Senin, 04 Agustus 2014

IMAM MENGERJAKAN SHALAT TARAWIH 23 RAKAAT, APAKAH DI IKUTI



Apakah kita perlu mengikuti imam melakukan shalat malam 23 rakaat jika kita berkeyakinan 11 rakaat sudah cukup?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengajukan suatu permasalahan, “Seandainya ada iam yang mengerjakan shalat tarawih 23 rakaat dan kita keyakinannya 11 rakaat. Apakah pada rakaat ke-10, kita meninggalkan imam ataukah lebih afdhol menyelesaikan shalat bersamanya?”

Jawab beliau, “Lebih afdhol adalah kita menyempurnakan shalat tarawih bersama imam. Ada dua alasan dalam hal ini:

1- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai shalat malam di bulan Ramadhan,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

Sesungguhnya siapa saja yang shalat bersama imam hingga imam itu selesai, maka ia dicatat telah mengerjakan shalat semalam suntuk (semalam penuh).” (HR. Tirmidzi no. 806. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Kalau ada yang cuma menunggu sampai imam selesai witir pada rakaat ke-20, lalu shalat bersamanya berarti ia tidak mengikuti imam hingga selesai dan ia meninggalkan sebagian dari shalatnya imam.
2- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda secara umum,

إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ

“Imam itu diangkat untuk diikuti.” (HR. Bukhari no. 378 dan Muslim no. 411). Imam diikuti dalam segala perbuatan imam selama bukan larangan. Menambah lebih dari 11 rakaat untuk shalat tarawih tidaklah terlarang. Ketika itu imam tetap diikuti.

Namun jika yang diikuti adalah yang terlarang seperti imam mengerjakan shalat Zhuhur lima rakaat, tentu saja tidak boleh diikuti.” (Syarhul Mumthi’, 4: 61).

Bagaimana kalau imam mengerjakan shalat tarawih 23 rakaat dengan kecepatan tinggi dan tidak thuma’ninah?

Ini termasuk dalam larangan yang tidak boleh makmum mengikutinya. Karena shalat imam yang cepat tidak boleh diikuti. Thuma’ninah atau tenang dalam shalat merupakan rukun shalat. Jika thuma’ninah tidak ada, maka shalat tidaklah sah.

Kadar thuma’ninah dalam ruku’ dan sujud menurut ulama Syafi’iyah adalah sudah mendapat sekali bacaan tasbih. Lihat Al Fiqhu Al Manhaji karya Syaikh Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, hal. 134.

Kalau di bawah kadar itu, berarti tidak ada thuma’ninah. Kalau tidak ada thuma’ninah berarti hilanglah rukun shalat dan membuat shalat tidak sah.

Adapun shalat tarawih dengan 23 rakaat pada dasarnya itu dibenarkan. Lihat penjelasan Ibnu Taimiyah berikut ini:

“Kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukan shalat malam dalam satu raka’at membaca surat Al Baqarah, An Nisaa’, dan Ali Imran. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam kitab Shahih dari hadits Hudzaifah. Maka lamanya berdiri seperti ini diganti oleh para sahabat dengan banyak raka’at. Karenanya Ubay bin Ka’ab tidak mengimami dengan lama berdiri namun dengan banyak raka’at. Banyak raka’at ini adalah kompensasi dari lamanya berdiri. Dahulu iya, shalat tarawih dilakukan dengan 11 atau 13 raka’at. Namun setelah itu orang-orang di Madinah menjadi tidak mampu melakukannya karena berdirinya yang lama, maka digantilah menjadi 39 raka’at dengan memperbanyak raka’at.” (Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 23: 113).

Semoga bermanfaat.

Disusun di Pesantren Darush Sholihin, 5 Ramadhan 1435 H selepas Ashar
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar