Depati Parbo Di Asingkan Ke Ternate
Berbagai siksaan dan azab telah diderita Depati Parbo sejak ditangkap
Belanda, berbagai tekanan dan siksaan berat telah dijalani sejak ditangkap hingga
di pengasingannya di Ternate. Kekuatan fisik Depati Parbo yang tangguh akhirnya
menimbulkan rasa kagum bagi serdadu dan pejabat Belanda.
Depati Parbo menjalani masa pembuangan, pengasingan, dan hukuman seumur
hidup di Ternate sejak ia ditangkap
tahun 1903. Hingga kembali dibebaskan atas persetujuan Ratu Belanda Wilhelmina
tahun 1926. Sejak ditangkap hingga kembali ke tanah kelahirannya Depati Parbo
telah menjalani masa hukuman buangan di pengasingan selama 23 tahun.
Catatan sejarah dan hasil wawancara penulis dengan cicit (Generasi ke empat)
Depati Parbo, H. Nasrun Madin (wawancara Agustus 2011 di kampus AMIK Depati
Parbo, Sungai Penuh), wawancara dengan Mansyuri Madin (Februari 2012) dan
wawancara dengan Suhartoni (November
2012 di Desa Lolo) di kemukakan bahwa Panglima Perang Depati
Parbo adalah salah satu tokoh pemimpin perjuangan rakyat alam Kerinci dalam
menghadapi serangan bala tentara Belanda yang bernafsu untuk mencengkramkan
kakinya di bumi alam Kerinci yang subur, elok, permai, dan damai.
Ketika ditangkap Belanda pada tahun 1903, Depati Parbo tetap tidak mau
menyerah kalah, sebagai Patriot sejati Depati Parbo tetap tidak mau menundukkan
kepala tanda menyerah, dengan gagah Depati Parbo berjalan ditengah Bayonet dan
senapan yang siap memuntahkan peluru. Depati Parbo sadar bahwa resiko seorang
pejuang hanya ada dua yakni gugur bersimbah darah atau hidup dipenjara dan di asingkan
dari sanak keluarga.
Sosok Depati Parbo tidak pernah mengenal kata menyerah, bagi Depati
Parbo lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup berputih mata dan dijajah
oleh bangsa asing. Di zamannya, bagi tokoh sekelas Depati Parbo mati adalah
lebih mulia dari pada hidup dibawah tekanan kaum penjajah. Pada saat melakukan
perlawanan dan peperangan, Depati Parbo tidak pernah bermimpi untuk dijadikan
Pahlawan, peperangan mempertahankan tanah air lebih bermakna dan selamanya akan
menjadi kenangan indah yang tak kan pernah hilang.
Pemerintah Belanda sangat khawatir dengan sepak terjang dan kegigihan
Depati Parbo dalam berjuang, agar Depati Parbo tidak mudah lolos dari wilayah
tempat ia diasingkan, maka Pemerintah Belanda mengirimkan Depati Parbo nun jauh di Kepulauan Maluku, tepatnya
di Ternate (sekarang merupakan salah satu Kota di Provinsi Maluku Utara),
sebuah wilayah yang sangat sulit dijangkau dari pulau Sumatera saat itu. Walaupun
di hukum dan dibuang seumur hidup, tetapi Depati Parbo tetap kukuh pada
pendiriannya, meskipun dikubur dilaut dalam dan luas atau mati binasa di siksa,
ia tak akan menyerah. Menurut Depati Parbo yang pernah mendalami Ilmu Agama
Islam, kehidupan itu sudah ada yang mengatur, Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala tidak
pernah tidur, Ia pasti akan memberikan
jalan terbaik bagi hamba-Nya. Keyakinan inilah yang mendorong sikap
Depati Parbo untuk tetap kukuh pada pendiriannya.
Setelah melewati perjalanan panjang dan melelahkan menyeberangi laut
lautan luas dengan gelombang besar, akhirnya
Depati Parbo sampai di Ternate, selama 23 tahun Depati Parbo hidup diasingkan
dan hidup terasing jauh dari kampung halaman dan sanak saudara serta jauh dari
teman para pejuang hulubalang dan rakyat alam Kerinci. Selama bertahun tahun di
dalam masa pembuangan, Depati Parbo melewati hari hari sepinya dengan menekuni
pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran agama Islam yang telah ia yakini
kebenarannya. Karena wataknya yang suka menolong orang, membuat Depati Parbo
disegani oleh sesama orang buangan maupun oleh serdadu dan pemerintah Belanda yang ada di Ternate. Selama berada di
pengasingan, ia berusaha menjadi pedagang kecil-kecilan. Dari hasil perniagan itulah
Depati Parbo hidup berkecukupan dan sebagian hasilnya di sisihkan sebagai
tabungan. Belakangan tabungan yang
berhasil di kumpulkannya itu dijadikan sebagai tambahan biaya untuk menunaikan
ibadah haji tahun 1927 bersama
keluarganya.
Sejak ditangkap Belanda pada tahun 1903, Panglima Perang Depati Parbo
hidup dalam pengasingan di Ternate, sebagai orang yang menekuni dan
menjalani ajaran agama Islam, Depati
Parbo dikenal sebagai “Tabib”. Pada suatu hari salah seorang anak dari Asisten Residen Belanda di Ternate
menderita Sakit, Asisten Residen telah berupaya mencari obat untuk anaknya,
beberapa orang Dokter telah berupaya keras untuk mengobati anaknya, namun
penyakit sang anak tak kunjung sembuh.
Setelah puas mencari obat untuk anaknya tercinta, akhirnya Asisten
Residen memohon bantuan Depati Parbo untuk mencari jalan kesembuhan bagi
anaknya. Atas pertolongan dan kuasa Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala, lewat tangan
Depati Parbo, beberapa waktu kemudian setelah mendapat perawatan dan pengobatan
akhirnya anak dari Asisten Residen secara perlahan mulai pulih dari penyakit
yang dideritanya.
Asiten Residen merasa sangat berterima kasih dan merasa berhutang budi atas jasa baik dan bantuan pengobatan yang diberikan Depati Parbo. Asisten Residen menawarkan dua macam hadiah yang harus dipilih salah satu, yaitu Depati Parbo ditawarkan keliling dunia dengan biaya dan tanggungan dari Asisten Residen atau Kembali ke kampung halamannya; Alam Kerinci di Puncak Andalas, Sumatera, dengan biaya dari Asisten Residen (disini tampak begitu besar rasa & jiwa sosial Depati Parbo, meski ia pernah mengalami penyiksaan dan dibuang seumur hidup, akan tetapi rasa kemanusiaannya sangat tinggi). Karena rindunya terhadap tanah kelahirannya, maka Depati Parbo menjatuhkan pilihan yang kedua yakni pulang kembali ke negeri tercinta untuk hidup bersama di tengah-tengah sanak saudara dan rakyat Alam Kerinci yang ia cintai yang telah lama di tinggalkan.
Asiten Residen merasa sangat berterima kasih dan merasa berhutang budi atas jasa baik dan bantuan pengobatan yang diberikan Depati Parbo. Asisten Residen menawarkan dua macam hadiah yang harus dipilih salah satu, yaitu Depati Parbo ditawarkan keliling dunia dengan biaya dan tanggungan dari Asisten Residen atau Kembali ke kampung halamannya; Alam Kerinci di Puncak Andalas, Sumatera, dengan biaya dari Asisten Residen (disini tampak begitu besar rasa & jiwa sosial Depati Parbo, meski ia pernah mengalami penyiksaan dan dibuang seumur hidup, akan tetapi rasa kemanusiaannya sangat tinggi). Karena rindunya terhadap tanah kelahirannya, maka Depati Parbo menjatuhkan pilihan yang kedua yakni pulang kembali ke negeri tercinta untuk hidup bersama di tengah-tengah sanak saudara dan rakyat Alam Kerinci yang ia cintai yang telah lama di tinggalkan.
Asisten Residen menyetujui pilihan kedua yang diberikan Depati Parbo,
selanjutnya Asisten Residen menulis surat permohonan kepada Ratu Belanda agar
membebaskan Depati Parbo, surat itu di tanda tangani oleh Depati Parbo, alamat
sampul dan tujuan surat pada sampul ditulis tangan oleh Asisten Residen, inti
surat tersebut adalah memohon agar Depati Parbo dibebaskan dari hukuman. Atas
jaminan dari para Depati-Depati se Alam Kerinci, namun sebelum balasan dan
keputusan dari Ratu Belanda diterima, ternyata dalam waktu yang hampir
bersamaan, Asisten Residen di mutasikan dari Ternate, dan kepada Depati Parbo
Asisten Residen meminta agar beliau bersabar, Asisten Residen berjanji tetap
akan mencari jalan dan berusaha untuk membebaskan Depati Parbo dan memulangkan
Depati Parbo ke negeri leluhurnya; Alam Kerinci.
Seminggu setelah Asisten berangkat dari Ternate. Depati Parbo menerima
sepucuk surat dari negeri Belanda yang intinya menyatakan bahwa Depati Parbo
dibebaskan dari tahanan se umur hidup dan boleh pulang ke Kerinci. Tidak
terlalu lama menunggu akhirnya dengan diantar oleh Kapal Perang Belanda, Depati
Parbo menyeberangi lautan luas hingga ke Aceh, melalui jalan darat Depati Parbo
melanjutkan perjalanannya ke Padang (Sumatera Barat). Dengan sampainya Depati
Parbo di Padang, maka berakhir sudah Pembuangan dan hukuman seumur hidup yang
telah beliau jalani selama ± 23 Tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar