pada beberapa tempat di tubuhnya terdapat bintik bintik kecil dan tahi lalat berwarna hitam, dan melihat tanda tanda keistimewaan yang ada pada bayi mungil itu, oleh kedua orang tua dan keluarganya nama Kasib sering ditambah nama German Besi.

Kasib adalah putra sulung dan merupakan satu satunya anak laki laki, ia memiliki 3 orang adik perempuan masing masing bernama Bende, Siti Makom dan Likom, sebagai satu satunya anak laki laki dan kakak dari 3 orang adik adik perempuan Kasib sangat dicintai dan disayangi oleh kedua orang tua dan ketiga orang adik adiknya, walau ia adalah satu satunya anak laki laki ia tidak manja, Kasib sejak anak anak hingga menjelang remaja dikenal sebagai sosok anak yang mandiri dan kreatif, dikalangan teman teman sebaya dalam bermainan dan belajar mengaji di surau ia selalu dituakan, sifat kepemimpinan dan keberanian Kasib telah Nampak sejak anak anak, ia dikenal sosok periang dan ramah namun tegas dalam bertindak, hal ini membuat teman sebaya menjadi segan dan menaruh hormat kepada Kasib.

Saat memasuki usia remaja perawakan Kasib terlihat tinggi semampai, bertubuh atletis, kekar dan kuat, walaupun bertubuh atletis dan kekar Kasib tidak menyombongkan diri, pada masa  kecil bila terjadi perkelahian  atau pertengkaran antara satu temannya dengan teman yang lain, Kasib selalu menengahi dan menjadi pelindung, Kasib kecil selalu menjadi teladan dan pemimpin  bermain dalam kelompok teman teman sebaya.

Sejak masih anak anak hingga menjelang remaja Kasib kecil sangat gemar bermain tombak dan pedang, dan salah satu hoby yang paling gemari oleh Kasib adalah olah raga berburu di dalam hutan belantar, kadang kadang ia bersama sama teman teman sebaya melakukan kegiatan berburu, dan tak jarang Kasib si  Pemuda pemberani menyalurkan  hobby  berburunya seorang diri di tengah tengah hutan tak jauh dari ujung dusun Lolo tempat ia tinggal, hampir setiap melakukan  kegiatan berburu Kasib selalu berhasil mendapatkan hewan buruan seperti Napuh, Kancil, Kijang dan Ayam Hutan. Hasil buruan diberikan kepada ketiga orang adik adik perempuaannya, dan tak jarang jika ia mendapatkan hasil buruan yang banyak, ia membagi bagikan kepada  saudara saudaranya yang lain termasuk kepada kawan kawan sepermainan. Saat itu nilai nilai  silaturrahmi dan semangat kebersamaan dan gotong royong masih sangat kental di kalangan penduduk di dusun dusun termasuk di dusun Lolo. 

Seperti  anak anak lain yang sebaya, Kasib rajin belajar di surau di dusun Lolo tempat ia dilahirkan dan menghabiskan masa anak anak hingga memasuki usia remaja, disamping belajar mengaji di mushalla dalam dusun, Kasib seperti teman temannya yang lain juga gemar berolah raga, salah  satu olah raga yang ditekuninya adalah olah raga bela diri, Kasib belajar ilmu bela diri  pencak silat, pada  masa itu berlatih ilmu diri pencak silat dan berguru ilmu kebathinan merupakan sebuah tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Pada masa itu setiap generasi muda di alam Kerinci  ada kecenderungan untuk belajar ilmu agama dan menuntut ilmu silat.

Jika telah menguasai ilmu agama, ilmu silat dan ilmu ke batinan, maka masyarakat dan lingkungan  di dusun sangat segan dan menghormati sosok yang berisi dan berlimu. Pada masa itu jika ada pemuda yang ingin merantau meninggalkan dusun, maka orang itu harus berilmu, dalam pepatah dan istilah pada masa itu disebut ”Belum kurik, belum  menghambur” artinya belum cukup  ilmu belum berani merantau, dan sebagai  anak muda Kasib pun ikut menuntut ilmu agama dan ilmu bela diri.

Tokoh Budayawan alam Kerinci yang telah mengabdikan lebih dari separuh usoanya untuk dunia seni dan Kebudayaan di alam Kerinci Iskandar Zakaria (70 Tahun) kepada penulis  mengemukakan, pada akhir abad ke XVIII atau pada awal  ke XIX, banyak pemuda pemuda dari suku Kerinci yang merantau ke luar daerah alam Kerinci bahkan ada yang merantau hingga ke semenanjung Malaya untuk memperdalam ilmu dan mencari sumber sumber rezeki, bahkan hingga saat ini mereka telah beranak pinak dirantau orang. Pada saat itu  beberapa  pemuda suku Kerinci ada yang merantau ke daerah  bekas wilayah Marga Serampas dan Marga Sungai Tenang (sekarang berada di wilayah Kabupaten Merangin), ke daerah Limun dan Bekas Marga Bathin Pengambang Kecamatan Batang Asai (sekarang berada di wilayah Kabupaten Sarolangun). Umumnya  mereka  merantau untuk berusaha mendulang emas dan menderes karet dan usaha usaha lain disektor pertanian dan perkebunan.

Kasib sebagai anak muda pada saat itu pernah berkunjung  dan  bersilaturahmi ke Batang Asai  sambil “menuntut”  ilmu  agama dan memperdalam ilmu kebatinan pada seorang guru, karena Kasib  pernah berguru dan belajar maka pengetahuan dan pemahaman  dalam bidang agama dan bela diri mengalami kemajuan, pada saat itu ajaran agama Islam telah berkembang cukup pesat di alam Kerinci, namun pengaruh kebudayaan Hindu belum hilang sama sekali. Pada saat Pemuda Kasib melakukan perjalanan ke Batang Asai, Kasib berjumpa dengan seorang pria yang belum pernah ia kenal, kedua sosok pria itu merasa paling berhak menjaga keamanan di wilayah perbatasan alam Kerinci dengan Batang Asai. Konon pada saat itu di sekitar daerah perbatasan sering terjadi tindakan perampasan (Penyamun), karena  mereka berdua belum saling kenal  dan saling menyimpan rasa  curiga, kedua pria yang tak saling mengenal terlibat kontak fisik secara langsung, mereka berdua saling baku hantam, kedua jagoaan berkelahi dan saling serang tanpa kenal lelah, tak ada satupun diantara mereka yang mau menyerah dan mengalah.

Beberapa jam berkelahi tanpa istirahat, dan mereka berdua telah lelah adu fisik, akhirnya ditengah perkelahian yang menyita tenaga dan melelahkan itu, salah satu dari mereka Menyebut memanggil sambil Menyeru (memanggil nama nenek moyang), antara  ada dan tiada terdengar memanggil/menyeru (Nyerau) nama nenek moyang, seruan kecil itu terdengar  ditelinga salah satu dari mereka, akhirnya  setelah mendengar kalimat seruan itu tanpa disadari secara reflek mereka berdua saling berangkulan dengan penuh rasa haru, ternyata mereka berdua berasal dari satu nenek alam Kerinci.

Setelah saling kenal mengenal dan saling memaafkan mereka berdua saling mengikat tali persaudaraan yang nantinya tetap dilanjutkan keturunan masing masing. Lawan tanding Kasib bernama M. Judah Gelar Depati Santiudo Pamuncak Alam atau biasa dipanggil bapak Gulun pria asal dusun Sungai Penuh. Persahabatan dan persaudaraan antara Kasib dengan M. Judah tetap berlanjut. Setelah saling  memperdalam ilmu agama dan  ilmu bela diri mereka berdua melanjutkan perjalan hingga ke Batang Asai, mereka berdua menetap di Batang Asai sambil mencari nafkah mengusahakan  usaha  Mendulang Emas disepanjang aliran Sungai Batang Asai.

Kedua  bersahabat  itu terpaksa harus berpisah. M. Judah tidak terlalu lama tinggal di Batang Asai dan ia meninggalkan Batang Asai menuju kampung halaman leluhurnya di dusun Sungai Penuh, sementara Kasib jatuh cinta pada gadis dusun Batang Asai yang jelita bernama Timah Sahara, dari hasil pernikahan  ini mereka berdua dikaruniai seorang putra bernama Ali Mekah.

Catatan sejarah (buku Depati Parbo Pahlawan  Kerinci, 1972 : 40) dan informasi yang disampaikan oleh Iskandar Zakaria menyebutkan sebelum Kasib ke Batang Asai dan sebelum mengenal M. Judah, ia pernah di undang ke tempat persilatan (Gelanggang) di Hiang Tinggi untuk menyaksikan ajang persilatan yang dipimpin Gundi. Sambil menyaksikan dan memperdalam ilmu persilatan, Kasib juga memperdalam ilmu Tauhid  (Agama Islam) pada Sultan Syarif. Sifat kasib yang rendah hati, penyantun dan selalu riang gembira berdampak pada pergaulan dalam kesehariannya. Kasib di sayang dan dikasihi banyak orang dan hampir disetiap dusun di alam Kerinci Kasib memiliki banyak sahabat dan nantinya pada masa peperangan para sahabat yang sebahagian besar adalah Hulu Balang dalam negeri ini lah yang kelak terlibat secara langsung dalam perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan  alam Kerinci agar terhindar dari Cengkeraman penjajah Belanda.

Di Dusun Tanjung Tanah  Kemendapoan Seleman, Kasib muda menjalin persahabatan dengan seorang pria paruh baya yang lebih tua darinya. Pria itu bernama Supik gelar Depati Suko Barajo seorang pedagang ternak kerbau, Kasib muda juga memiliki bakat dagang, hubungan persahabatan mereka sangat dekat. Kasib juga memiliki teman seperjuangan antara lain Bangkit gelar Haji Bahaudin dari Dusun Lolo, dan Seman pria asal Talang Kemuning.

Pada suatu ketika Kasib pernah menunjukkan keistimewaan yang diberikan oleh Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala kepadanya pada suatu siang di dusun Talang Kemuning, seekor kerbau putus tali menggila dan mengamuk menyeruduk setiap benda yang ditemuinya, ironisnya kerbau yang menggila itu mengamuk, menyeruduk dan menanduk  seseorang warga  hingga tewas, pada saat itu semua orang yang berada di sekitar lokasi kerbau mengamuk  hanya berusaha menghindar untuk menyelamatkan diri dari amukan kerbau menggila.

Tak ada seorang pun yang berani mendekat dan menangkap kerbau jalang yang mengamuk, masyarakat yang menyaksikan salah seorang dari warganya tewas menjadi geram bercampur marah, namun mereka tak kuasa untuk menjinakkan dan menangkap kerbau itu. Pada saat yang kritis dan mencekam  itu pemuda Kasib  yang  melihat ada warga yang tewas di seruduk kerbau tanpa banyak bicara serta merta turun tangan kelapangan berhadapan dengan kerbau yang mengamuk, lewat pertarungan antara kerbau  liar dan seorang anak muda akhirnya dengan keberaniannya Kasib berhasil membuktikan  kekuatan dan kemampuannya dengan berhasil menaklukkan Kerbau Jalang yang mengamuk, Kasib berhasil menahan dan menangkap  dengan tangan tanduk runcing  si Kerbau yang siap  menyeruduk Kasib. Setelah mampu menahan dengan kedua tangannya dari serudukan tanduk runcing kerbau, barulah masyarakat dan hulubalang kampung beramai ramai mengikat kerbau dan selanjutnya membunuh kerbau itu hingga mati.

Sebagai pria yang semakin tumbuh dewasa, Kasib memiliki kebiasaan merantau, sekitar 3-4 tahun (1859-1862) Kasib muda pernah melanglang buana menuntut ilmu hingga ke Rawas,  Sumatera Selatan. Belakangan ketika ia pulang ke tanah kelahirannya, terjadi beberapa perubahan pada diri Kasib, ia menjadi agak pendiam, lebih tenang dan memiliki kharisma tersendiri, terkadang ia sering diminta bantuan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai  penyakit yang diderita oleh penduduk.

Saat berada di daerah Rawas, Sumatera Selatan,  Kasib dipanggil pulang oleh keluarga  dan karib kerabatnya di dusun Lolo, pada saat itu  tahun  1862 dilaksanakan Kenduri Sko (kenduri adat) di dusun Lolo untuk mengangkat para pemangku adat (Depati) untuk menggantikan Depati Depati yang telah meninggal dunia. Para Depati Depati ini ditengah tengah masyarakat adat sangat dibutuhkan untuk mengurus negeri dan mengurus anak batino/anak kemenakan (keluarga batih). Beberapa Depati Depati yang telah uzur pada saat itu menyerahkan tongkat estapet ke Depatian kepada generasi generasi penerus. Menurut adat di alam Kerinci, Depati hilang (wafat) maka di angkat Depati baru, pemuda yang telah memiliki persyaratan, menguasai adat dan cakap serta bijaksana diangkat untuk menjadi pemangku adat (Depati) pada acara Kenduri Sko yang mengharuskan memotong kerbau  seekor, beras seratus dengan mengundang segenap sanak saudara yang berada dalam satu kesatuan wilayah adat.

Di usia  sekitar 23 tahun Kasib yang dikenal cerdas memiliki kharisma, watak kepemimpinan yang menonjol dan memiliki dipilih menjadi Depati pemimpin  dusun Lolo dengan gelar “Depati Parbo“, sebuah gelar adat tertinggi yang di dapat dari gelaran dari pihak  ayahnya ( Bimbe ), dan sejak saat itu resmilah Kasib menyandang gelar pusaka yaitu “Depati Parbo”.

Kasib dengan Gelar “Depati Parbo” saat itu dipercayakan  secara adat  untuk memimpin negeri wilayah adat Dusun Lolo. Selama pemerintahan ditangannya, kehidupan dan suasana negeri Lolo berkembang pesat, kehidupan  masyarakat berjalan harmonis, pemerintahan adat berlansung tertib dan penuh dengan kedamaian. Dalam melaksanakan pemerintahan di dalam negeri Lolo, Depati Parbo dibantu oleh Depati Gento, Depati Kertau Udo, Depati Jajo, Depati Lolo dan Depati Judo.

Suasana kehidupan dusun dusun di alam Kerinci termasuk di dusun Lolo yang damai dengan nuansa yang harmonis mengalami ganguan, tanpa diharapkan tiba tiba Pemerintah Belanda yang telah bercokol di daerah Muko Muko (Bengkulu) dan di daerah Inderapura (Minangkabau) mulai membuat masalah dengan penduduk Kerinci. Imprealis Belanda  berniat untuk menduduki alam Kerinci yang dikenal pada waktu itu sangat kaya dengan hasil pertanian padi sawah dan tanaman Cassiavera dan Kopi dan iklimnya sangat cocok untuk usaha perekebunan  Teh.

Belanda mulai mengatur siasat liciknya dengan  mematai matai alam Kerinci, merasa yakin dapat memasuki Alam Kerinci dengan mudah, Pemerintah Belanda mengirimkan dua orang utusan masing masing Imam Marusa dan Iman Mahdi untuk menemui sekaligus membujuk para Depati Depati agar menerima Belanda untuk bercokol di Alam Kerinci dengan mengedepankan akal bulusnya membujuk rakyat Kerinci agar bersedia bekerja sama dengan Belanda membangun alam Kerinci, akal licik Belanda telah tercium oleh para Depati-Depati dan para Hulu balang negeri di seluruh alam Kerinci, kedatangan utusan Belanda tersebut ditanggapi dingin para Depati Depati yang berenam, para Depati Depati dengan tegas menolak ajakan Belanda untuk bekerja sama, bahkan salah satu dari utusan Belanda di eksekusi hingga tewas di daerah Perbatasan antara Lolo dengan Lempur.

Dengan kejadian itu, maka dimulailah babak baru perjuangan rakyat di Alam Kerinci, Depati Parbo bersama para Hulubalang-Hulubalang dalam negeri se alam Kerinci mulai waspada dan mempersiapkan diri untuk menghadapi segala ancaman dan kemungkinan kemungkinan buruk yang bakal terjadi. Depati Parbo yang dikenal cerdas dan memiliki mata bathin yang tinggi mulai mengadakan serangkaian pertemuan dengan  para Depati-Depati. Bersama sama  para Depati Depati di Lempur dibawah pimpinan Depati Agung dilaksanakan musyawarah untuk membangun benteng pertahanan guna mengantisipasi setiap ancaman dan ganguan dari musuh (Belanda) yang ingin mencengkeramkan kukunya di persada alam Kerinci yang  subur, elok dan permai.

Pada pertemuan itu disepakati untuk membangun pertahanan bersama guna mengantispasi penyerangan yang dilakukan oleh pihak  penjajah Belanda yang licik yang kemungkinan besar Belanda akan memasuki alam kerinci dimulai dari arah Muko Muko. Para Depati Depati dibawah Komando Panglima Perang Depati Parbo mengintruksikan setiap pria dan perempuan  dewasa untuk mengaktifkan ilmu bela diri dan melakukan latihan perang dengan menggunakan pedang dan tombak, khusus bagi kaum wanita mendapat tugas menjadi barisan pengawal negeri dan dusun, para wanita wanita dewasa dilatih menggunakan senjata “sumpit” yang tekah diisi Merica (Lada) yang setiap saat dapat di tiupkan kearah wajah dan  bola mata musuh.

Sejak dilakukan Eksekusi terhadap utusan Belanda yakni Iman Marusa, di setiap waktu sibuk melakukan koordinasi dan menggalang kekuatan  dengan para Pemangku adat, Depati dan para Hulubalang negeri se alam Kerinci, tanpa mengenal lelah Depati Parbo sibuk mengatur pertahanan disetiap negeri, hampir setiap waktu Depati Parbo hilir mudik menemui para Depati, terkadang kemaren pagi Depati Parbo berada di daerah hilir, besok atau lusa Depati Parbo telah berada di Kerinci tengah dan Kerinci mudik, siang Depati parbo bertemu dengan Depati di Seleman atau tanjung tanah, malamnya ia sudah berada di Hiang atau di Pulau Tengah atau Jujun, tujuan tidak lain adalah untuk memperkokoh rasa kekompakkan dan rasa kesatuan dan persatuan dan secara bersama sama menghadapi imprealis Belanda yang nekat untuk menjajah bumi alam Kerinci.

Dalam berjuang Depati Parbo mendapat dukungan dan support penuh dari semua lapisan  pemerintahan adat dan segenap masyarakat di alam Kerinci, para pejuang dan hulubalang secara bersama sama saling bahu membahu menghadapi pertempuran demi pertempuran menghadapi Belanda. Meski telah berjuang  dan telah banyak pejuang yang gugur di medan juang, akhirnya dengan akal licik yang didukung oleh alat persenjataan dan amunisi yang modern dan lengkap akhirnya Belanda berhasil memasuki alam Kerinci meski dengan cara tidak mudah, ratusan prajurit bayaran dan tentara Belanda telah jatuh bergugura dan ratusan  pejuang dan mujahid alam Kerinci telah gugur  dipangkuan  bumi  persada “ranouh alam Kincai” ratusan bahkan ribuan nyawa telah menjadi korban keganasan  imprealis Belanda, darah merah pejuang  mengalir  dan  telah membasahi  bumi  persada alam Kerinci, namun perjuangan tidak pernah menjadi sia sia dan tidak pernah berhenti walau air mata dan darah menggenangi  halaman negeri.

Bersama sama rakyat di Alam Kerinci Depati Parbo melakukan perang gerilya dan  setiap waktu musuh selalu mengintai, perlawanan  dari rakyat terus dilancarkan oleh rakyat di Pulau Tengah, Siulak, Pengasi, Semurup, Hiang, Jujun, Rawang, Pungut, Sungai Penuh, Sanggaran Agung dan hampir disetiap pelosok negeri di alam Kerinci, perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang terinspirasi dan dijiwai oleh semangat juang Depati Parbo.

Sepak terjang Panglima Perang Depati Parbo selalu diawasi dan dimatai matai oleh tentara Belanda, beberapa tipu muslihat dan beberapa kali penyerangan yang dilakukan oleh Tentara Belanda semata mata untuk mematahkan perjuangan Depati Parbo dan  dengan tipu muslihat Belanda berupaya untuk menjebak dan menangkap Depati Parbo, namun berkali kali usaha itu sia sia, Depati Parbo dengan taktiknya yang licin dan strategi gerilya yang jitu mampu mengecohkan Tentara Belanda yang berusaha untuk menangkap Depati Parbo berserta para Hulubalang yang setia mengikuti dan mengawasi Depati Parbo yang dikenal berjiwa patriot dan pejuang sejati. Menurut Pemerintah Belanda, sebelum Depati Parbo ditangkap dan tewas maka api api pemberontakan pemberonttak yang dilakukan oleh Hulubalang Hulubalang dan rakyat di alam Kerinci tidak akan pernah padam.

Saat dilakukan pengejaran dan upaya penangkapan, Depati Parbo melakukan gerilya dan menyingkir di daerah perbukitan dari kejauhan Depati Parbo dengan mata kepala  menyaksikan kebiadaban  Belanda yang melakukan penyerangan dan pembantaian terhadap orang orang yang tidak berdosa. Belanda dengan biadab dan keji menyerang  secara membabi buta dengan senjata meriam dan senjata modern menyerang warga tak berdosa, Belanda degan keji membakar Dusun baru dan menghancurkan benteng benteng pertahanan yang dibangun para  pejuang, bersama rakyat. Dengan raut wajah sedih bercampur  marah Depati Parbo berupaya untuk membangun mental pejuang dan rakyat untuk tidak mengenal kata menyerah. Bersama sama para pejuang dan Hulubalang Hulubalang tetap melanjutkan perjuangan hingga tetes daraan hingga tarikan denyut nafas terakhir, secara bergerilya Depati parbo dan para pejuang melanjutkan perjuangan dengan taktis gerilya dan melakukan  penyerangan saat Belanda lengah.

Dengan politik kotor Devide et Impera, Belanda melakukan berbagai siasat dan jebakkan untuk menangkap Depati Parbo, suatu saat belanda pernah membuju anak angkatnya bernama Jurid untuk menangkap Depati Parbo, lagi lagi siasat licik dan bujuk rayuan Belanda gagal. Sejak belanda menginjak kaki hingga 2 tahun lebih Belanda belum sepenuhnya menguasai alam Kerinci ”Jika Depati Parbo masih bebas jangan harap Belanda merasa nyaman dan aman menduduki alam Kerinci”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar