Minggu, 08 Juni 2014

PERJUANGAN RAKYAT KERINCI DIPIMPIN DEPATI PARBO (BAGIAN 5)



Pulau Tengah Membara
Catatan Sejarah  yang ditulis dalam buku Depati Parbo Panglima Perang Kerinci (1972 : 33- 37) tanggal 27 Mei 1903 Serdadu Belanda mulai melancarkan serangan dari tiga jurusan. Jurusan pertama bergerak dari Sandaran Agung terus ke Jujun, Pasukan penjajah Belanda meumbidik sasaran ke Benteng Telaga yang dibawah pimpinan Bilal Sengak. Dari arah Rawang Belanda menyerang dua benteng pertahanan yakni benteng Sungai Buai dan Lubuk Pagar masing masing dibawah pimpinan Depati Gajur dan H. Syukur dan H. Husyin bersama M. Pekat.
                
Budayawan dan Sejarawah Kerinci Iskandar Zakaria  dalam wawancara dengan Penulis (3/3-2012) menyebutkan Pertempuran antara pasukan Pejuang yang melibatkan para hulubalang hubalang, alim ulama, pemuka adat, pria dan wanita dewasa dberhadapan dengan pasukan Belanda di Pulau Tengah merupakan perang terbesar dan memakan waktu yang cukup lama serta menelan korban jiwa beratus ratus masyarakat tak berdosa terutama  anak anak balita, dan wanita lanjut usia, catatan sejarah menyebutkan pertempuran yang terjadi di Pulau Tengah memakan waktu lebih 6 bulan, dimulai pada bulan Mei 1903 hingga  November 1903.
                
Pertempuran antara pejuang Pulau Tengah dan Serdadu Belanda pada prinsipnya terjadi setelah diawali dengan undangan untuk berperang yang dilakukan oleh pihak Pejuang Pulau Tengah kepada pihak Belanda, tokoh tokoh adat, hulubalang hulubang serta masyarakat Pulau Tengah merasa sangat tersinggung atas sikap Belanda yang mengejek orang Pulau Tengah ”sebagai anak Betino Lolo”. Para pejuang dan masyarakat Pulau Tengah yang terdiri dari Dusun Baru, Koto Tuo dan Koto Dian  sebelum mengundang Belanda berperang terlebih dahulu mengadakan rapat Mesjid Tuo Pulau Tengah.
                
Rapat dipimpin H. Ismail yang baru kembali dari Kedah-Malaya (sekarang Malaysia). H. Ismail dengan orasinya yang berapi api membakar semangat masyarakat dan Pejuang Pulau Tengah agar berjuang hingga tetes darah penghabisan demi mempertahankan Agama dan Tanah Air, Orang orang Kafir dan kaum Musyrik yang ingin menjajah dan merampas kedaulatan Negeri harus Ditumpas melalui Perang fi abillillah atau “melakukan “Jihad”.
                
Pihak Belanda yang menerima tawaran dan undangan berperang yang ditawarkan oleh Pejuang dan Hulubalang Tengah menyambut dingin tawaran itu, dan Overste Bense justru membalas surat dari para pejuang Pulau Tengah yang intinya meminta agar para pejuang Pulau Tengah agar meletakkan senjata dan bekerja sama dengan Belanda, akan tetapi pihak pejuang tidak menggubris surat yang disampaikan oleh Overste Bense Dan H. Ismail yang saat itu memimpin para pejuang kembali membalas surat yang intinya menolak permintaan Belanda, Rakyat dan Pejuang Pulau Tengah siap mempertaruhkan jiwa dan raga demi menjaga  dan melindungi ibu pertiwi khususnya negeri Pulau Tengah dan alam Kerinci.
                
Mendengar jawaban itu Belanda  mempersiapkan Bala tentaranya untuk bersiap siap menyerang Pulau Tengah, sebuah catatan menyebutkan Pihak Belanda memberikan hadiah kepada 2 orang penduduk pribumi untuk membantu Belanda menyelidiki jalan yang baik untuk menyerang Pulau Tengah.Perjalanan dillakukan dari dua arah  yakni dari arah utara melalui jalan darat melintasi Kumun – Semerap langsung menuju sasaran. Dari arah timur melalui jalur sungai  menggunakan perahu melintasi Danau Kerinci. 
                
Iskandar Zakaria dalam wawancara dengan penulis pada saat mengunjungi jejak perjuangan Depati Parbo dan peperangan Pulau Tengah (Maret 2012) mengemukakan Pertempuran di Pulau tengah antara para hulubalang pejuang dengan  pihak Belanda memiliki beberapa latar belakang yang komplit dan berbeda dengan kisah pertempuran di daerah lainnya. Peperangan yang terjadi di daerah Pulau Tengah antara lain disebabkan karena para pejuang di Pulau tengah merasa terhina oleh ejekan serdadu Belanda yang mengejek  dengan kata kata ”orang Pulau tengah orang penakut dan dianggap sebagai perempuan dari Lolo”, ejekan inilah yang merupakan salah satu faktor pemicu utama yang mendorong para hulubalang dan masyarakat merasa tertantang dan ingin membuktikan siapa yang lebih jantan dari mereka.
                
Penyebab lain marahnya orang orang Pulau tengah karena Belanda telah memerangi rakyat Kerinci dan Belanda ingin menjajah bumi Alam Kerinci, banyaknya korban yang berjatuhan di medan pertempuran di sejumlah dusun dusun di Alam Kerinci, serta perbedaan Agama merupakan pemicu yang ikut menyulut api peperangan di Pulau Tengah. Para hulubalang dan tokoh tokoh masyarakat Pulau tengah yang tergabung dalam kaum empat jenis yang saat itu berasal dari dusun baru, dusun Koto Tuo dan dusun Koto Dian melakukan rapat di pusatkan di dalam Masjid Kuno Pulau Tengah, rapat dipimpin Haji Ismail menghasilkan 3 keputusan penting yakni:
  1. Hulubalang dan pejuang serta masyarakat Pulau Tengah mengundang Belanda untuk berperang di Pulau Tengah.
  2. Memerintahkan semua komponen masyarakat termasuk Ulama, Tokoh adat Hulubalang, para pemuda, serta segenap masyarakat yang berada di Pulau Tengah untuk angkat senjata dengan terlebih dahulu melakukan persiapan untuk keperluan perang antara lain menyiapkan senjata Pedang, senjata api rakitan, Keris, Jerat lenting, senapan rakitan  membangun Benteng Pertahanan, mempersiapkan perbekalan berupa makanan dan membuat lubang lubang perlindungan bagi wanita, anak anak dan manula. 
  3. Seluruh masyarakat di Pulau Tengah yang meliputi masyarakat 3 Dusun beserta para Hulubalang, Tokoh Adat, Ulama serta anak jantan dan anak betino mengikrarkan Sumpah sanggup berperang dengan Belanda hingga tetes darah terakhir.

Penulis (23/3/2012) bersama beberapa tokoh masyarakat Pulau Tengah antara lain Rivai dan Harun Nahri melakukan kunjungan ke Benteng Pertahanan Pejuang Pulau Tengah di Lubuk Pagar yang dipimpin Haji Husin dan Mat Pekat, Benteng yang berada di lereng bukit yang terjal ini dijadikan sebagai markas pertahanan untuk menangkis serangan musuh dari arah utara (Semerap) Benteng ini  pada masa pertempuran sangat strategis dan sulit di tembus oleh pihak musuh.

Dari arah Benteng Lubuk Pagar para pejuang dengan leluasa menjebak serdadu Belanda dan dengan taktik perang gerilya berhasil memukul mundur musuh. Sementara senjata “Jerat Lenting“ yang terbuat dari bambu dengan cara membengkokkan ujungnya sampai ketanah dan diberi tali, ketika musuh mendekat, maka talinya dilepaskan dan ujung bambu yang diberi senjata akan melenting dan mengenai musuh,senjata lentingan ini menurut tokoh masyarakat setempat mampu menewaskan puluhan serdadu Belanda. Pihak pejuang dan hulubalang juga melakukan pembangunan benteng pertahanan dari bambu yang disusun batu dan tanah yang diberi lubang tempat mengintai musuh, di Sepanjang Sungai Buai dan dipinggiran danau Kerinci dipasang ranjau dari bambu runcing, dan ternyata pertahanan ini tidak dapat diterobos oleh serdadu Belanda, puluhan serdadu serdadu Belanda tewas dengan mayat bergelimpangan disepanjang Sungai Buai  yang  muaranya berada di pinggiran Danau dikawasan dusun baru.

Dalam sejarah perjuangan dan pertempuran yang terjadi di basis-basis perjuangan di nusantara, hanya basis perjuangan di Pulau Tengah Alam Kerinci yang agak unik. Pertempuran yang terjadi di daerah ini di awali oleh “Undangan Perang” yang disampaikan Tokoh Pejuang-Hulubalang, yang disampaikan secara khusus oleh seorang Kurir. Undangan Perang disampaikan oleh Utusan Khusus Panglima Perang Pulau Tengah yaitu H. Ismail,  yang disampaikan  oleh Ali Akbar Rio Indah dan Haji Iskak. Undangan  perang  itu berisikan “Rakyat Pulau Tengah tidak mau tunduk kepada Pemerintahan Belanda, dan siap untuk melakukan perang di Pulau Tengah”.
                
Surat yang dibawa utusan khusus (Kurir) dibawa ke Rawang dengan maksud diberikan kepada Tuanku Regen yang oleh pejuang dianggap telah berkhianat terhadap perjanjian Sitinjau Laut, pada saat surat akan diserahkan di Rawang, ternyata Tuanku Regen sedang berada di Daerah Semurup untuk mengatur siasat memadamkan api perlawanan rakyat di Siulak, Di Semurup surat undangan Perang disampaikan lansung kepada Tuanku Regen,oleh Tuangku Regen surat tersebut selanjutnya diserahkan kepada pihak penguasa Belanda, pihak Belanda yang menerima surat undangan Perang  merasa heran, sebab selama ini jika Belanda ingin menduduki suatu daerah pihak Belanda lansung melakukan penyerangan, tapi kali ini justru mereka yang diundang untuk melakukan pertempuran.
                
Menanggapi surat Undangan perang yang disampaikan Panglima Perang Pulau Tengah, awalnya “Overste Bengse” menanggapi secara dingin,bahkan pihak Belanda justru membalas surat yang intinya” agar masyarakat Pulau Tengah untuk tunduk kepada Belanda dan segera meletakkan senjata dan semua persenjataan diserahkan kepada pihak Belanda,namun setelah surat balasan dari Belanda diterima oleh Haji Ismail, kembali H. Ismail menyurati Belanda yang intinya ”Pulau Tengah tidak akan meletakkan senjata, Pulau Tengah tidak akan menyerah kepada Belanda, Rakyat Pulau Tengah siap berperang demi mempertahankan tanah air”.
                
Mendapat jawaban dari H. Ismail, maka pihak Belanda mengirimkan pasukan dan perlengkapan perang untuk menyerang Pulau Tengah, Belanda memperalat dua orang penduduk pribumi untuk menjadi penunjuk jalan untuk melakukan penyerangan ke Pulau Tengah, kedua penduduk pribumi itu diperalat dengan di iming imingi akan diberi hadiah oleh Belanda
                
Iskandar Zakaria, sejarawan dan budayawan Alam Kerinci mengemukakan  pada tanggal 27 Mei 1903, Belanda mulai melancarkan serangan dari dua arah dan jurusan secara serentak, Peperangan di kawasan ini berlansung seru, sangat sulit bagi Belanda untuk menembus benteng pertahanan rakyat dan pejuang Kerinci, dengan kekuatan maksimal Belanda terus menggempur pertahanan para pejuang namun dapat dipatahkan dan puluhan tentara Belanda tewas akibat jerat Lentingan yang dipasang pejuang dan rakyat dibelakang Lawang (pintu masuk). Saat pasukan Belanda memasuki Lawang yang terbuka sedikit dan Belanda berkumpul di daerah itu, tanpa mereka duga pejuang yang terdiri dari Hulubalang, Alim Ulama dan Rakyat memutuskan tali penahan Lentingan, akibatnya sudah dipastikan pasukan penjajah Belanda tewas terhempas oleh lentingan bambu. Karena merasa kewalahan pasukan Belanda yang bersenjata lengkap pontang panting mundur menyelamatkan diri menuju titik aman. Meski telah jatuh banyak korban namun pihak Belanda tetap keras kepala dan berusaha untuk menaklukkan Pulau Tengah, Belanda kembali mendatangkan bala bantuan dan persenjataan modern terdiri dari meriam, bayonet dan  senjata senapan laras panjang. Bersama bala bantuan yang didatangkan dari Padang, Belanda untuk kedua kalinya kembali melancarkan serangan ke dua dengan sasaran Lubuk Pagar  menuju Dusun Baru dan kearah Benteng Telaga. Pada jam 06.30 pagi Belanda melakukan penyerangan ke Benteng Telaga, kali ini serangan Belanda dapat di lumpuhkan oleh para hulubalang dan para pejuang. Serangan kali ini menimbulkan banyak korban jiwa. Dari pihak rakyat dan pejuang telah gugur 3 orang.
                
Keesekan harinya untuk membalas kekalahan kedua, Serdadu Belanda kembali menggempur markas benteng pertahanan pejuang. Saat pagi pagi buta sekitar jam 04.00 WIB subuh hingga pukul 06.30 Belanda melakukan Serangan Fajar. Pertempuran pagi hari ini menimbulkan korban yang sangat besar dari pihak Belanda, lebih dari 300 orang serdadu Belanda tewas bergelimpangan, sedangkan dari pihak pejuang dan rakyat tercatat 31 orang yang tewas.
                
Belanda dengan keserakahan dan kesombongan serta tipu daya yang licik baru berhasil merampas dan menduduki benteng Telaga setelah Belanda berhasil menewaskan pimpinan perang “Bilal Sengak” beserta 2 orang Hulubalang yakni H. Abdul Kasim dan H. Bilal Pakih, ketiga orang tokoh pejuang ini gugur akibat terkena peluru yang ditembakan musuh. Pasukan Belanda dengan gigih kembali melakukan serangan di Koto Putih yang merupakan pintu gerbang masuk ke Pulau Tengah. Para pejuang  dengan gigih sampai tetes darah terakhir dengan kekuatan yang ada berusaha mempertahankan Koto Putih. Dalam pertempuran selama satu hari jatuh 2 orang korban yakni hulubalang “Malin Malelo dan H. Yakin”. Setelah mampu menewaskan kedua orang hulubalang, Pasukan Belanda melanjutkan perjalanan ke Gunung Raya, mereka melewati dusun Benik-Jujun dengan maksud menggempur markas pertahanan rakyat di sebelah utara.

Dipihak lain pasukan Belanda yang datang dari jurusan Lempur dan Semurup naik ke Bukit Betung dan sebagian dari pasukan Belanda melanjutkan perjalanan ke Gunung Raya bergabung dengan pasukan yang datang dari Jujun, beberapa di antaranya menuju Sungai Buai. Di daerah ini terjadi pertempuran, seorang pemuda Mat Saleh dan H. Husin dengan pedang terhunus melakukan penyerangan terhadap pasukan Belanda secara membabi buta.
                
Peperangan di Sungai Buai berlangsung selama 3 jam, puluhan serdadu Belanda tewas ditangan para hulubalang dan pejuang, dan Mat Saleh gugur sebagai syuhada. Di daerah Pulau Tengah pertempuran berlangsung selama 3 bulan, pihak serdadu Belanda merasa kewalahan  menghadapi para pejuang  asal Pulau Tengah. Pada pertempuran ini ratusan serdadu Belanda dan 4  orang Opsir Belanda Tewas.

Melihat Kezhaliman dan kebiadaban yang dilakukan oleh serdadu Belanda, para alim ulama, tokoh tokoh adat menunjukkan sikap perlawanan, dengan semangat jihad Fi Sabilillah  mereka menghadapi Belanda. Pertempuran sempat terhenti karena pihak Belanda menunggu kedatangan bala bantuan dari Padang, sementara hulubalang-hulubalang rakyat termasuk warga/tokoh dari Siulak (Depati Intan), Rawang dan Kerinci bagian Hulu dengan siap siaga. Dengan persenjataan pedang dan senjata sederhana mereka mengintai kedatangan pasukan Belanda di puncak Bukit Gedang, sementara itu di Bukit Sitinjau Laut dan Ranah Manjuto terjadi pertempuran antara Belanda dan pasukan yang dipimpin Depati Parbo dan Depati Agung, dengan taktik Perang Gerilya para pejuang dengan gigih melawan pasukan Belanda yang bersenjata lengkap.
                
Belanda mengirimkan sekitar 1000 orang pasukan dari padang, akan tetapi pasukan ini tak pernah sampai di Kerinci, para pejuang berhasil memukul mundur serdadu Belanda, namun Belanda juga tak putus asa. Sehingga pada tahap berikutnya, Belanda meminta bantuan dari daerah Jambi. Karena pertahanan pejuang di Temiai tidak terlalu kuat dan tidak terjaga rapi, maka dengan leluasa sekitar 1.500 orang serdadu Belanda memasuki zona pertempuran di Alam Kerinci yang dipusatkan di Pulau Tengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar