Sekilas Tentang Depati Parbo, Panglima Perang Kerinci
Mengutip Buku Depati Parbo
Pahlawan Perang Kerinci yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kerinci Tahun
1972 yang digagas oleh Bupati Kerinci Rusdi Sayuti, BA, Hj. Aida Rosnan, BA
menyebutkan alam Kerinci nan elok dan permai dikenal sebagai daerah yang
memiliki hawa yang sejuk dengan panorama alamnya yang indah dan menawan, dikaki
Gunung Raya tepatnya di dusun (Desa) Lolo dan sekarang dikenal dengan wilayah
Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci sekitar tahun 1839 telah lahir seorang
bayi tampan anak sulung dari hasil pernikahan sepasang pasangan muda Bimbe
(ayah) dan Kembang (ibu).
Bayi mungil yang tampan itu oleh
kedua orang tuanya diberi nama Kasib, kelak bayi mungil dengan kulit bersih
berwarna putih kuning tumbuh
menjadi anak muda yang tampan dan menjadi sosok pria dewasa yang
perkasa dan dikenal sebagai pria pemberani dan menjadi musuh bebuyutan pasukan
penjajah Belanda. Kasib kecil dilahirkan dari keluarga sederhana dan disegani
oleh masyarakat dikampung, kelahiran
bayi mungil Kasib disambut
gembira keluarga besar Bimbe dan
Kembang, disamping tampan dengan kulit yang bersih, ternyata Kasib kecil
sejak lahir telah menampakkan tanda tanda keistimewaan, salah satu keistimewaan
bawaan lahir Kasib telah memiliki gigi geraham yang berwarna hitam seperti
warna besi, disamping itu pada beberapa tempat di tubuhnya terdapat bintik
bintik kecil dan tahi lalat berwarna hitam, dan melihat tanda tanda keistimewaan
yang ada pada bayi mungil itu, oleh kedua orang tua dan keluarganya nama Kasib
sering ditambah nama German Besi.
Kasib adalah putra sulung dan merupakan satu satunya anak laki laki, ia memiliki
3 orang adik perempuan masing masing bernama Bende, Siti Makom dan Likom, sebagai
satu satunya anak laki laki dan kakak dari 3 orang adik adik perempuan Kasib
sangat dicintai dan disayangi oleh kedua orang tua dan ketiga orang adik
adiknya, walau ia adalah satu satunya anak laki laki ia tidak manja, Kasib sejak
anak anak hingga menjelang remaja dikenal sebagai sosok anak yang mandiri dan
kreatif, dikalangan teman teman sebaya dalam bermainan dan belajar mengaji di
surau ia selalu dituakan, sifat kepemimpinan dan keberanian Kasib telah Nampak
sejak anak anak, ia dikenal sosok periang dan ramah namun tegas dalam
bertindak, hal ini membuat teman sebaya menjadi segan dan menaruh hormat kepada
Kasib.
Saat memasuki usia remaja perawakan Kasib terlihat tinggi semampai,
bertubuh atletis, kekar dan kuat, walaupun bertubuh atletis dan kekar Kasib
tidak menyombongkan diri, pada masa
kecil bila terjadi perkelahian
atau pertengkaran antara satu temannya dengan teman yang lain, Kasib selalu
menengahi dan menjadi pelindung, Kasib kecil selalu menjadi teladan dan
pemimpin bermain dalam kelompok teman
teman sebaya.
Sejak masih anak anak hingga menjelang remaja Kasib kecil sangat gemar
bermain tombak dan pedang, dan salah satu hoby yang paling gemari oleh Kasib
adalah olah raga berburu di dalam hutan belantar, kadang kadang ia bersama sama
teman teman sebaya melakukan kegiatan berburu, dan tak jarang Kasib si Pemuda pemberani menyalurkan hobby
berburunya seorang diri di tengah tengah hutan tak jauh dari ujung dusun
Lolo tempat ia tinggal, hampir setiap melakukan
kegiatan berburu Kasib selalu berhasil mendapatkan hewan buruan seperti
Napuh, Kancil, Kijang dan Ayam Hutan. Hasil buruan diberikan kepada ketiga
orang adik adik perempuaannya, dan tak jarang jika ia mendapatkan hasil buruan yang
banyak, ia membagi bagikan kepada
saudara saudaranya yang lain termasuk kepada kawan kawan sepermainan. Saat
itu nilai nilai silaturrahmi dan
semangat kebersamaan dan gotong royong masih sangat kental di kalangan penduduk
di dusun dusun termasuk di dusun Lolo.
Seperti anak anak lain yang
sebaya, Kasib rajin belajar di surau di dusun Lolo tempat ia dilahirkan dan
menghabiskan masa anak anak hingga memasuki usia remaja, disamping belajar
mengaji di mushalla dalam dusun, Kasib seperti teman temannya yang lain juga
gemar berolah raga, salah satu olah raga
yang ditekuninya adalah olah raga bela diri, Kasib belajar ilmu bela diri pencak silat, pada masa itu berlatih ilmu diri pencak silat dan
berguru ilmu kebathinan merupakan sebuah tradisi yang dilakukan secara turun
temurun. Pada masa itu setiap generasi muda di alam Kerinci ada kecenderungan untuk belajar ilmu agama
dan menuntut ilmu silat.
Jika telah menguasai ilmu agama, ilmu silat dan ilmu ke batinan, maka
masyarakat dan lingkungan di dusun
sangat segan dan menghormati sosok yang berisi dan berlimu. Pada masa itu jika
ada pemuda yang ingin merantau meninggalkan dusun, maka orang itu harus berilmu,
dalam pepatah dan istilah pada masa itu disebut ”Belum kurik, belum menghambur” artinya belum cukup ilmu belum berani merantau, dan sebagai anak muda Kasib pun ikut menuntut ilmu agama
dan ilmu bela diri.
Tokoh Budayawan alam Kerinci yang telah mengabdikan lebih dari separuh
usoanya untuk dunia seni dan Kebudayaan di alam Kerinci Iskandar Zakaria (70
Tahun) kepada penulis mengemukakan, pada
akhir abad ke XVIII atau pada awal ke
XIX, banyak pemuda pemuda dari suku Kerinci yang merantau ke luar daerah alam
Kerinci bahkan ada yang merantau hingga ke semenanjung Malaya untuk memperdalam
ilmu dan mencari sumber sumber rezeki, bahkan hingga saat ini mereka telah
beranak pinak dirantau orang. Pada saat itu
beberapa pemuda suku Kerinci ada
yang merantau ke daerah bekas wilayah Marga
Serampas dan Marga Sungai Tenang (sekarang berada di wilayah Kabupaten
Merangin), ke daerah Limun dan Bekas Marga Bathin Pengambang Kecamatan Batang
Asai (sekarang berada di wilayah Kabupaten Sarolangun). Umumnya mereka
merantau untuk berusaha mendulang emas dan menderes karet dan usaha
usaha lain disektor pertanian dan perkebunan.
Kasib sebagai anak muda pada saat itu pernah berkunjung dan
bersilaturahmi ke Batang Asai
sambil “menuntut” ilmu agama dan memperdalam ilmu kebatinan pada
seorang guru, karena Kasib pernah
berguru dan belajar maka pengetahuan dan pemahaman dalam bidang agama dan bela diri mengalami
kemajuan, pada saat itu ajaran agama Islam telah berkembang cukup pesat di alam
Kerinci, namun pengaruh kebudayaan Hindu belum hilang sama sekali. Pada saat
Pemuda Kasib melakukan perjalanan ke Batang Asai, Kasib berjumpa dengan seorang
pria yang belum pernah ia kenal, kedua sosok pria itu merasa paling berhak
menjaga keamanan di wilayah perbatasan alam Kerinci dengan Batang Asai. Konon
pada saat itu di sekitar daerah perbatasan sering terjadi tindakan perampasan
(Penyamun), karena mereka berdua belum
saling kenal dan saling menyimpan
rasa curiga, kedua pria yang tak saling
mengenal terlibat kontak fisik secara langsung, mereka berdua saling baku
hantam, kedua jagoaan berkelahi dan saling serang tanpa kenal lelah, tak ada
satupun diantara mereka yang mau menyerah dan mengalah.
Beberapa jam berkelahi tanpa istirahat, dan mereka berdua telah lelah
adu fisik, akhirnya ditengah perkelahian yang menyita tenaga dan melelahkan itu,
salah satu dari mereka Menyebut memanggil sambil Menyeru (memanggil nama nenek
moyang), antara ada dan tiada terdengar
memanggil/menyeru (Nyerau) nama nenek moyang, seruan kecil itu terdengar ditelinga salah satu dari mereka, akhirnya setelah mendengar kalimat seruan itu tanpa
disadari secara reflek mereka berdua saling berangkulan dengan penuh rasa haru,
ternyata mereka berdua berasal dari satu nenek alam Kerinci.
Setelah saling kenal mengenal dan saling memaafkan mereka berdua saling
mengikat tali persaudaraan yang nantinya tetap dilanjutkan keturunan masing
masing. Lawan tanding Kasib bernama M. Judah Gelar Depati Santiudo Pamuncak
Alam atau biasa dipanggil bapak Gulun pria asal dusun Sungai Penuh. Persahabatan
dan persaudaraan antara Kasib dengan M. Judah tetap berlanjut. Setelah
saling memperdalam ilmu agama dan ilmu bela diri mereka berdua melanjutkan
perjalan hingga ke Batang Asai, mereka berdua menetap di Batang Asai sambil
mencari nafkah mengusahakan usaha Mendulang Emas disepanjang aliran Sungai
Batang Asai.
Kedua bersahabat itu terpaksa harus berpisah. M. Judah tidak
terlalu lama tinggal di Batang Asai dan ia meninggalkan Batang Asai menuju kampung
halaman leluhurnya di dusun Sungai Penuh, sementara Kasib jatuh cinta pada
gadis dusun Batang Asai yang jelita bernama Timah Sahara, dari hasil
pernikahan ini mereka berdua dikaruniai
seorang putra bernama Ali Mekah.
Catatan sejarah (buku Depati Parbo Pahlawan Kerinci, 1972 : 40) dan informasi yang disampaikan
oleh Iskandar Zakaria menyebutkan sebelum Kasib ke Batang Asai dan sebelum mengenal
M. Judah, ia pernah di undang ke tempat persilatan (Gelanggang) di Hiang Tinggi untuk menyaksikan ajang
persilatan yang dipimpin Gundi. Sambil menyaksikan dan memperdalam ilmu
persilatan, Kasib juga memperdalam ilmu Tauhid (Agama Islam) pada Sultan Syarif. Sifat kasib yang rendah
hati, penyantun dan selalu riang gembira berdampak pada pergaulan dalam
kesehariannya. Kasib di sayang dan dikasihi banyak orang dan hampir disetiap dusun di alam Kerinci Kasib memiliki banyak sahabat dan
nantinya pada masa peperangan para sahabat yang sebahagian besar adalah Hulu
Balang dalam negeri ini lah yang kelak terlibat secara langsung dalam
perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan
alam Kerinci agar terhindar dari Cengkeraman penjajah Belanda.
Di Dusun Tanjung Tanah
Kemendapoan Seleman, Kasib muda menjalin persahabatan dengan seorang
pria paruh baya yang lebih tua darinya. Pria itu bernama Supik gelar Depati Suko Barajo
seorang pedagang ternak kerbau, Kasib muda juga memiliki bakat dagang, hubungan
persahabatan mereka sangat dekat. Kasib juga memiliki teman seperjuangan antara
lain Bangkit gelar Haji Bahaudin dari Dusun Lolo, dan Seman pria asal Talang
Kemuning.
Pada suatu ketika Kasib pernah menunjukkan keistimewaan yang diberikan
oleh Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala kepadanya pada suatu siang di dusun Talang
Kemuning, seekor kerbau putus tali menggila dan mengamuk menyeruduk setiap
benda yang ditemuinya, ironisnya kerbau yang menggila itu mengamuk, menyeruduk
dan menanduk seseorang warga hingga tewas, pada saat itu semua orang yang
berada di sekitar lokasi kerbau mengamuk
hanya berusaha menghindar untuk menyelamatkan diri dari amukan kerbau
menggila.
Tak ada seorang pun yang berani mendekat dan menangkap kerbau jalang
yang mengamuk, masyarakat yang menyaksikan salah seorang dari warganya tewas
menjadi geram bercampur marah, namun mereka tak kuasa untuk menjinakkan dan
menangkap kerbau itu. Pada saat yang kritis dan mencekam itu pemuda Kasib yang
melihat ada warga yang tewas di seruduk kerbau tanpa banyak bicara serta
merta turun tangan kelapangan berhadapan dengan kerbau yang mengamuk, lewat
pertarungan antara kerbau liar dan
seorang anak muda akhirnya dengan keberaniannya Kasib berhasil membuktikan kekuatan dan kemampuannya dengan berhasil
menaklukkan Kerbau Jalang yang mengamuk, Kasib berhasil menahan dan
menangkap dengan tangan tanduk runcing si Kerbau yang siap menyeruduk Kasib. Setelah mampu menahan
dengan kedua tangannya dari serudukan tanduk runcing kerbau, barulah masyarakat
dan hulubalang kampung beramai ramai mengikat kerbau dan selanjutnya membunuh
kerbau itu hingga mati.
Sebagai pria yang semakin tumbuh dewasa, Kasib memiliki kebiasaan
merantau, sekitar 3-4 tahun (1859-1862) Kasib muda pernah melanglang buana
menuntut ilmu hingga ke Rawas, Sumatera
Selatan. Belakangan ketika ia pulang ke tanah kelahirannya, terjadi beberapa
perubahan pada diri Kasib, ia menjadi agak pendiam, lebih tenang dan memiliki
kharisma tersendiri, terkadang ia sering diminta bantuan oleh masyarakat untuk
mengobati berbagai penyakit yang
diderita oleh penduduk.
Saat berada di daerah Rawas, Sumatera Selatan, Kasib dipanggil pulang oleh keluarga dan karib kerabatnya di dusun Lolo, pada saat
itu tahun 1862 dilaksanakan Kenduri Sko (kenduri adat)
di dusun Lolo untuk mengangkat para pemangku adat (Depati) untuk menggantikan
Depati Depati yang telah meninggal dunia. Para Depati Depati ini ditengah
tengah masyarakat adat sangat dibutuhkan untuk mengurus negeri dan mengurus
anak batino/anak kemenakan (keluarga batih). Beberapa Depati Depati yang telah
uzur pada saat itu menyerahkan tongkat estapet ke Depatian kepada generasi
generasi penerus. Menurut adat di alam Kerinci, Depati hilang (wafat) maka di
angkat Depati baru, pemuda yang telah memiliki persyaratan, menguasai adat dan
cakap serta bijaksana diangkat untuk menjadi pemangku adat (Depati) pada acara
Kenduri Sko yang mengharuskan memotong kerbau
seekor, beras seratus dengan mengundang segenap sanak saudara yang
berada dalam satu kesatuan wilayah adat.
Di usia sekitar 23 tahun Kasib
yang dikenal cerdas memiliki kharisma, watak kepemimpinan yang menonjol dan memiliki dipilih menjadi
Depati pemimpin dusun Lolo dengan gelar
“Depati Parbo“, sebuah gelar adat
tertinggi yang di dapat dari gelaran dari pihak ayahnya ( Bimbe ), dan sejak saat itu resmilah
Kasib menyandang gelar pusaka yaitu “Depati Parbo”.
Kasib dengan Gelar “Depati Parbo” saat itu dipercayakan secara adat
untuk memimpin negeri wilayah adat Dusun Lolo. Selama pemerintahan
ditangannya, kehidupan dan suasana negeri Lolo berkembang pesat, kehidupan masyarakat berjalan harmonis, pemerintahan
adat berlansung tertib dan penuh dengan kedamaian. Dalam melaksanakan
pemerintahan di dalam negeri Lolo, Depati Parbo dibantu oleh Depati Gento, Depati
Kertau Udo, Depati Jajo, Depati Lolo dan Depati Judo.
Suasana kehidupan dusun dusun di alam Kerinci termasuk di dusun Lolo
yang damai dengan nuansa yang harmonis mengalami ganguan, tanpa diharapkan tiba
tiba Pemerintah Belanda yang telah bercokol di daerah Muko Muko (Bengkulu) dan
di daerah Inderapura (Minangkabau) mulai membuat masalah dengan penduduk
Kerinci. Imprealis Belanda berniat untuk
menduduki alam Kerinci yang dikenal pada waktu itu sangat kaya dengan hasil
pertanian padi sawah dan tanaman Cassiavera dan Kopi dan iklimnya sangat cocok
untuk usaha perekebunan Teh.
Belanda mulai mengatur siasat liciknya dengan mematai matai alam Kerinci, merasa yakin
dapat memasuki Alam Kerinci dengan mudah, Pemerintah Belanda mengirimkan dua
orang utusan masing masing Imam Marusa dan Iman Mahdi untuk menemui sekaligus
membujuk para Depati Depati agar menerima Belanda untuk bercokol di Alam
Kerinci dengan mengedepankan akal bulusnya membujuk rakyat Kerinci agar bersedia bekerja sama dengan
Belanda membangun alam Kerinci, akal licik Belanda telah tercium oleh para
Depati-Depati dan para Hulu balang negeri di seluruh alam Kerinci, kedatangan
utusan Belanda tersebut ditanggapi dingin para Depati Depati yang berenam, para
Depati Depati dengan tegas menolak ajakan Belanda untuk bekerja sama, bahkan salah satu
dari utusan Belanda di eksekusi hingga tewas di daerah Perbatasan antara Lolo dengan Lempur.
Dengan kejadian itu, maka dimulailah babak baru perjuangan rakyat di
Alam Kerinci, Depati Parbo bersama para Hulubalang-Hulubalang dalam negeri se
alam Kerinci mulai waspada dan mempersiapkan diri untuk menghadapi segala
ancaman dan kemungkinan kemungkinan buruk yang bakal terjadi. Depati Parbo yang
dikenal cerdas dan memiliki mata bathin yang tinggi mulai mengadakan
serangkaian pertemuan dengan para
Depati-Depati. Bersama sama para Depati
Depati di Lempur dibawah pimpinan Depati Agung dilaksanakan musyawarah untuk
membangun benteng pertahanan guna mengantisipasi setiap ancaman dan ganguan
dari musuh (Belanda) yang ingin mencengkeramkan kukunya di persada alam Kerinci
yang subur, elok dan permai.
Pada pertemuan itu disepakati untuk membangun pertahanan bersama guna
mengantispasi penyerangan yang dilakukan oleh pihak penjajah Belanda yang licik yang kemungkinan
besar Belanda akan memasuki alam kerinci
dimulai dari arah Muko Muko. Para Depati Depati dibawah Komando Panglima
Perang Depati Parbo mengintruksikan setiap pria dan perempuan dewasa untuk mengaktifkan ilmu bela diri dan
melakukan latihan perang dengan menggunakan pedang dan tombak, khusus bagi kaum
wanita mendapat tugas menjadi barisan pengawal negeri dan dusun, para wanita
wanita dewasa dilatih menggunakan senjata “sumpit” yang tekah diisi Merica (Lada)
yang setiap saat dapat di tiupkan kearah wajah dan bola mata musuh.
Sejak dilakukan Eksekusi terhadap utusan Belanda yakni Iman Marusa, di setiap
waktu sibuk melakukan koordinasi dan menggalang kekuatan dengan para Pemangku adat, Depati dan para
Hulubalang negeri se alam Kerinci, tanpa mengenal lelah Depati Parbo sibuk
mengatur pertahanan disetiap negeri, hampir setiap waktu Depati Parbo hilir mudik menemui para Depati, terkadang kemaren
pagi Depati Parbo berada di daerah hilir, besok atau lusa Depati Parbo telah
berada di Kerinci tengah dan Kerinci mudik, siang Depati parbo bertemu dengan
Depati di Seleman atau tanjung tanah, malamnya ia sudah berada di Hiang atau di
Pulau Tengah atau Jujun, tujuan tidak lain adalah untuk memperkokoh rasa kekompakkan
dan rasa kesatuan dan persatuan dan secara bersama sama menghadapi imprealis
Belanda yang nekat untuk menjajah bumi alam Kerinci.
Dalam berjuang Depati Parbo mendapat dukungan dan support penuh dari
semua lapisan pemerintahan adat dan
segenap masyarakat di alam Kerinci, para pejuang dan hulubalang secara bersama
sama saling bahu membahu menghadapi pertempuran demi pertempuran menghadapi
Belanda. Meski telah berjuang dan telah
banyak pejuang yang gugur di medan juang, akhirnya dengan akal licik yang
didukung oleh alat persenjataan dan amunisi yang modern dan lengkap akhirnya
Belanda berhasil memasuki alam Kerinci meski dengan cara tidak mudah, ratusan
prajurit bayaran dan tentara Belanda telah jatuh bergugura dan ratusan pejuang dan mujahid alam Kerinci telah
gugur dipangkuan bumi
persada “ranouh alam Kincai” ratusan bahkan ribuan nyawa telah menjadi
korban keganasan imprealis Belanda,
darah merah pejuang mengalir dan
telah membasahi bumi persada alam Kerinci, namun perjuangan tidak pernah
menjadi sia sia dan tidak pernah berhenti walau air mata dan darah
menggenangi halaman negeri.
Bersama sama rakyat di Alam Kerinci Depati Parbo melakukan perang
gerilya dan setiap waktu musuh selalu
mengintai, perlawanan dari rakyat terus
dilancarkan oleh rakyat di Pulau Tengah, Siulak, Pengasi, Semurup, Hiang,
Jujun, Rawang, Pungut, Sungai Penuh, Sanggaran Agung dan hampir disetiap
pelosok negeri di alam Kerinci, perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang
terinspirasi dan dijiwai oleh semangat juang Depati Parbo.
Sepak terjang Panglima Perang Depati Parbo selalu diawasi dan dimatai
matai oleh tentara Belanda, beberapa tipu muslihat dan beberapa kali
penyerangan yang dilakukan oleh Tentara Belanda semata mata untuk mematahkan perjuangan
Depati Parbo dan dengan tipu muslihat
Belanda berupaya untuk menjebak dan menangkap Depati Parbo, namun berkali kali
usaha itu sia sia, Depati Parbo dengan taktiknya yang licin dan strategi
gerilya yang jitu mampu mengecohkan Tentara Belanda yang berusaha untuk
menangkap Depati Parbo berserta para Hulubalang yang setia mengikuti dan
mengawasi Depati Parbo yang dikenal berjiwa patriot dan pejuang sejati. Menurut
Pemerintah Belanda, sebelum Depati Parbo ditangkap dan tewas maka api api pemberontakan pemberonttak yang dilakukan
oleh Hulubalang Hulubalang dan rakyat di alam Kerinci tidak akan pernah padam.
Saat dilakukan pengejaran dan upaya penangkapan, Depati Parbo melakukan
gerilya dan menyingkir di daerah perbukitan dari kejauhan Depati Parbo dengan
mata kepala menyaksikan kebiadaban Belanda yang melakukan penyerangan dan
pembantaian terhadap orang orang yang tidak berdosa. Belanda dengan biadab dan
keji menyerang secara membabi buta
dengan senjata meriam dan senjata modern menyerang warga tak berdosa, Belanda
degan keji membakar Dusun baru dan menghancurkan benteng benteng pertahanan
yang dibangun para pejuang, bersama
rakyat. Dengan raut wajah sedih bercampur
marah Depati Parbo berupaya untuk membangun mental pejuang dan rakyat untuk
tidak mengenal kata menyerah. Bersama sama para pejuang dan Hulubalang Hulubalang tetap
melanjutkan perjuangan hingga tetes daraan hingga tarikan denyut nafas
terakhir, secara bergerilya Depati parbo dan para pejuang melanjutkan
perjuangan dengan taktis gerilya dan melakukan penyerangan saat Belanda lengah.
Dengan politik kotor Devide et Impera, Belanda melakukan berbagai siasat
dan jebakkan untuk menangkap Depati Parbo, suatu saat belanda pernah membuju
anak angkatnya bernama Jurid untuk menangkap Depati Parbo, lagi lagi siasat
licik dan bujuk rayuan Belanda gagal. Sejak belanda menginjak kaki hingga 2
tahun lebih Belanda belum sepenuhnya menguasai alam Kerinci ”Jika Depati Parbo
masih bebas jangan harap Belanda merasa nyaman dan aman menduduki alam Kerinci”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar