Minggu, 08 Juni 2014

PERJUANGAN RAKYAT KERINCI DIPIMPIN DEPATI PARBO (BAGIAN I)


Bumi alam Kerinci sepanjang sejarah dikenal sebagai daerah yang damai dan tenang, kehidupan masyarakat alam Kerinci yang harmonis ditandai dengan adanya hubungan diplomasi dengan Kerajaan Melayu Jambi dan Singasari Majapahit di pulau Jawa, dan alam Kerinci  sejak  450 tahun yang silam telah menjalin hubungan dengan  Indrapura, bukti dalam “Tambo Kerinci”  disebut sekitar 450 tahun yang silam Sultan Permansyah dari Indrapura pernah melakukan perang terbuka dengan Belanda, pada waktu itu Sultan Permansyah  mengundang Rajo Mudo dari alam Kerinci untuk  membantu Indrapura yang berperang dan bertempur selama 9 bulan, bantuan yang diberikan Rajo Mudo membuat penjajah Belanda mengundurkan diri meninggalkan Indrapura, kemudian diganti oleh Inggeris dari Bengkulu. Ini menunjukkan suku Kerinci telah menjalin hubungan  baik dengan daerah luar alam Kerinci.

Bukti lain yang terdapat dalam  tulisan yang ada dalam “Tambo” disebut para pemimpin dan rakyat Suku Kerinci telah menjalin hubungan erat dengan kerajaan Jambi,bukti adanya hubungan yang baik itu dapat dilihat dalam surat Pangeran Suria Karta Negara (1100 H). Surat Pangeran Suta Wijaya (1.116 H). Surat Pangeran Suria Kusuma dan surat Pangeran Rata. Surat Sultan Ahmad Badaruddin, Surat Pangeran Citra Puspa (1340 H), Surat Pangeran Temenggung Mangku Negara dan beberapa surat surat lainnya yang berasal dari pemerintahan kerajaan jambi.

Para Sejarahwan memperkirakan alam Kerinci dan rakyatnya sejak masa Hindu-Budha telah menjalin hubungan dengan daerah daerah disekitar Alam Kerinci, Puncak  hubungan baik itu terjadi sekitar tahun 1815 (awal abad ke 19), pada tahun itu Belanda berhasil mencengkeramkan kuku imprealisnya di daerah Muko-Muko dan Inderapura, jiwa menjajah yang tertanam pada imprealis Belanda terus berusaha untuk menguasai semua persada Nusantara.

Kekayaan alam Kerinci terutama kekayaan  hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah kesuburan tanah dan panorama alamnya yang mempesona mengundang niat Belanda untuk menguasai bumi alam Kerinci yang kaya subur dan mempesona, awal tahun 1900 penjajah Belanda dengan balatentaranya dari wilayah Muko-Muko mengirimkan pasukannya berpatroli di bukit Sitinjau Laut. Di kawasan puncak Gunung Raya mendirikan pesanggrahan dan memasang tanda sebagai peringatan dan pemberitahuan bahwa Belanda telah memasuki kawasan alam Kerinci.

Melihat sikap Balatentara Belanda yang mulai mengibarkan bendera perang dan menunjukkan I’tikad tidak baik membuat rakyat Kerinci menjadi marah, para Depati Depati, Hulubalang dan rakyat Kerinci menjadi geram dan marah, utusan tentara Belanda yang dipimpin oleh Imam Marusa dan Imam Mahdi di dicegat, dan Iman Marusa ditangkap dan dibunuh di perjalanan oleh hulubalang dibawah pimpinan Depati Parbo dari daerah Lolo dan Depati Agung dari daerah Lempur. Sedangkan Imam Mahdi dibiarkan hidup dan diperintah untuk kembali menghadap Belanda, peristiwa yang menimpa  kedua orang utusan Belanda itu menyulut kemarahan tentara Belanda, tentara Belanda dengan sikap arogan dan watak imperialis mencari jalan untuk masuk, menaklukan dan menduduki  alam Kerinci, niat licik dan nafsu ingin mengusai dan menjajah alam dan rakyat Kerinci telah tercium oleh hulubalang hulubalang se alam Kerinci.

Untuk  menumbuh kenali kembali  jejak perjuangan Pahlawan Perang Kerinci Depati Parbo dan pejuang pejuang  alam Kerinci lainnya, Penulis; Budhi Vrihaspathi Jauhari  bersama Budayawan alam Kerinci Iskandar Zakaria dan Antri Mariza Qadarsih, S.Sos (7/03-2012) melakukan kunjungan ke lokasi lokasi basis perjuangan Depati Parbo dan hulubalang hulubalang tokoh pejuang alam Kerinci di Kawasan Renah Manjuto, Dusun Lolo, Kebun Baru, Dusun Talang Kemuning  Dusun Baru Pulau Tengah, Dusun  Koto Tuo, Dusun Telago  Pulau Tengah, Benik, Jujun Sanggaran Agung  Kecamatan  Danau Kerinci, Penulis bersama Iskandar Zakaria dan Antri Mariza Qadarsih juga mengunjungi kediaman dan makam Depati Parbo di Dusun Lolo Kecil tempat Depati Parbo di lahirkan dan dibesarkan.

Hj. Aida Rosnan, BA Koordinator seksi Dokumentasi, dan Marhamah, Sekretaris Tim Peneliti Sejarah Budaya Kerinci yang dibentuk berdasarkan SK Bupati Kerinci Nomor 095/KPTS/KDH-1972 tanggal 25 September 1972 (senin 5/3-2012 dan 7-3-2012) dalam wawancara dan dialog dengan penulis; Budhi Vrihaspathi Jauhari mengungkapkan, pada waktu penelitian perjuangan Depati Parbo dilakukan para peneliti yang melakukan survey, pendataan dan wawancara dengan tokoh tokoh pejuang termasuk mengunjungi sebagian besar daerah daerah yang merupakan  pusat pusat pertempuran.  

Tim juga melakukan pertemuan dengan tokoh adat dan budayawan alam Kerinci, antara lain menghimpun data dari H. Abdul Kadir Djamil dan M. Sulut beliau adalah tokoh adat alam Kerinci, tim juga melakukan wawancara dan penggalian data dan informasi dari Haji Adnan Thaib di Pondok Tinggi,  Haji Usman Djamal di Talang Kemuning, H. Wahab di Pulau Tengah, H. Madin di Lolo, H. Abbas di Pulau Sangkar, Rasyid di Lempur, Depati Intan di Siulak, H. Rosnan di Tamiai, Thalib di Hiang, H. Idris Jamil di Rawang dan Sabri Syarif di Koto Renah.

Tim peneliti juga melakukan wawancara dengan sejumlah tokoh dan pelaku sejarah, sedikitnya tim telah menemui dan melakukan wawancara dengan 56 orang nara sumber, tokoh tokoh  dan informan antara lain Amran Mangku Agung Tongkat Negeri di Kubang, H. Adnan Thaib di Pondok Tinggi, H. Abdurahman dikumun, H. Buhari di Sungai Penuh, H. Bakri Depati Kepala sembah di Semurup, Gerak Alam Depati Rajo Miudo di Kemantan, H. Nahri di Seleman, Rusdi Daud di Dusun Baru Sungai Penuh, H. Syarif di Pulau Tengah, M. Senin Ilyas Depati Santiudo Pertamo Alam di Sungai Penuh, Mukadrahman Depati Intan di Siulak,  Idris Depati Mudo Terawang Lidah, Gadih Itam di Pulau Tengah, dll.

Hj. Aida Rosnan, BA seorang wanita tokoh pendidikan alam Kerinci (Pensiunan   guru dan Kepala SMA Negeri I Sungai Penuh era  tahun  1970 – 1980 an) mengemukakam suku Kerinci yang dikenal sejak zaman prasejarah sebagai suku pemberani dan telah memiliki tingkat kebudayaan dan  peradaban serta kecerdasan yang tinggi dengan semangat menyala dan pantang menyerah dengan gagah perkasa dengan senjata dan amunisi yang sangat terbatas menghadapi balatentara Belanda yang bersenjata lengkap. Perang pertama meletus tahun 1901 di kawasan Renah Manjuto laskar  hulu balang Kerinci yang berjunlah 18 orang dipimpin Depati Parbo berhasil mematahkan serangan Prajurit Belanda yang berjumlah sekitar 300 orang, dengan semangat menyala dan pantang menyerah hulubalang Kerinci berhasil memukul mundur dan menewaskan puluhan tentara Belanda, tahun itu merupakan  tahun dimulainya pertempuran hulubalang alam Kerinci dengan prajurit Penjajah Belanda. 

Tokoh dan pemimpin perjuangan rakyat Kerinci yang menonjol disaat itu adalah Depati Parbo bersama hulubalang-hulubalang dari berbagai negeri / dusun di alam Kerinci bahu membahu menghadapi dan berjuang habis habisan menghadapi kaum Imprealisme Belanda. Di Ranah Manjuto terjadi penyerangan yang dilakukan oleh pasukan tentara Belanda. Pasukan Belanda dari Indrapura melewati Bukit Sitinjau Laut bersama pasukan Belanda yang didatangkan dari Muko-Muko dipimpin Kapten Bolmar melakukan penyerangan terhadap markas  pejuang Alam Kerinci yang dipimpin Panglima Perang Depati Parbo, Kubu Kubu pertahanan dibangun pasukan Belanda disebelah Utara Renah Manjuto.

Setelah bermufakat dengan Depati Agung, Depati Parbo mempersiapkan hulubalang hulubalang yang gigih dan berani mati untuk menyongsong dan melakukan pertempuran hidup mati menghadapi pasukan Belanda yang bersenjata lengkap dan modern. Setelah berjalan melewati rimba belantara yang ganas, Depati Parbo dan para pejuang beristirahat sambil mempersiapkan makanan untuk makanan sore, sebagian  dari pejuang ada yang tidur tiduran sambil melepas lelah, tanpa di duga tiba tiba pasukan Belanda mengepung dan telah berdiri dengan senjata lengkap dihadapan Depati Parbo dan para pejuang, dengan kondisi yang belum siap pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap pejuang. Dalam suasana tidak siap para pejuang dengan gagah berani menghadapi serangan musuh, puluhan korban berjatuhan dari kedua belah pihak, beberapa opsir dan serdadu belanda tewas bersimbah darah. Dengan bekal semangat jihad yang tinggi setelah tiga hari bertempur, Depati Parbo dan para pejuang mampu memukul mundur pasukan Belanda, pada saat bertempur Depati parbo dibantu oleh M. Judah gelar Depati Santiudo Pamuncak alam, Haji Syukur, Depati Nali, Seman Gelar Depati Nyato Negoro, H. Mesir, H. Ilyas, Mat Pekat dan H. Yasin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar