Untuk pertama kalinya sejak Indonesia Merdeka (Depati Drs. Joni
Mardizal, MM, Jakarta), hanya satu orang
putra terbaik alam Kerinci yang pernah diangkat Presiden RI menjadi Duta
Besar Negara sahabat, putra terbaik itu adalah Mayor Jenderal H. A. Thalib.
Sebelum diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia tahun 1968,
situasi pelik politik Indonesia, khususnya dalam masalah
hubungan Diplomatik Indonesia - Malaysia, selama lebih kurang lima
tahun (1963-1968) hubungan Diplomatik
antara Indonesia - Malaysia terputus akibat Konfrontasi (sengketa) politik
antara kedua Negara bertetangga itu.
Konfrontasi dengan Malaysia (Thahar Ramli: Biografi Mayjend H.A. Thalib
2005 ; BAB 7: 187- 205)berdampak buruk bagi Indonesia, Indonesia kehilangan
simpati dimata jutaan orang Malaysia yang kebanyakan adalah suku Melayu yang
serumpun dengan bangsa Indonesia, untuk memulihkan hubungan kedua negara
bertetangga itu, pihak Malaysia mengharapkan agar Duta Besar Republik Indonesia
pertama pasca konfrontasi hendaknya dari
kalangan suku yang secara psikologisnya memiliki kedekatan dengan penduduk
Malaysia, khususnya dari Pulau Sumatera. Menteri Luar Negeri saat itu H. Adam Malik memiliki pandangan yang sama dengan Malaysia,
akan tetapi saat itu Menteri Luar Negeri RI H. Adam Malik belum tahu siapa
tokoh dari Sumatera yang lebih tepat untuk diangkat menjadi Duta Besar Negara
Republik Indonesia pertama Pasca Konfrontasi
untuk diangkat menjadi Duta Besar RI
di Malaysia.
Melalui pemikiran dan
pertimbangan yang matang, Menteri Luar Negeri H. Adam Malik bertanya kepada Alamsyah Ratu Prawira Negara yang saat
itu menjabat Menteri Kemakmuran. Menteri Kemakmuran Alamsyah Ratu
Prawira Negara bertanya kepada Buya HAMKA,
seorang tokoh kharismatik
dan Ulama Besar dari Minangkabau,
Buya HAMKA tokoh yang di cintai dan segani umat itu menjawab Jenderal H.A.
Thalib paling cocok, dan Menteri Kemakmuran yang juga banyak tahu perjuangan
dan sepak terjang Jenderal H.A. Thalib
mengiyakan dan menyatakan setuju. Menteri Luar Negeri H.
Adam Malik yang mendapat jawaban dari
Jenderal Alamsyah Ratu Perwira Negara juga menyetujui. Ketiga tokoh nasional
saat itu sependapat bahwa Jenderal H.A.
Thalib lebih cocok dengan “Selera“
Malaysia. Jenderal H.A. Thalib putra
Pulau Sumatera asal Kerinci, Propinsi Jambi yang berasal dari Sungai Penuh
merupakan tokoh yang disegani sejak masa perjuangan dan pernah menjadi Atase
Militer untuk India dan Burna di New
Delhi (1954 – 1958). Dilain pihak sejak
awal abad ke XIX di Malaysia sudah
banyak orang Kerinci yang hidup menetap, diantaranya telah menjadi warga Negara
Malaysia. Pada masa itu sudah banyak orang Kerinci yang pergi ke KELANG.
Kelang adalah sebuah pelabuhan di Malaysia. Sudah lama orang Kerinci
hidup menetap di Malaysia. Awalnya, sebagian besar orang Kerinci pergi ke
Kelang sebagai batu loncatan untuk menunaikan ibadah Haji ke Makkah, karena
umumnya perantauan asal Kerinci pada
saat itu membuka kebun karet sebagai bekal kelak berangkat menunaikan ibadah
Haji, setelah memiliki dana yang cukup maka mereka berangkat mengharungi
Samudera luas menuju tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah Haji.
Setelah selesai menunaikan ibadah haji dengan waktu yang cukup
lama,akhirnya mereka kembali pulang, (Sayuti
Hamzah) sebagian besar karena sudah
memiliki mata pencarian tetap dan telah berumah tangga akhirnya mereka memilih hidup menetap sebagai penduduk
Kelang (Malaya) hanya sebagian kecil yang pulang ke alam Kerinci.
Catatan sejarah menyebutkan pada saat Belanda memasuki Kerinci pada
tahun 1903-1906 terjadi pertempuran
besar di alam Kerinci dengan pusat pertempuran paling lama di Pulau
Tengah dan daerah Lolo - Lempur
(Kecamatan Gunung Raya). Pada pertempuran itu walau Kerinci terpaksa
kalah namun pejuang alam Kerinci berhasil melakukan perlawanan dan berhasil
menewaskan ratusan serdadu Belanda.
Di antara penduduk dan Pejuang Kerinci yang tidak mau menyerah kalah
mereka menyelamatkan diri ke
Malaysia dengan satu tekat tetap
melanjutkan perjuangan dari Negeri orang dan
berusaha untuk mencari dana guna membantu para keluarga dan pejuang
yang berada di alam Kerinci. Bagi orang semenanjung Malaya saat itu merasakan
bahwa orang suku Kerinci itu merupakan saudara
serumpun bahkan banyak diantara mereka yang satu keturunan dan nenek
moyang yang sama dengan orang suku Kerinci.
Kamis 11 April 1968 Putra terbaik Indonesia asal suku Kerinci Propinsi
Jambi dilantik oleh Presiden Republik Indonesia Suharto di Istana Negara
Jakarta sebagai Duta Besar Republik Indonesia di Malaysia, bersama Jenderal H.A.
Thalib, Presiden RI juga melantik Sudjatmoko sebagai Duta Besar RI untuk
Amerika Serikat. Dalam Konferensi pers pertamanya setelah dilantik menjadi Duta
Besar RI di Malaysia, Jenderal H.A. Thalib menyatakan Bahwa tugas
utamanya sebagai Duta Besar RI di Malaysia ialah memulihkan
hubungan antara kedua negara yang berasal dari bangsa
serumpun dengan sebaik baiknya. Diharapkan dalam waktu singkat hubungan baik
kedua bangsa serumpun itu segera dapat di wujudkan sehingga kembali hidup rukun
dan damai, dan cinta mencintai. Hal yang demikian tentu hanya dapat
dilaksanakan dengan niat yang ikhlas dan jujur tanpa pura pura atau penuh
kepentingan ideologi kelompok sebagaimana praktek praktek di zaman Orde Lama
yang menyebabkan renggangnya hubungan kedua Negara.
Sikap ramah dan bersahabat yang ditunjukkan Jenderal H.A. Thalib kepada
masyarakat dan pemerintah Malaysia,
telah menghangatkan kembali hubungan baik antara kedua Negara. Hubungan itu
semakin membaik lagi setelah kunjungan muhibbah Presiden Suharto dan rombongan ke
Malaysia tahun 1970, sebagai kunjungan balasan atas kedatangan Perdana Mentri
Tengku Abdul Rahman tahun 1968. Dengan kunjungan kedua pemimpin dari bangsa serumpun dan
berkat hubungan diplomatik yang harmonis
yang dilakukan oleh Jenderal H.A. Thalib, tanpa saluran resmi perjanjian
Internasional, Pintu hati kedua bangsa serumpun terbuka semakin lebar, tidak
ada lagi prasangka-prasangka, yang ada hanya bagaimana mengukuhkan tali yang
telah ada berabad abad terjalin melalui hubungan ras, yaitu ras Melayu.
Ketika masa jabatan Jenderal H.A. Thalib berakhir, masyarakat Malaysia
banyak yang sedih, bahkan
pemerintah Malaysia minta agar
masa kerja Jenderal H.A. Thalib di
perpanjang satu tahun lagi, tetapi saat itu tidak dikabulkan oleh Jakarta. Saat
melepaskan keberangkatan H.A. Thalib ke Indonesia, banyak warga Malaysia yang
menunggu disepanjang jalan hanya untuk sekedar bersalaman sebagai tanda hormat
terhadap jasa dan pengabdian tulus yang
dipersembahkan oleh Jenderal H.A. Thalib.
Sebagai Duta Besar, Jenderal H.A. Thalib telah behasil menjalin dan
meningkatkan kembali hubungan baik antara Indonesia dengan Malaysia, ia juga
telah berhasil menyatukan rumpun Melayu yang
terpecah akibat konfrontasi pada masa berkuasanya ORLA. dan
sebagai penghormatan dan penghargaan pemerintah Malaysia terhadap jasa dan
pengabdian Jenderal H.A. Thalib, maka ia diangkat sebagai warga kehormatan
dengan gelar ”Tan Sri” sebuah gelar
kehormatan Kenegaraan Malaysia, dan istri beliau Nurdjanah juga mendapat Gelar
“Puan Sri”. Penobatan dilakukan di Istana Negara Kerajaan Malaysia pada bulan
Juli 1972, dan dari negara bahagian Pahang, Jenderal H.A. Thalib dan
istrinya juga mendapat kehormatan yakni
‘’Datuk” dan “Datin”.
Keberhasilan, kebersahajaan dan sikap Jenderal H.A. Thalib tidak hanya
membanggakan bangsa indonesia, lebih dari itu orang suku Kerinci yang berada di
Malaysia pada saat itu semakin percaya diri dan ternyata antara suku Melayu
Kerinci dan Melayu Malaysia merupakan suku bangsa serumpun. Sampai saat ini
secara umum hubungan baik antara orang Kerinci (TKI), Mahasiswa Kerinci dan
dengan sesama keturunan suku Kerinci di Malaysia telah terjalin hubungan yang
harmonis (Sayuti Hamzah), Orang Kerinci di Malaysia dapat hidup rukun, dan sangat
jarang terjadi hal hal yang tak mengenakkan bagi orang suku Kerinci yang ada di
Malaysia. Orang Kerinci adalah tipe pekerja keras dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap sesama keturunan suku
Kerinci.
Umumnya orang orang Kerinci ‘Mengelompok’ dalam pemukiman sesuai dengan
asal dusun mereka masing masing, mereka membuat semacam wadah organisasi sosial
berupa kelompok kelompok pengajian dan yasinan, jika ada musibah kematian atau
kegiatan pernikahan warga Kerinci dikelompok masing masing saling membantu. Di
Malaysia rasa kesetiakawanan dan solidaritas sesama warga Kerinci cukup tinggi,
mereka juga tak segan segan membantu warga Kerinci yang baru pertama kali
datang ke Malaysia hingga mereka mendapatkan pekerjaan.
PENULIS : BUDI VJ. RIO TEMENGGUNG, DKK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar