Bahasan berikut adalah
bahasan yang bermanfaat bagi setiap orang yang akan menjalani ibadah Jum’at. Ada
adab yang mesti diperhatikan kala itu, yaitu hendaklah jama’ah benar-benar
memperhatikan khutbah dan diam agar ibadah Jum’atnya mendapatkan manfaat dan
tidak jadi sia-sia.
Dalam hadits riwayat
Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ
فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ
وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa yang berwudhu, lalu
memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat
khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat
ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa
yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil
(lagi tercela) ” (HR. Muslim no. 857)
Faedah
dari hadits di atas:
Pertama:
Memperbagus wudhu maksudnya adalah berwudhu dengan cara yang sempurna. Yaitu
seseorang berwudhu dari mengucapkan basmalah di awal, lalu ia mencuci kedua
tangannya. Kemudian ia berkumur-kumur, memasukkan air dalam hidung dan
mengeluarkannya, hal ini dilakukan sebanyak tiga kali. Lalu mencuci wajah
sebanyak tiga kali. Yang dimaksud wajah adalah mulai dari tempat tumbuhnya
rambut kepala sampai dagu, dan mulai dari telinga yang satu ke telinga lainnya.
Kemudian mengusap kepala dan telinga sekali. Lalu mencuci kaki hingga mata kaki
sebanyak tiga kali. Disunnahkan ketika berwudhu untuk mencela-cela jari,
jenggot, dan bersiwak. Kemudian setelah berwudhu disunnahkan untuk berdzikir
pada Allah dengan membaca doa setelah wudhu yang berisi dua kalimat syahadat
dan meminta pada Allah agar dijadikan orang yang bertaubat dan orang yang
disucikan.
Kedua:
Ketika memasuki masjid untuk shalat Jumat, disunnahkan melaksanakan shalat
sunnah (dua raka’at-dua raka’at) sampai imam datang. Namun jika cukup dengan
dua raka’at saja, maka tidaklah mengapa, ada kelapangan dalam hal ini.
Ketiga:
Jika imam telah memulai khutbah, maka hendaklah jama’ah diam dan mendengarkan
khutbah tersebut. Hendaklah mereka tidak ngobrol saat khutbah dan menjauhi
perbuatan yang sia-sia.
Keempat:
Allah memberi karunia pada hamba-Nya di mana Allah menjadikan penghapus dosa
antara Jum’at yang lalu dan Jum’at setelahnya, ditambah pengampunan dosa selama
tiga hari (artinya, total pengampunan dosa adalah sebanyak sepuluh hari).
Karena yang namanya kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang semisal.
Allah menjadikan pengampunan dosa di antara dua Jum’at selama sepuluh hari tadi
dengan syarat seseorang harus menjauhi al
kabaa-ir (dosa-dosa besar).
Kelima:
Hadits ini menunjukkan peringatan keras bagi orang yang bermain-main dengan
tongkat saat khutbah. Perbuatan seperti ini disebut tercela dan sia-sia karena
melalaikan dari mendengar khutbah Jum’at.
Keenam:
Jika bermain-main dengan tongkat saja dianggap perbuatan yang sia-sia,
bagaimana lagi dengan kegiatan lainnya saat khutbah yang lebih membuat lalai
dari mendengar khutbah Jum’at. Tentu saja perbuatan itu lebih terlarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ
كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَاراً وَالَّذِى يَقُولُ لَهُ أَنْصِتْ لَيْسَ
لَهُ جُمُعَةٌ
“Barangsiapa yang berbicara pada
saat imam khutbah Jum’at, maka ia seperti keledai yang memikul
lembaran-lembaran (artinya, ibadahnya sia-sia, tidak ada manfaat, pen). Siapa
yang diperintahkan untuk diam (lalu tidak diam), maka tidak ada Jum’at baginya
(artinya, ibadah Jum’atnya tidak ada nilainya, pen).” (HR. Ahmad
1/230. Sanadnya tidak mengapa)
Ketujuh:
Siapa yang melihat orang lain berbicara saat imam berkhutbah maka hendaklah ia
perintahkan saudaranya tersebut untuk diam. Cukup ia gunakan isyarat, tanpa
berbicara ketika memperingatkan. Begitu pula ketika ada yang memberi salam saat
imam khutbah, maka tidak perlu dibalas. Hal yang sama ketika ada yang mengajak
salaman saat imam khutbah, maka tidak perlu ditanggapi. Di antara dua khutbah
atau setelah selesai shalat, ia bisa jelaskan pada saudaranya tadi kenapa
sampai ia tidak membalas ucapan salam atau menanggapi salamannya. Ia bisa
jelaskan bahwa tatkala imam khutbah amat bahaya melakukan hal-hal tadi.
Kedelapan:
Tidak mengapa jika seorang imam berbicara pada salah satu jama’ah atau salah
satu jama’ah berbicara pada imam ketika ada maslahat dan manfaat yang berkaitan
dengan shalat atau berkaitan dengan urusan kaum muslimin. Hal seperti ini
dibolehkan sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih lainnya.
[Tulisan ini adalah
faedah dari bahasan Syaikh Al Haddady, ulama Riyadh-KSA, pada web beliau di
link:
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat.
Panggang-Gunung Kidul, 2
Jumadal Ula 1432 H (05/05/2011)
Artikel Rumaysho.Com
Twitter @RumayshoCom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar