Penulis
: Dr.Muhammad Arifin bin Badri MA
PENDAHULUAN
Alhamdulillah. Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan
sahabatnya. Kajian kita kali ini kita akan mengupas perihal saham. Saham
adalah tanda kepemilikan seseorang atau lembaga terhadap suatu perusahaan atau
perseroan terbatas (PT). Biasanya saham diwujudkan dalam lembaran kertas yang
menerangkan bahwa pemilik lembaran saham ini adalah pemilik perusahaan yang
mengeluarkan/menerbitkan surat berharga ini.
Dengan demikian, sebesar penyertaan dana Anda di suatu perusahaan maka sebesar itu pula kadar kepemilikan Anda terhadap perusahaan tersebut. Sebaliknya, dapat dipahami pula bahwa idealnya tanggung jawab Anda atas perusahaan terkaitpun sebesar nilai saham yang Anda miliki.
Dengan demikian, sebesar penyertaan dana Anda di suatu perusahaan maka sebesar itu pula kadar kepemilikan Anda terhadap perusahaan tersebut. Sebaliknya, dapat dipahami pula bahwa idealnya tanggung jawab Anda atas perusahaan terkaitpun sebesar nilai saham yang Anda miliki.
Istilah saham sementara ini lebih akrab bagi
kalangan tertentu. Tetapi tidak menutup kemungkinan, sebuah usaha kecil yang
dikelola dengan rapi dan profesional berani membuka diri, menerima para
penanam modal. Ketika itu perusahaan perlu menerbitkan lembaran saham.
Seiring dengan perkembangan dunia ekonomi,
ternyata ada pihak-pihak yang ingin mencari rezeki dari jalan jual-beli saham.
Membeli saham perusahaan yang diperkirakan mendatangkan hasil dan menjual
sahamnya atas perusahaan yang kurang menjanjikan.
Bagaimana tinjauan syariat Islam atas hal ini. Mari kita kaji bersama pembahasan singkatnya.
Bagaimana tinjauan syariat Islam atas hal ini. Mari kita kaji bersama pembahasan singkatnya.
MACAM-MACAM SAHAM DAN
HUKUMNYA
Saham dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang.
Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, biasanya saham dapat
diklasifikasikan ke dalam dua [dalam uraian penulis menyebutkan tiga] jenis:
1. Saham Biasa (Common Stock)
Saham seperti inilah yang paling banyak diperjualbelikan
di pasar modal dan yang paling sering menjadi tema pembahasan di masyarakat.
Karakteristik saham biasa adalah:
Tujuan investor atau pemilik saham biasanya ingin mendapatkan pembagian deviden (keuntungan usaha perusahaan) atau memperoleh capital gain (selisih harga beli dan jual) jika terjadi kenaikan harga.
Tujuan investor atau pemilik saham biasanya ingin mendapatkan pembagian deviden (keuntungan usaha perusahaan) atau memperoleh capital gain (selisih harga beli dan jual) jika terjadi kenaikan harga.
Pemiliknya paling terakhir dalam mendapatkan
bagian keuntungan dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan
tersebut mengalami kerugian atau bangkrut.
Pemiliknya hanya mendapatkan bagian keuntungan bila perusahaan berhasil membukukan keuntungan.
Pemiliknya hanya mendapatkan bagian keuntungan bila perusahaan berhasil membukukan keuntungan.
Pemegang saham memiliki hak suara dalam RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham).
Pemilik saham berhak mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain dengan cara-cara yang dibenarkan.
Pemilik saham berhak mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain dengan cara-cara yang dibenarkan.
Secara hukum dan prinsip syari'at Islam, tidak
mengapa seseorang memiliki saham jenis ini tentunya dengan mengindahkan
beberapa catatan. Hal ini dikarenakan perserikatan dagang dalam Islam dibangun
di atas asas kesamaan hak dan kewajiban. Dan hal ini benar-benar terwujud pada
saham jenis ini, oleh karena itu tidak ada keraguan bahwa menerbitkan dan
memperjualbelikan saham jenis ini adalah halal. (Suuq al-Aurooq al Maliyah;
Dr. Khursyid Asyrof Iqbal 123 & Ahkamut Ta'amul Fil Aswaq al Maliyah; Dr.
Mubarok bin Sulaiman al Sulaiman 1/148)
2. Saham Istimewa/Preferen (Preffered Stock)
Sejatinya, saham istimewa ini adalah gabungan
antara karakteristik obligasi1 dan karakteristik saham biasa. Karenanya selain
mendapatkan seluruh hak yang didapatkan oleh pemilik saham biasa, pemilik
saham jenis ini mendapatkan hak-hak yang biasanya diberikan kepada para
kreditur dalam obligasi. Beberapa hak yang membedakan saham preferen dari saham
biasa adalah:
- Mendapatkan deviden dalam jumlah yang terjamin dan tetap dalam persentase (suku bunga).
- Pemegang saham jenis ini tetap menerima deviden walaupun perusahaan merugi.
- Mendapatkan prioritas untuk mendapatkan deviden sebelum pemilik saham biasa.
- Mendapatkan prioritas dalam hak suara dibanding pemilik saham biasa.
Para ulama ahli fiqih zaman sekarang -sebatas yang saya ketahui- sepakat mengharamkan penerbitan dan menjualbelikan saham jenis ini, dengan beberapa alasan berikut:
1. Para pemilik saham preferen
tidak memiliki kelebihan yang menyebabkannya mendapatkan perilaku istimewa
ini. Padahal keuntungan dalam usaha hanya diberikan kepada pemilik modal dan
atau keahlian, sedangkan pemegang saham preferen tidak memiliki kelebihan
dalam dua hal itu dibanding pemegang saham biasa.
Ibnu
Qudamah الله رحمه berkata: "Seseorang berhak mendapatkan keuntungan
dikarenakan ia memiliki andil dengan modal atau keahlian. Dengan demikian tidak
ada alasan untuk memberikan persentase keuntungan yang melebihi total modal
sekutu pasif. Sehingga persyaratan semacam ini tidak sah." (Al-Mughni oleh
Ibnu Qudamah 7/139)
2. Pada dasarnya keuntungan
yang diberikan kepada pemilik saham preferen adalah riba. Karena modal mereka
terjamin dan tetap mendapatkan keuntungan walaupun kinerja perusahaan merugi.
Tidak diragukan lagi, ini adalah kedzoliman dan salah satu bentuk pengambilan
harta orang lain dengan cara-cara yang menyelisihi syari'at. Rosululloh Shollallohu
‘Alaihi Wasallam bersabda:
"Penghasilan/keuntungan
adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian." (HR. Ahmad, Abu
Da-wud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan dihasankan Syaikh al-Albani)
3. Tidak heran bila badan fiqih
di bawah organisasi OKI, yaitu International Islamic Fiqih
Academy dengan tegas menyatakan:
"Tidak
boleh menerbitkan saham preferen yang memiliki konsekuensi memberikan jaminan
atas dana investasi yang ditanamkan, atau memberikan keuntungan yang bersifat
tetap, atau mendahulukan pemiliknya ketika pengembalian investasi atau
pembagian deviden." (Sidang Ke-7, Keputusan no: 63/1/7).
Catatan
Kaki : Obligasi adalah surat pinjaman dengan bunga tertentu dari
pemerintah vang dapat diperjualbelikan. Pengertian lain: surat utang berjangka
(waktu) lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, dikeluarkan oleh
perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan.
(Red. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia).
3. Saham Kosong
Saham kosong biasanya diberikan atas kesepakatan
pemegang saham lainnya kepada pihak-pihak yang dianggap atau diharapkan berjasa
pada perusahaan. Para penerima saham kosong ini berhak mendapatkan deviden dari
keuntungan bersih perusahaan. Saham ini memiliki berbagai perbedaan dari
saham biasa:
- Saham kosong tidak memiliki nilai nominal yang tertulis pada lembar saham, sehingga haknya hanya sebatas mendapatkan deviden.
- Pemegang saham kosong tidak berhak menghadiri RUPS dan juga tidak memiliki wewenang untuk campur tangan dalam kebijaksanaan dan arah perusahaan.
- Saham kosong bisa dihapuskan, baik secara keseluruhan atau sebagian saja.
Karena karakter saham kosong seperti ini, kebanyakan ulama kontemporer melarang penerbitan saham kosong dengan beberapa alasan:
¾ Pada-dasarnya saham kosong
adalah salah saru bentuk jual beli jasa dimana nominal nilai jualnya harus
diketahui, dan tidak dalam hitunganbpersentase dari keuntungan yang tidak
menentu jumlahnya. Dengan demikian saham kosongbini tercakup oleh keumuman
hadits riwayat Abu Hurairoh Rodhiallohu ‘Anhu berikut:
"Rosululloh
عليه وسلم الله صلي melarang jual beli dengan cara melempar batu dan yang
mengandung ghoror (unsur spekulasi)." (HR. Muslim)
¾ Saham kosong sering kali
menjadi ancaman masa depan perusahaan dan merugikan para pemegang saham.
¾
Biasanya saham kosong adalah
pintu lebar buat terjadinya praktek manipulasi, suap dan tindakan tercela
lainnya.1
Catatan Kaki
1.Suuq al-Aurooq al-Maliyah 320-321, oleh Dr. Khursyid Asyraf Iqbal & al-Ashum wassanadat wa Ahkamua Fil Fiqhil Islami. 173-174, Dr. Ahmad bin Muhammad al-Kholil.
Catatan Kaki
1.Suuq al-Aurooq al-Maliyah 320-321, oleh Dr. Khursyid Asyraf Iqbal & al-Ashum wassanadat wa Ahkamua Fil Fiqhil Islami. 173-174, Dr. Ahmad bin Muhammad al-Kholil.
KAPAN ANDA HALAL MENJUAL
BELIKAN SAHAM
Setelah kita mengetahui hukum asal penerbitan dan memperjualbelikan ketiga jenis saham di atas, tidak sepantasnya kita menutup mata dari fakta dan berbagai hal yang erat hubungannya dengan saham.
Para ulama menjelaskan tentang persyaratan
jual beli saham adalah sebagai berikut:
Saham perusahaan semacam ini boleh diperjualbelikan
dengan harga yang disepakati kedua belah pihak. Baik dengan harga jual sama
dengan nilai nominal yang tertera pada surat saham atau berbeda.
Adapun saham perusahaan yang sedang dirintis,
sehingga kekayaannya masih dalam wujud uang maka sahamnya tidak boleh
diperjualbelikan kecuali dengan harga yang sama dengan nilai nominal saham.
Kemudian pembayaran hendaknya dilakukan dengan cara kontan.
Hal ini dikarenakan setiap surat saham perusahaan
jenis ini seutuhnya masih mewakili sejumlah uang modal yang tersimpan dan tidak
mewakili aset perusahaan sehingga bila diperjualbelikan lebih mahal atau lebih
murah dari nilai nominal saham maka berarti telah terjadi praktek tukar
menukar mata uang dengan cara yang tidak dibenarkan.
Perusahaan
penerbit saham bergerak dalam usaha yang dihalalkan syari'at
Karena sebagai pemilik saham -seberapa pun besarnya- Anda adalah salah satu pemilik perusahaan tersebut. Dengan demikian, tanggung jawab Anda atas setiap usaha perusahaan. Hal ini berdasarkan firman Alloh
Karena sebagai pemilik saham -seberapa pun besarnya- Anda adalah salah satu pemilik perusahaan tersebut. Dengan demikian, tanggung jawab Anda atas setiap usaha perusahaan. Hal ini berdasarkan firman Alloh
"dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran" (QS. al-Maidah [5]:2)
Perusahaan
terkait tidak melakukan praktek riba, baik pada pembiayaan, penyimpanan
kekayaan atau lainnya
Bila suaru perusahaan dalam pembiayaan, atau
penyimpanan kekayaannya menggunakan konsep riba, maka seseorang tidak
dibenarkan membeli saham perusahaan tersebut. Sebagai contoh: Suatu perusahaan
yang bergerak dalam bidang produksi perabot rumah tangga. Untuk membiayai
usaha, perusahaannya memungut piutang dari bank ribawi yang tentunya dengan
suku bunga tertentu. Anda tidak dibenarkan membeli saham perusahaan semacam
ini. Ketentuan ini selaras dengan kaidah dalam ilmu fiqih:
"Bila tercampur antara hal yang halal
dengan hal yang haram, maka lebih dikuatkan yang haram."
Penjualan
dan pembeliannya dilakukan dengan cara yang dibenarkan dalam syari'at.
Dengan demikian berbagai hukum yang berlaku pada jual-beli biasa berlaku pula pada jual-beli saham. Misal, Anda tidak dibenarkan menjual kembali saham yang dibeli sebelum sepenuhnya saham tersebut diserah terimakan kepada Anda. Dengan demikian metode jual-beli saham yang ada di masyarakat dan yang dikenal dengan sebutan "one day trading" atau yang serupa adalah metode yang tidak dibenarkan Berikut gambaran singkat tentang metode ini:
Misal, pengusaha (B) membeli sejumlah surat saham dari broker2 (A) dengan pembayaran terhutang, sedangkan surat saham yang telah dibeli tersebut tetap berada di tangan (A) sebagai jaminan atas pembayaran yang terhutang sehingga (B) belum sepenuhnya menerima surat saham tersebut. Pada penutupan bursa saham di akhir hari, (B) berkewajiban menjual kembali saham tersebut kepada (A).
Pembayaran antara keduanya pada kedua transaksi tersebut hanya dilakukan dengan membayar selisih harga jual dari harga beli. Transaksi semacam ini termasuk transaksi riba yang diharamkan dalam Islam.
Dengan demikian berbagai hukum yang berlaku pada jual-beli biasa berlaku pula pada jual-beli saham. Misal, Anda tidak dibenarkan menjual kembali saham yang dibeli sebelum sepenuhnya saham tersebut diserah terimakan kepada Anda. Dengan demikian metode jual-beli saham yang ada di masyarakat dan yang dikenal dengan sebutan "one day trading" atau yang serupa adalah metode yang tidak dibenarkan Berikut gambaran singkat tentang metode ini:
Misal, pengusaha (B) membeli sejumlah surat saham dari broker2 (A) dengan pembayaran terhutang, sedangkan surat saham yang telah dibeli tersebut tetap berada di tangan (A) sebagai jaminan atas pembayaran yang terhutang sehingga (B) belum sepenuhnya menerima surat saham tersebut. Pada penutupan bursa saham di akhir hari, (B) berkewajiban menjual kembali saham tersebut kepada (A).
Pembayaran antara keduanya pada kedua transaksi tersebut hanya dilakukan dengan membayar selisih harga jual dari harga beli. Transaksi semacam ini termasuk transaksi riba yang diharamkan dalam Islam.
"Dari sahabat Ibnu 'Abbas Rodhiallohu
‘Anhuma, ia menuturkan: Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
"Barang siapa yang membeli bahan makanan maka janganlah ia menjualnya
kembali hingga ia selesai menerimanya." Ibnu 'Abbas berkata: Dan saya
berpendapat bahwa segala sesuatu barang hukumnya seperti hukum bahan makanan.
Thowus berkata: "Aku bertanya kepada Ibnu 'Abbas: Bagaimana kok demikian
? Ia menjawab: Itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan
dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda (sebatas kedok belaka)" (HR. Muttafaqun
'alaih)
Sebagaimana jual beli ini juga dapat termasuk
jual beli 'inah yang diharamkan dalam Islam. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi
Wasallam bersabda:
"Bila kalian telah (sibuk dengan)
mengikuti ekor-ekor sapi (beternak), ber jual beli dengan cara 'innah dan
meninggalkan jihad, niscaya Alloh akan melekatkan kehinaan di tengkuk- tengkuk
kalian, kemudian kehinaan tidak akan dicabut dari kalian hingga kalian kembali
kepada keadaan kalian semula dan bertaubat kepada Alloh." (HR. Ahmad, Abu
Dawud, al Baihaqi dan dinyatakan shohih oleh al-Albani)
Jual beli 'innah ialah Anda menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran terhutang. Setelah jual beli ini selesai, Anda kembali membeli barang tersebut dengan pembayaran kontan dan tentunya dengan harga yang lebih murah.
Jual beli 'innah ialah Anda menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran terhutang. Setelah jual beli ini selesai, Anda kembali membeli barang tersebut dengan pembayaran kontan dan tentunya dengan harga yang lebih murah.
Pendek kata, saham tak ubahnya barang komoditi
lainnya. Dalam proses jual-belinya tetap harus mengindahkan berbagai hukum dan
asas yang telah digariskan dalam Islam.
Catatan
Kaki
¾
Al-Mantsur Fi al-Qowa'id
oleh az-Zarkasyi 1/50, & al-Asybah wa an Nazhoir oleh Jalaluddin as Suyuthi
105.
¾ Broker adalah pedagang
perantara yang menghubungkan pedagang satu dengan yang lain dalam hal jual-beli
atau antara penjual dan pembeli; makelar; pialang (Radaksi, dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia).
FATWA BADAN FIQIH
Berikut nukilan fatwa dari Badan Fiqih Islam di bawah Organisasi Robithoh Alam
Islami/Liga Muslim Dunia (Muslim World League)
Segala puji hanya milik Alloh Subhanahu Wa
Ta’ala, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi yang tiada nabi
setelahnya, yaitu pemimpin kita sekaligus Nabi kita Muhammad Shollallohu
‘Alaihi Wasallam dan kepada keluarga, dan sahabatnya Rodhiallohu ‘anhum
Amma ba'du: Sesungguhnya anggota rapat al-Majma'
al-Fiqhi di bawah Robithoh Alam Islami pada rapatnya ke-14 yang diadakan di
kota Makkah al-Mukaromah dan dimulai dari hari Sabtu tanggal 20 Sya'ban 1415 H
yang bertepatan dengan tanggal 21 Januari 1995 M, telah membahas permasalahan
ini (jual-beli saham perusahaan-pen) dan kemudian menghasilkan keputusan
berikut:
- Karena hukum dasar dalam perniagaan adalah halal dan mubah, maka mendirikan suatu perusahaan publik yang bertujuan dan bergerak dalam hal yang mubah adalah dibolehkan menurut syari'at.
- Tidak diperselisihkan akan keharaman ikut serta menanam saham pada perusahaan-perusahaan yang tujuan utamanya diharamkan, misalnya bergerak dalam transaksi riba, atau memproduksi barang-barang haram, atau memperdagangkannya.
- Seorang muslim tidak boleh membeli saham perusahaan atau badan usaha yang pada sebagian usahanya menjalankan praktek riba, sedangkan pembelinya mengetahui hal itu.
- Bila ada seseorang yang terlanjur membeli saham suatu perusahaan sedangkan ia tidak mengetahui bahwa perusahaan tersebut menjalankan transaksi riba, lalu di kemudian hari ia mengetahui hal tersebut maka ia wajib untuk keluar dari perusahaan tersebut.
Keharaman membeli saham perusahaan tersebut
telah jelas berdasarkan keumuman dalil-dalil al-Qur'an dan as-Sunnah yang
mengharamkan riba. Hal ini dikarenakan membeli saham perusahaan yang
menjalankan transaksi riba sedangkan pembelinya telah mengetahui akan hal itu,
berarti pembeli telah ikut ambil andil dalam transaksi riba.
Yang demikian itu karena saham merupakan
bagian dari modal perusahaan sehingga pemiliknya ikut memiliki sebagian dari
aset perusahaan. Oleh karenanya, seluruh harta yang dipiutangkan perusahaan
dengan mewajibkan bunga atau harta yang diutang oleh perusahaan dengan
ketentuan membayar bunga, maka pemilik saham telah memiliki bagian dan andil
darinya. Hal ini disebabkan orang-orang (pelaksana perusahaan-pen) yang
mengutangkan atau menerima piutang dengan ketentuan membayar bunga, sebenarnya
adalah perwakilan dari pemilik saham, dan mewakilkan seseorang untuk melakukan
pekerjaan yang diharamkan hukumnya tidak boleh.
Semoga sholawat dan salam yang berlimpah
senantiasa dikaruniakan kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam keluarga
dan sahabatnya. Dan segala puji hanya milik Alloh, Tuhan semesta Alam.1
International Islamic Fiqih Academy, organisasi
fiqih international di bawah naungan OKI (Organisasi Konferensi Islam), pada
sidangnya ke-7, keputusan no: 63 (1/7) juga memfatwakan hal yang sama.
Mungkin Anda berkata: Bila hukum asal memperjualbelikan
saham adalah halal, mengapa para ulama menambahkan beberapa persyaratan lain
agar suatu saham boleh diperdagangkan?
Saudaraku! Tidak perlu heran, karena saham
tidak berbeda dari berbagai harta kekayaan lainnya semisal padi, emas, hewan
ternak dan lainnya. Walaupun berbagai harta ini halal diperjualbelikan, akan
tetapi tidak berarti Anda dapat melakukannya sesuka Anda. Beberapa batasan dan
ketentuan harus Anda indahkan agar perniagaan Anda selaras dengan syari'at.
Karenanya, Anda tidak dibenarkan menukar tambahkan emas dengan emas, apapun
alasan Anda.
"Janganlah engkau jual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebagian lainnya, janganlah engkau jual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebagian lainnya. Dan janganlah engkau jual sebagiannya yang diserahkan dengan kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan dengan kontan." (HR. Bukhori dan Muslim)
Saudaraku! kemewahan dan kemajuan sarana prasarana di tempat memperdagangkan saham dan berbagai surat berharga lainnya, janganlah menjadikan umat Islam silau sehingga melalaikan berbagai ketentuan syari'at dalam perniagaan. Hukum syari'at Islam senantiasa dikaitkan dengan inti setiap ucapan dan tindakan, bukan dengan penampilan luar dan berbagai hal sekunder lainnya. Wallohu Ta'ala a'lam bi ash-showab.
"Janganlah engkau jual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebagian lainnya, janganlah engkau jual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebagian lainnya. Dan janganlah engkau jual sebagiannya yang diserahkan dengan kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan dengan kontan." (HR. Bukhori dan Muslim)
Saudaraku! kemewahan dan kemajuan sarana prasarana di tempat memperdagangkan saham dan berbagai surat berharga lainnya, janganlah menjadikan umat Islam silau sehingga melalaikan berbagai ketentuan syari'at dalam perniagaan. Hukum syari'at Islam senantiasa dikaitkan dengan inti setiap ucapan dan tindakan, bukan dengan penampilan luar dan berbagai hal sekunder lainnya. Wallohu Ta'ala a'lam bi ash-showab.
Semoga sholawat dan salam senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan sahabatnya.
Aamiin.
Catatan Kaki
1.
Ensiklopedi Keputusan-keputusan
al-Majma’ al Fiqhi al-Islami, yang bermarkas di kota Makkah al Mukarromah, hlm:
297, rapat ke 14, keputusan no: 4.
Assalamu'alikum.. apakah one day trading itu
diperbolehkan.. terima kasih.
Jawabannya Silahkan Klik :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar