Minggu, 08 Juni 2014

PERJUANGAN RAKYAT KERINCI DIPIMPIN DEPATI PARBO (BAGIAN 8)



Depati Parbo Di Asingkan Ke Ternate
Berbagai siksaan dan azab telah diderita Depati Parbo sejak ditangkap Belanda, berbagai tekanan dan siksaan berat telah dijalani sejak ditangkap hingga di pengasingannya di Ternate. Kekuatan fisik Depati Parbo yang tangguh akhirnya menimbulkan rasa kagum bagi serdadu dan pejabat Belanda.
                
Depati Parbo menjalani masa pembuangan, pengasingan, dan hukuman seumur hidup di Ternate  sejak ia ditangkap tahun 1903. Hingga kembali dibebaskan atas persetujuan Ratu Belanda Wilhelmina tahun 1926. Sejak ditangkap hingga kembali ke tanah kelahirannya Depati Parbo telah menjalani masa hukuman buangan di pengasingan selama 23 tahun.
                
Catatan sejarah dan hasil wawancara penulis dengan cicit (Generasi ke empat) Depati Parbo, H. Nasrun Madin (wawancara Agustus 2011 di kampus AMIK Depati Parbo, Sungai Penuh), wawancara dengan Mansyuri Madin (Februari 2012) dan wawancara dengan Suhartoni (November  2012 di Desa  Lolo)  di kemukakan bahwa Panglima Perang Depati Parbo adalah salah satu tokoh pemimpin perjuangan rakyat alam Kerinci dalam menghadapi serangan bala tentara Belanda yang bernafsu untuk mencengkramkan kakinya di bumi alam Kerinci yang subur, elok, permai, dan damai.
                
Ketika ditangkap Belanda pada tahun 1903, Depati Parbo tetap tidak mau menyerah kalah, sebagai Patriot sejati Depati Parbo tetap tidak mau menundukkan kepala tanda menyerah, dengan gagah Depati Parbo berjalan ditengah Bayonet dan senapan yang siap memuntahkan peluru. Depati Parbo sadar bahwa resiko seorang pejuang hanya ada dua yakni gugur bersimbah darah atau hidup dipenjara dan di asingkan dari sanak keluarga.
Sosok Depati Parbo tidak pernah mengenal kata menyerah, bagi Depati Parbo lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup berputih mata dan dijajah oleh bangsa asing. Di zamannya, bagi tokoh sekelas Depati Parbo mati adalah lebih mulia dari pada hidup dibawah tekanan kaum penjajah. Pada saat melakukan perlawanan dan peperangan, Depati Parbo tidak pernah bermimpi untuk dijadikan Pahlawan, peperangan mempertahankan tanah air lebih bermakna dan selamanya akan menjadi kenangan indah yang tak kan pernah hilang.
                
Pemerintah Belanda sangat khawatir dengan sepak terjang dan kegigihan Depati Parbo dalam berjuang, agar Depati Parbo tidak mudah lolos dari wilayah tempat ia diasingkan, maka Pemerintah Belanda mengirimkan  Depati Parbo nun jauh di Kepulauan Maluku, tepatnya di Ternate (sekarang merupakan salah satu Kota di Provinsi Maluku Utara), sebuah wilayah yang sangat sulit dijangkau dari pulau Sumatera saat itu. Walaupun di hukum dan dibuang seumur hidup, tetapi Depati Parbo tetap kukuh pada pendiriannya, meskipun dikubur dilaut dalam dan luas atau mati binasa di siksa, ia tak akan menyerah. Menurut Depati Parbo yang pernah mendalami Ilmu Agama Islam, kehidupan itu sudah ada yang mengatur, Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala tidak pernah tidur, Ia pasti akan memberikan  jalan terbaik bagi hamba-Nya. Keyakinan inilah yang mendorong sikap Depati Parbo untuk tetap kukuh pada pendiriannya.
                
Setelah melewati perjalanan panjang dan melelahkan menyeberangi laut lautan luas dengan gelombang  besar, akhirnya Depati Parbo sampai di Ternate, selama 23 tahun Depati Parbo hidup diasingkan dan hidup terasing jauh dari kampung halaman dan sanak saudara serta jauh dari teman para pejuang hulubalang dan rakyat alam Kerinci. Selama bertahun tahun di dalam masa pembuangan, Depati Parbo melewati hari hari sepinya dengan menekuni pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran agama Islam yang telah ia yakini kebenarannya. Karena wataknya yang suka menolong orang, membuat Depati Parbo disegani oleh sesama orang buangan maupun oleh serdadu dan pemerintah Belanda yang ada di Ternate. Selama berada di pengasingan, ia berusaha menjadi pedagang kecil-kecilan. Dari hasil perniagan itulah Depati Parbo hidup berkecukupan dan sebagian hasilnya di sisihkan sebagai tabungan. Belakangan  tabungan yang berhasil di kumpulkannya itu dijadikan sebagai tambahan biaya untuk menunaikan ibadah haji tahun 1927  bersama keluarganya.

Sejak ditangkap Belanda pada tahun 1903, Panglima Perang Depati Parbo hidup dalam pengasingan di Ternate, sebagai orang yang menekuni dan menjalani  ajaran agama Islam, Depati Parbo dikenal sebagai “Tabib”. Pada suatu hari salah seorang  anak dari Asisten Residen Belanda di Ternate menderita Sakit, Asisten Residen telah berupaya mencari obat untuk anaknya, beberapa orang Dokter telah berupaya keras untuk mengobati anaknya, namun penyakit sang anak tak kunjung sembuh.
                
Setelah puas mencari obat untuk anaknya tercinta, akhirnya Asisten Residen memohon bantuan Depati Parbo untuk mencari jalan kesembuhan bagi anaknya. Atas pertolongan dan kuasa Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala, lewat tangan Depati Parbo, beberapa waktu kemudian setelah mendapat perawatan dan pengobatan akhirnya anak dari Asisten Residen secara perlahan mulai pulih dari penyakit yang dideritanya.

Asiten Residen merasa sangat berterima kasih dan merasa berhutang budi atas jasa baik dan bantuan pengobatan yang diberikan Depati Parbo. Asisten Residen menawarkan dua macam hadiah yang harus dipilih salah satu, yaitu Depati Parbo ditawarkan keliling dunia dengan biaya dan tanggungan dari Asisten Residen atau Kembali ke kampung halamannya; Alam Kerinci di Puncak Andalas, Sumatera, dengan biaya dari Asisten Residen (disini tampak begitu besar rasa & jiwa sosial Depati Parbo, meski ia pernah mengalami penyiksaan dan dibuang seumur hidup, akan tetapi rasa kemanusiaannya sangat tinggi). Karena rindunya terhadap tanah kelahirannya, maka Depati Parbo menjatuhkan pilihan yang kedua yakni pulang kembali ke negeri tercinta untuk hidup bersama di tengah-tengah sanak saudara dan rakyat Alam Kerinci yang ia cintai yang telah lama di tinggalkan.
                
Asisten Residen menyetujui pilihan kedua yang diberikan Depati Parbo, selanjutnya Asisten Residen menulis surat permohonan kepada Ratu Belanda agar membebaskan Depati Parbo, surat itu di tanda tangani oleh Depati Parbo, alamat sampul dan tujuan surat pada sampul ditulis tangan oleh Asisten Residen, inti surat tersebut adalah memohon agar Depati Parbo dibebaskan dari hukuman. Atas jaminan dari para Depati-Depati se Alam Kerinci, namun sebelum balasan dan keputusan dari Ratu Belanda diterima, ternyata dalam waktu yang hampir bersamaan, Asisten Residen di mutasikan dari Ternate, dan kepada Depati Parbo Asisten Residen meminta agar beliau bersabar, Asisten Residen berjanji tetap akan mencari jalan dan berusaha untuk membebaskan Depati Parbo dan memulangkan Depati Parbo ke negeri leluhurnya; Alam Kerinci.
                
Seminggu setelah Asisten berangkat dari Ternate. Depati Parbo menerima sepucuk surat dari negeri Belanda yang intinya menyatakan bahwa Depati Parbo dibebaskan dari tahanan se umur hidup dan boleh pulang ke Kerinci. Tidak terlalu lama menunggu akhirnya dengan diantar oleh Kapal Perang Belanda, Depati Parbo menyeberangi lautan luas hingga ke Aceh, melalui jalan darat Depati Parbo melanjutkan perjalanannya ke Padang (Sumatera Barat). Dengan sampainya Depati Parbo di Padang, maka berakhir sudah Pembuangan dan hukuman seumur hidup yang telah beliau jalani selama ± 23 Tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar