Setelah Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
menyampaikan nasehat agar tidak suka mencela orang lain, juga tidak meremehkan
satu kebaikan sedikit pun, beliau mewasiatkan pula pada Jabir bin Sulaim untuk
berpenampilan atau berpakaian tawadhu’. Bagaimana pakaian seperti itu?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melanjutkan wasiatnya pada Jabir bin Sulaim,
وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ
فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ
الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ
“Tinggikanlah sarungmu sampai
pertengahan betis. Jika enggan, engkau bisa menurunkannya hingga mata kaki.
Jauhilah memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Penampilan seperti
itu adalah tanda sombong dan Allah tidak menyukai kesombongan.”
(HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini
shahih).
Yang diajarkan dalam
hadits di atas adalah berpakaian yang tawadhu’, tidak sombong. Bagaimana
bentuknya? Yaitu tidak memakai celana di bawah mata kaki bagi pria.
Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin menerangkan, “Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang keras dari sikap sombong yaitu dalam berjalan,
berpakaian, memakai imamah, juga dalam memakai mashlah[1]. Termasuk juga di
sini tidak sombong dalam berbicara. Allah itu tidak menyukai orang yang
sombong. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
(QS. Lukman: 18). Hendaklah seseorang dalam berpakaian, berjalan, dan setiap
keadaannya penuh ketawadhu’an.
Karena siapa saja yang tawadhu’
pada Allah, maka Allah akan memuliakan dirinya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 4:
296).
Sebelumnya dalam surat
Lukman disebutkan,
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah kamu berjalan di muka
bumi dengan angkuh.” (QS. Lukman: 18). Maksud
ayat ini adalah janganlah bersikap sombong dan angkuh. Janganlah melakukan hal
tersebut karena dibenci oleh Allah.
Adz Dzahabi ketika
membawakan di antara al kaba-ir (dosa besar) adalah celana yang dalam keadaan isbal
(berada di bawah mata kaki), lalu beliau membawakan ayat di atas. Ini
menunjukkan bahwa beliau menafsirkan di antara bentuk berjalan dalam keadaan
sombong adalah berjalan dengan celana dalam keadaan isbal.
(Al Kabair, hal. 104).
Hanya Allah yang memberi
taufik.
—
Akhukum
fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Twitter @RumayshoCom
—
[1]
Mashlah untuk orang Saudi adalah bentuk pakaian di luar tsaub (kemeja panjang
atau jubah mereka) yang tanpa lengan biasa berwarna hitam, cokelat atau putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar