Apakah kita perlu
mengikuti imam melakukan shalat malam 23 rakaat jika kita berkeyakinan 11
rakaat sudah cukup?
Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin mengajukan suatu permasalahan, “Seandainya ada iam yang
mengerjakan shalat tarawih 23 rakaat dan kita keyakinannya 11 rakaat. Apakah
pada rakaat ke-10, kita meninggalkan imam ataukah lebih afdhol menyelesaikan
shalat bersamanya?”
Jawab beliau, “Lebih
afdhol adalah kita menyempurnakan shalat tarawih bersama imam. Ada dua alasan
dalam hal ini:
1- Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai shalat malam di
bulan Ramadhan,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ
لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya siapa saja yang shalat
bersama imam hingga imam itu selesai, maka ia dicatat telah mengerjakan shalat
semalam suntuk (semalam penuh).” (HR. Tirmidzi no. 806. Abu Isa
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Kalau ada yang cuma
menunggu sampai imam selesai witir pada rakaat ke-20, lalu shalat bersamanya
berarti ia tidak mengikuti imam hingga selesai dan ia meninggalkan sebagian
dari shalatnya imam.
2-
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda secara umum,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
“Imam itu diangkat untuk
diikuti.” (HR. Bukhari no. 378 dan Muslim no. 411). Imam diikuti dalam segala
perbuatan imam selama bukan larangan. Menambah lebih dari 11 rakaat untuk
shalat tarawih tidaklah terlarang. Ketika itu imam tetap diikuti.
Namun jika yang diikuti adalah
yang terlarang seperti imam mengerjakan shalat Zhuhur lima rakaat, tentu saja
tidak boleh diikuti.” (Syarhul Mumthi’, 4: 61).
Bagaimana kalau imam
mengerjakan shalat tarawih 23 rakaat dengan kecepatan tinggi dan tidak
thuma’ninah?
Ini termasuk dalam
larangan yang tidak boleh makmum mengikutinya. Karena shalat imam yang cepat
tidak boleh diikuti. Thuma’ninah atau tenang dalam shalat merupakan rukun
shalat. Jika thuma’ninah tidak ada, maka shalat tidaklah sah.
Kadar thuma’ninah dalam
ruku’ dan sujud menurut ulama Syafi’iyah adalah sudah mendapat sekali bacaan
tasbih. Lihat Al Fiqhu Al Manhaji karya Syaikh Prof. Dr. Musthofa Al Bugho,
dkk, hal. 134.
Kalau di bawah kadar itu,
berarti tidak ada thuma’ninah. Kalau tidak ada thuma’ninah berarti hilanglah
rukun shalat dan membuat shalat tidak sah.
Adapun shalat tarawih
dengan 23 rakaat pada dasarnya itu dibenarkan. Lihat penjelasan Ibnu Taimiyah
berikut ini:
“Kalau Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri melakukan shalat malam dalam satu raka’at membaca surat
Al Baqarah, An Nisaa’, dan Ali Imran. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam
kitab Shahih dari hadits Hudzaifah. Maka lamanya berdiri seperti ini diganti
oleh para sahabat dengan banyak raka’at. Karenanya Ubay bin Ka’ab tidak
mengimami dengan lama berdiri namun dengan banyak raka’at. Banyak raka’at ini
adalah kompensasi dari lamanya berdiri. Dahulu iya, shalat tarawih dilakukan
dengan 11 atau 13 raka’at. Namun setelah itu orang-orang di Madinah menjadi
tidak mampu melakukannya karena berdirinya yang lama, maka digantilah menjadi
39 raka’at dengan memperbanyak raka’at.” (Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah,
23: 113).
Semoga bermanfaat.
Akhukum
fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar