Pulau Tengah Membara
Catatan Sejarah yang ditulis
dalam buku Depati Parbo Panglima Perang Kerinci (1972 : 33- 37) tanggal 27 Mei
1903 Serdadu Belanda mulai melancarkan serangan dari tiga jurusan. Jurusan
pertama bergerak dari Sandaran Agung terus ke Jujun, Pasukan penjajah Belanda meumbidik sasaran ke Benteng
Telaga yang dibawah pimpinan Bilal Sengak. Dari arah Rawang Belanda menyerang
dua benteng pertahanan yakni benteng Sungai Buai dan Lubuk Pagar masing masing
dibawah pimpinan Depati Gajur dan H. Syukur dan H. Husyin bersama M. Pekat.
Budayawan dan Sejarawah Kerinci Iskandar Zakaria dalam wawancara dengan Penulis (3/3-2012)
menyebutkan Pertempuran antara pasukan Pejuang yang melibatkan para hulubalang
hubalang, alim ulama, pemuka adat, pria dan wanita dewasa dberhadapan dengan
pasukan Belanda di Pulau Tengah merupakan perang terbesar dan memakan waktu
yang cukup lama serta menelan korban jiwa beratus ratus masyarakat tak berdosa
terutama anak anak balita, dan wanita
lanjut usia, catatan sejarah menyebutkan pertempuran yang terjadi di Pulau
Tengah memakan waktu lebih 6 bulan, dimulai pada bulan Mei 1903 hingga November 1903.
Pertempuran antara pejuang Pulau Tengah dan Serdadu Belanda pada
prinsipnya terjadi setelah diawali dengan undangan untuk berperang yang dilakukan oleh pihak Pejuang Pulau
Tengah kepada pihak Belanda, tokoh tokoh adat, hulubalang hulubang serta
masyarakat Pulau Tengah merasa sangat tersinggung atas sikap Belanda yang
mengejek orang Pulau Tengah ”sebagai anak Betino Lolo”. Para pejuang dan
masyarakat Pulau Tengah yang terdiri dari Dusun Baru, Koto Tuo dan Koto
Dian sebelum mengundang Belanda
berperang terlebih dahulu mengadakan rapat Mesjid Tuo Pulau Tengah.
Rapat dipimpin H. Ismail yang baru kembali dari Kedah-Malaya (sekarang
Malaysia). H. Ismail dengan orasinya yang berapi api membakar semangat
masyarakat dan Pejuang Pulau Tengah agar berjuang hingga tetes darah
penghabisan demi mempertahankan Agama dan Tanah Air, Orang orang Kafir dan kaum
Musyrik yang ingin menjajah dan merampas kedaulatan Negeri harus Ditumpas
melalui Perang fi abillillah atau “melakukan “Jihad”.
Pihak Belanda yang menerima tawaran dan undangan berperang yang
ditawarkan oleh Pejuang dan Hulubalang Tengah menyambut dingin tawaran itu, dan
Overste Bense justru membalas surat dari para pejuang Pulau Tengah yang intinya
meminta agar para pejuang Pulau Tengah agar meletakkan senjata dan bekerja sama
dengan Belanda, akan tetapi pihak pejuang tidak menggubris surat yang
disampaikan oleh Overste Bense Dan H. Ismail yang saat itu memimpin para
pejuang kembali membalas surat yang intinya menolak permintaan Belanda, Rakyat
dan Pejuang Pulau Tengah siap mempertaruhkan jiwa dan raga demi menjaga dan melindungi ibu pertiwi khususnya negeri
Pulau Tengah dan alam Kerinci.
Mendengar jawaban itu Belanda
mempersiapkan Bala tentaranya untuk bersiap siap menyerang Pulau Tengah,
sebuah catatan menyebutkan Pihak Belanda memberikan hadiah kepada 2 orang
penduduk pribumi untuk membantu Belanda menyelidiki jalan yang baik untuk
menyerang Pulau Tengah.Perjalanan dillakukan dari dua arah yakni dari arah utara melalui jalan darat
melintasi Kumun – Semerap langsung menuju sasaran. Dari arah timur melalui
jalur sungai menggunakan perahu
melintasi Danau Kerinci.
Iskandar Zakaria dalam wawancara dengan penulis pada saat mengunjungi
jejak perjuangan Depati Parbo dan peperangan Pulau Tengah (Maret 2012)
mengemukakan Pertempuran di Pulau tengah antara para hulubalang pejuang
dengan pihak Belanda memiliki beberapa
latar belakang yang komplit dan berbeda dengan kisah pertempuran di daerah
lainnya. Peperangan yang terjadi di daerah Pulau Tengah antara lain disebabkan
karena para pejuang di Pulau tengah merasa terhina oleh ejekan serdadu Belanda
yang mengejek dengan kata kata ”orang
Pulau tengah orang penakut dan dianggap sebagai perempuan dari Lolo”, ejekan
inilah yang merupakan salah satu faktor pemicu utama yang mendorong para
hulubalang dan masyarakat merasa tertantang dan ingin membuktikan siapa yang
lebih jantan dari mereka.
Penyebab lain marahnya orang orang Pulau tengah karena Belanda telah
memerangi rakyat Kerinci dan Belanda ingin menjajah bumi Alam Kerinci, banyaknya
korban yang berjatuhan di medan pertempuran di sejumlah dusun dusun di Alam
Kerinci, serta perbedaan Agama merupakan pemicu yang ikut menyulut api
peperangan di Pulau Tengah. Para hulubalang dan tokoh tokoh masyarakat Pulau
tengah yang tergabung dalam kaum empat jenis yang saat itu berasal dari dusun
baru, dusun Koto Tuo dan dusun Koto Dian melakukan rapat di pusatkan di dalam
Masjid Kuno Pulau Tengah, rapat dipimpin Haji Ismail menghasilkan 3 keputusan
penting yakni:
- Hulubalang dan pejuang serta masyarakat Pulau Tengah mengundang Belanda untuk berperang di Pulau Tengah.
- Memerintahkan semua komponen masyarakat termasuk Ulama, Tokoh adat Hulubalang, para pemuda, serta segenap masyarakat yang berada di Pulau Tengah untuk angkat senjata dengan terlebih dahulu melakukan persiapan untuk keperluan perang antara lain menyiapkan senjata Pedang, senjata api rakitan, Keris, Jerat lenting, senapan rakitan membangun Benteng Pertahanan, mempersiapkan perbekalan berupa makanan dan membuat lubang lubang perlindungan bagi wanita, anak anak dan manula.
- Seluruh masyarakat di Pulau Tengah yang meliputi masyarakat 3 Dusun beserta para Hulubalang, Tokoh Adat, Ulama serta anak jantan dan anak betino mengikrarkan Sumpah sanggup berperang dengan Belanda hingga tetes darah terakhir.
Penulis (23/3/2012) bersama beberapa tokoh masyarakat Pulau Tengah antara
lain Rivai dan Harun Nahri melakukan kunjungan ke Benteng Pertahanan Pejuang
Pulau Tengah di Lubuk Pagar yang dipimpin Haji Husin dan Mat Pekat, Benteng yang berada di lereng bukit yang terjal ini
dijadikan sebagai markas pertahanan untuk menangkis serangan musuh dari arah
utara (Semerap) Benteng ini pada masa
pertempuran sangat strategis dan sulit di tembus oleh pihak musuh.
Dari arah Benteng Lubuk Pagar
para pejuang dengan leluasa menjebak serdadu Belanda dan dengan taktik perang gerilya berhasil memukul mundur musuh. Sementara
senjata “Jerat Lenting“ yang terbuat dari bambu dengan cara membengkokkan ujungnya sampai ketanah
dan diberi tali, ketika musuh mendekat, maka talinya dilepaskan dan ujung bambu
yang diberi senjata akan melenting dan mengenai musuh,senjata lentingan ini menurut
tokoh masyarakat setempat mampu menewaskan puluhan serdadu Belanda. Pihak
pejuang dan hulubalang juga melakukan pembangunan benteng pertahanan dari bambu
yang disusun batu dan tanah yang diberi lubang tempat mengintai musuh, di
Sepanjang Sungai Buai dan dipinggiran danau Kerinci dipasang ranjau dari bambu
runcing, dan ternyata pertahanan ini tidak dapat diterobos oleh serdadu Belanda,
puluhan serdadu serdadu Belanda tewas dengan mayat bergelimpangan disepanjang
Sungai Buai yang muaranya berada di pinggiran Danau dikawasan
dusun baru.
Dalam sejarah perjuangan dan pertempuran yang terjadi di basis-basis
perjuangan di nusantara, hanya basis perjuangan di Pulau Tengah Alam Kerinci
yang agak unik. Pertempuran yang terjadi di daerah ini di awali oleh “Undangan Perang” yang disampaikan Tokoh
Pejuang-Hulubalang, yang disampaikan secara khusus oleh seorang Kurir. Undangan
Perang disampaikan oleh Utusan Khusus Panglima Perang Pulau Tengah yaitu H. Ismail, yang disampaikan oleh Ali Akbar Rio Indah dan Haji Iskak. Undangan perang
itu berisikan “Rakyat Pulau Tengah tidak mau tunduk kepada Pemerintahan
Belanda, dan siap untuk melakukan perang di Pulau Tengah”.
Surat yang dibawa utusan khusus (Kurir) dibawa ke Rawang dengan maksud
diberikan kepada Tuanku Regen yang oleh pejuang dianggap telah berkhianat
terhadap perjanjian Sitinjau Laut, pada saat surat akan diserahkan di Rawang, ternyata
Tuanku Regen sedang berada di Daerah Semurup untuk mengatur siasat memadamkan
api perlawanan rakyat di Siulak, Di Semurup surat undangan Perang disampaikan
lansung kepada Tuanku Regen,oleh Tuangku Regen surat tersebut selanjutnya
diserahkan kepada pihak penguasa Belanda, pihak Belanda yang menerima surat
undangan Perang merasa heran, sebab
selama ini jika Belanda ingin menduduki suatu daerah pihak Belanda lansung
melakukan penyerangan, tapi kali ini justru mereka yang diundang untuk
melakukan pertempuran.
Menanggapi surat Undangan perang yang disampaikan Panglima Perang Pulau
Tengah, awalnya “Overste Bengse” menanggapi
secara dingin,bahkan pihak Belanda justru membalas surat yang intinya” agar
masyarakat Pulau Tengah untuk tunduk kepada Belanda dan segera meletakkan
senjata dan semua persenjataan diserahkan kepada pihak Belanda,namun setelah
surat balasan dari Belanda diterima oleh Haji Ismail, kembali H. Ismail menyurati
Belanda yang intinya ”Pulau Tengah tidak akan meletakkan senjata, Pulau Tengah
tidak akan menyerah kepada Belanda, Rakyat Pulau Tengah siap berperang demi
mempertahankan tanah air”.
Mendapat jawaban dari H. Ismail, maka pihak Belanda mengirimkan pasukan
dan perlengkapan perang untuk menyerang Pulau Tengah, Belanda memperalat dua
orang penduduk pribumi untuk menjadi penunjuk jalan untuk melakukan
penyerangan ke Pulau Tengah, kedua penduduk pribumi itu diperalat dengan di
iming imingi akan diberi hadiah oleh Belanda
Iskandar Zakaria, sejarawan dan budayawan Alam Kerinci mengemukakan pada tanggal 27 Mei 1903, Belanda mulai
melancarkan serangan dari dua arah dan jurusan secara serentak, Peperangan di
kawasan ini berlansung seru, sangat sulit bagi Belanda untuk menembus benteng
pertahanan rakyat dan pejuang Kerinci, dengan kekuatan maksimal Belanda terus
menggempur pertahanan para pejuang namun dapat dipatahkan dan puluhan tentara
Belanda tewas akibat jerat Lentingan yang dipasang pejuang dan rakyat
dibelakang Lawang (pintu masuk). Saat pasukan Belanda memasuki Lawang yang
terbuka sedikit dan Belanda berkumpul di daerah itu, tanpa mereka duga pejuang
yang terdiri dari Hulubalang, Alim Ulama dan Rakyat memutuskan tali penahan Lentingan,
akibatnya sudah dipastikan pasukan penjajah Belanda tewas terhempas oleh
lentingan bambu. Karena merasa kewalahan pasukan Belanda yang bersenjata
lengkap pontang panting mundur menyelamatkan diri menuju titik aman. Meski
telah jatuh banyak korban namun pihak Belanda tetap keras kepala dan berusaha
untuk menaklukkan Pulau Tengah, Belanda kembali mendatangkan bala bantuan dan
persenjataan modern terdiri dari meriam, bayonet dan senjata senapan laras panjang. Bersama bala
bantuan yang didatangkan dari Padang, Belanda untuk kedua kalinya kembali
melancarkan serangan ke dua dengan sasaran Lubuk Pagar menuju Dusun Baru dan kearah Benteng Telaga. Pada
jam 06.30 pagi Belanda melakukan penyerangan ke Benteng Telaga, kali ini
serangan Belanda dapat di lumpuhkan oleh para hulubalang dan para pejuang. Serangan
kali ini menimbulkan banyak korban jiwa. Dari pihak rakyat dan pejuang telah
gugur 3 orang.
Keesekan harinya untuk membalas kekalahan kedua, Serdadu Belanda kembali
menggempur markas benteng pertahanan pejuang. Saat pagi pagi buta sekitar jam
04.00 WIB subuh hingga pukul 06.30 Belanda melakukan Serangan Fajar. Pertempuran
pagi hari ini menimbulkan korban yang sangat besar dari pihak Belanda, lebih dari
300 orang serdadu Belanda tewas bergelimpangan, sedangkan dari pihak pejuang
dan rakyat tercatat 31 orang yang tewas.
Belanda dengan keserakahan dan kesombongan serta tipu daya yang licik
baru berhasil merampas dan menduduki benteng Telaga setelah Belanda berhasil
menewaskan pimpinan perang “Bilal Sengak” beserta 2 orang Hulubalang yakni H. Abdul
Kasim dan H. Bilal Pakih, ketiga orang tokoh pejuang ini gugur akibat terkena
peluru yang ditembakan musuh. Pasukan Belanda dengan gigih kembali melakukan
serangan di Koto Putih yang merupakan pintu gerbang masuk ke Pulau Tengah. Para
pejuang dengan gigih sampai tetes darah
terakhir dengan kekuatan yang ada berusaha mempertahankan Koto Putih. Dalam
pertempuran selama satu hari jatuh 2 orang korban yakni hulubalang “Malin
Malelo dan H. Yakin”. Setelah mampu menewaskan kedua orang hulubalang, Pasukan
Belanda melanjutkan perjalanan ke Gunung Raya, mereka melewati dusun Benik-Jujun
dengan maksud menggempur markas pertahanan rakyat di sebelah utara.
Dipihak lain pasukan Belanda yang datang dari jurusan Lempur dan Semurup
naik ke Bukit Betung dan sebagian dari pasukan Belanda melanjutkan perjalanan
ke Gunung Raya bergabung dengan pasukan yang datang dari Jujun, beberapa di
antaranya menuju Sungai Buai. Di daerah ini terjadi pertempuran, seorang pemuda
Mat Saleh dan H. Husin dengan pedang terhunus melakukan penyerangan terhadap
pasukan Belanda secara membabi buta.
Peperangan di Sungai Buai berlangsung selama 3 jam, puluhan serdadu
Belanda tewas ditangan para hulubalang dan pejuang, dan Mat Saleh gugur sebagai
syuhada. Di daerah Pulau Tengah pertempuran berlangsung selama 3 bulan, pihak
serdadu Belanda merasa kewalahan
menghadapi para pejuang asal
Pulau Tengah. Pada pertempuran ini ratusan serdadu Belanda dan 4 orang Opsir Belanda Tewas.
Melihat Kezhaliman dan kebiadaban yang dilakukan oleh serdadu Belanda, para
alim ulama, tokoh tokoh adat menunjukkan sikap perlawanan, dengan semangat
jihad Fi Sabilillah mereka menghadapi
Belanda. Pertempuran sempat terhenti karena pihak Belanda menunggu kedatangan
bala bantuan dari Padang, sementara hulubalang-hulubalang rakyat termasuk
warga/tokoh dari Siulak (Depati Intan), Rawang dan Kerinci bagian Hulu dengan
siap siaga. Dengan persenjataan pedang dan senjata sederhana mereka mengintai
kedatangan pasukan Belanda di puncak Bukit Gedang, sementara itu di Bukit
Sitinjau Laut dan Ranah Manjuto terjadi pertempuran antara Belanda dan pasukan
yang dipimpin Depati Parbo dan Depati Agung, dengan taktik Perang Gerilya para
pejuang dengan gigih melawan pasukan Belanda yang bersenjata lengkap.
Belanda mengirimkan sekitar 1000 orang pasukan dari padang, akan tetapi
pasukan ini tak pernah sampai di Kerinci, para pejuang berhasil memukul mundur
serdadu Belanda, namun Belanda juga tak putus asa. Sehingga pada tahap
berikutnya, Belanda meminta bantuan dari daerah Jambi. Karena pertahanan
pejuang di Temiai tidak terlalu kuat dan tidak terjaga rapi, maka dengan
leluasa sekitar 1.500 orang serdadu Belanda memasuki zona pertempuran di Alam
Kerinci yang dipusatkan di Pulau Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar