Apa ada tuntunan doa dan
dzikir pada shalat tarawih dan witir?
Sebagian masyarakat
mempraktekkan bahwa antara sela-sela duduk istirahat pada shalat tarawih dengan
bacaan-bacaan tertentu yang dibaca oleh “bilal”. Padahal sependek pengetahuan
kami, waktu tersebut sebenarnya adalah waktu untuk istrihat. Itulah mengapa
shalat tarawih disebut tarawih karena berarti istirahat. Jika demikian, waktu
istirahat tersebut sebaiknya diberi kesempatan pada para jamaah untuk menarik nafas,
tidak dibebani dengan hal lainnya.
Doa Setelah Witir
Adapun untuk bacaan
setelah witir, ada bacaan yang dituntunkan. Ada dua doa yang bisa diamalkan
berikut ini,
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
“Subhaanal malikil qudduus - dibaca 3x - [artinya:
Maha Suci Engkau yang Maha Merajai lagi Maha Suci dari berbagai kekurangan]”
(HR. An Nasai dan Ahmad, shahih)
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً
عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“Allahumma inni a’udzu bika bi
ridhaoka min sakhotik wa bi mu’afaatika min ‘uqubatik, wa a’udzu bika minka laa
uh-shi tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘ala nafsik” - dibaca 1x -
[artinya: Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan
dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari
siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau
adalah sebagaimana yang Engkau sanjukan kepada diri-Mu sendiri]. (HR. Kitab
Sunan yang Empat, shahih)
Doa di atas pun tidak
perlu dibaca secara berjama’ah, cukup diajarkan pada masing-masing jamaah
sekali, seterusnya biarkan mereka mengamalkan sendiri-sendiri.
Baca Niat Setelah Tarawih/ Witir
Satu kebiasaan lagi
setelah tarawih adalah membaca niat secara berjamaah “nawaitu shouma ghodin …” Seperti
ini pun tidak
dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena niat
sebagaimana kata Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa-nya, niat adalah
keinginan untuk melakukan sesuatu. Jika seseorang sudah berkeinginan untuk
bangun makan sahur, maka ia sudah berniat untuk berpuasa. Karena seseorang
makan sahur pasti ingin berpuasa. Jadi tidak perlu dilafazhkan, lebih-lebih
lagi dijaherkan (dikeraskan) lalu dikomandoi untuk dibaca berjama’ah.
Imam Nawawi berkata dalam
Roudhotut Tholibin,
لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا
القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ
“Tidaklah sah puasa
seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak di syaratkan untuk diucapkan.
Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Roudhotuth
Tholibin, 1: 502)
Sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya Allah yang memberi
taufik dan hidayah.
—
Disusun
di Panggang, Gunungkidul @ Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 30
Sya’ban 1435 H menjelang Maghrib.
Akhukum
fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Twitter @RumayshoCom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar