Alhamdulillah wa sholaatu was salaamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’in.
Dalam tulisan kali kami
akan memberikan pembahasan mengenai amalan-amalan istimewa di hari Jum’at yang
penuh berkah yang bisa dimanfaatkan oleh setiap muslim sebagai tabungan pahala
baginya di hari kiamat yang hanya bermanfaat amalan.
Pertama:
Terlarang mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang harinya dengan
berpuasa
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ
الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ
الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ
يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah mengkhususkan malam
Jum’at dengan shalat tertentu dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan
berpuasa kecuali jika berpapasan dengan puasa yang mesti dikerjakan ketika itu.”[1]
An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Dalam hadits ini menunjukkan dalil yang tegas dari pendapat mayoritas ulama
Syafi’iyah dan yang sependapat dengan mereka mengenai dimakruhkannya
mengerjakan puasa secara bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini dikecualikan
jika puasa tersebut adalah puasa yang berpapasan dengan kebiasaannya (seperti
berpapasan dengan puasa Daud, puasa Arofah atau puasa sunnah lainnya, pen), ia
berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya, berpapasan dengan puasa nadzarnya
seperti ia bernadzar meminta kesembuhan dari penyakitnya. Maka pengecualian
puasa ini tidak mengapa jika bertepatan dengan hari Jum’at dengan alasan hadits
ini.”[2]
Kedua: Ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan
membaca Surat As Sajdah dan Surat Al Insan
Sebagaimana terdapat
dalam hadits Abu Hurairah, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى
الله عليه وسلم- كَانَ يَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِ (الم
تَنْزِيلُ) فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى وَفِى الثَّانِيَةِ (هَلْ أَتَى عَلَى
الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surat As
Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam
yakun syai-am madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.”[3]
Catatan:
Maksud membaca surat As Sajdah adalah membaca suratnya bukan memaksudkan untuk
mengkhususkan ketika itu dengan surat yang ada ayat sajdahnya sebagaimana hal
ini disalahpahami oleh sebagian orang. Sehingga tidak perlu mencari surat-surat
lain yang terdapat ayat sajdah dan dibaca ketika Shalat Shubuh pada hari
Jum’at. Ini sungguh salah dalam memahami hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cukup
perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut sebagai nasehat,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
“Ikutilah (petunjuk Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah)
itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.”[4]
Ketiga:
Memperbanyak shalawat Nabi di hari Jum’at
Dari Abu Umamah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ
الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ
فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ
أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً
“Perbanyaklah shalawat
kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan
padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah
yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.”[5]
Keempat:
Dianjurkan membaca Surat Al Kahfi
Dari Abu Sa’id Al Khudri,
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إن من قرأ سورة الكهف يوم
الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi
pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua jum’at”[6].
Dalam lafazh lainnya dikatakan,
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ
الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ.
“Barangsiapa membaca
surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya antara dirinya
dan rumah yang mulia (Mekkah).”[7]
Juga dari Abu Sa’id Al
Khudri, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
من قرأ سورة الكهف كما
أنزلت ، كانت له نورا يوم القيامة من مقامه إلى مكة ، ومن قرأ عشر آيات من آخرها
ثم خرج الدجال لم يسلط عليه ، ومن توضأ ثم قال : سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا
أنت أستغفرك وأتوب إليك كتب في رق ، ثم طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة
“Barangsiapa membaca
surat Al Kahfi sebagaimana diturunkan, maka ia akan mendapatkan cahaya dari
tempat ia berdiri hingga Mekkah. Barangsiapa membaca 10 akhir ayatnya, kemudian
keluar Dajjal, maka ia tidak akan dikuasai. Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia
ucapkan: Subhanakallahumma wa bi hamdika laa ilaha illa anta, astagh-firuka wa
atuubu ilaik (Maha suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, tidak ada
sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku senantiasa memohon ampun dan
bertaubat pada-Mu), maka akan dicatat baginya dikertas dan dicetak sehingga tidak
akan luntur hingga hari kiamat.”[8]
Dari hadits-hadits di
atas menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al Kahfi, bisa dilakukan pada
malam Jum’at atau siang hari di hari Jum’at.
Kelima: Memperbanyak do’a di hari Jum’at
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membicarakan mengenai hari Jum’at lalu ia
bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ
يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ
تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu,
pasti diberikan apa yang ia minta” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya
tentang sebentarnya waktu tersebut.[9]
Ibnu Hajar Al Asqalani
dalam Fathul Baari
ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang
waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.
Pendapat
pertama, yaitu waktu sejak
imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:
هي ما بين أن يجلس الإمام
إلى أن تقضى الصلاة
“Waktu tersebut adalah ketika imam
naik mimbar sampai shalat Jum’at
selesai”[10].
Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan
Al Baihaqi.
Pendapat
kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari.
Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرة
يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر
ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu
waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti
akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar”[11].
Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat
ini yang lebih masyhur dikalangan para ulama.
Pendapat
ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir
hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin
Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.
Pendapat
keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar
sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata:
“Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang
disebutkan”.
Dengan demikian seseorang
akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada beberapa waktu
tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil
Barr.[12]
Semoga bermanfaat.
Penulis: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
[1]
HR. Muslim no. 1144.
[2]
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 8/19, Dar Ihya’ At
Turots, cetakan kedua, 1392.
[3]
HR. Muslim no. 880.
[4]
Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy
mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai
dalam kitab shohih.
[5]
HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan ligoirihi –yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya-. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib
no. 1673.
[6]
HR. Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
[7]
HR. Ad Darimi no. 3407. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih
sampai Abu Sa’id dan mauquf padanya.
[8]
HR. Al Hakim (1/564). Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa hadits ini
shahih karena banyak terdapat syawahid (dalil penguat).
[9]
HR. Bukhari no. 935 dan Muslim no. 852, dari sahabat Abu Hurairah.
[10]
HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu’anhu
[11]
HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu.
Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud
[12]
Point ini dicuplik dari tulisan saudara kami Yulian Purnama di Buletin At
Tauhid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar