Posted by Farid Ma'ruf pada 14 September 2007
Pertanyaan :
Apakah hukum perdagangan saham di pasar modal? Baik saham perusahaan yang memproduksi barang haram (misalnya pabrik miras) ataupun perusahaan yang memproduksi barang halal. Bolehkah kita bekerja di sektor ini?
Apakah hukum perdagangan saham di pasar modal? Baik saham perusahaan yang memproduksi barang haram (misalnya pabrik miras) ataupun perusahaan yang memproduksi barang halal. Bolehkah kita bekerja di sektor ini?
Jawaban :
Pengantar
Ketika
kaum muslimin hidup dalam naungan sistem Khilafah, berbagai muamalah
mereka selalu berada dalam timbangan syariah (halal-haram). Khalifah
Umar bin Khaththab misalnya, tidak mengizinkan pedagang manapun masuk ke
pasar kaum muslimin kecuali jika dia telah memahami hukum-hukum
muamalah. Tujuannya tiada lain agar pedagang itu tidak terjerumus ke
dalam dosa riba. (As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, h. 461).
Namun
ketika Khilafah hancur tahun 1924, kondisi berubah total. Kaum muslimin
makin terjerumus dalam sistem ekonomi yang dipaksakan penjajah kafir,
yakni sistem kapitalisme yang memang tidak mengenal halal-haram. Ini
karena akar sistem kapitalisme adalah paham sekularisme yang
menyingkirkan agama sebagai pengatur kehidupan publik, termasuk
kehidupan ekonomi. Walhasil, seperti kata As-Salus, kaum muslimin
akhirnya hidup dalam sistem ekonomi yang jauh dari Islam (ba’idan ‘an al-Islam), seperti sistem perbankan dan pasar modal (burshah al-awraq al-maliyah) (ibid., h. 464). Tulisan ini bertujuan menjelaskan fakta dan hukum seputar saham dan pasar modal dalam tinjauan fikih Islam.
Fakta Saham
Saham
bukan fakta yang berdiri sendiri, namun terkait pasar modal sebagai
tempat perdagangannya dan juga terkait perusahaan publik (perseroan
terbatas/PT) sebagai pihak yang menerbitkannya. Saham merupakan salah
satu instrumen pasar modal (stock market).
Dalam pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham dan obligasi, serta berbagai instrumen turunannya (derivatif)
yaitu opsi, right, waran, dan reksa dana. Surat-surat berharga yang
dapat diperdagangkan inilah yang disebut “efek” (Hasan, 1996).
Saham adalah
surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perusahaan
yang menerbitkan saham tersebut. Dalam Keppres RI No. 60 tahun 1988
tentang Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai “surat berharga yang
merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana
diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Staatbald No. 23 Tahun 1847).” (Junaedi, 1990). Sedangkan obligasi (bonds, as-sanadat) adalah
bukti pengakuan utang dari perusahaan (emiten) kepada para pemegang
obligasi yang bersangkutan (Siahaan & Manurung, 2006).
Selain terkait pasar modal, saham juga terkait PT (perseroan terbatas, limited company) sebagai pihak yang menerbitkannya. Dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 1 ayat 1, perseroan terbatas didefinisikan
sebagai “badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham,” Modal dasar yang dimaksud, terdiri atas seluruh nilai
nominal saham (ibid., pasal 24 ayat 1).
Definisi
lain menyebutkan, perseroan terbatas adalah badan usaha yang mempunyai
kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan,
hak, serta kewajiban para pendiri maupun pemiliknya (M. Fuad, et.al., 2000). Jadi sesuai namanya, keterlibatan dan tanggung jawab para pemilik PT hanya terbatas pada saham yang dimiliki.
Perseroan
terbatas sendiri juga mempunyai kaitan dengan bursa efek. Kaitannya,
jika sebuah perseroan terbatas telah menerbitkan sahamnya untuk publik (go public) di bursa efek, maka perseroan itu dikatakan telah menjadi “perseroan terbatas terbuka” (Tbk).
Fakta Pasar Modal
Pasar
modal adalah sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak
yang memiliki kelebihan modal (pihak investor) dengan orang yang
membutuhkan modal (pihakissuer/emiten) untuk mengembangkan
investasi. Dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal
didefinisikan sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”
(Muttaqin, 2003).
Para pelaku pasar modal ini ada 6 (enam) pihak, yaitu :
Emiten,
yaitu badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk
menambah modal, atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan utang dari
para investor di Bursa Efek.
Perantara Emisi, yang meliputi 3 (tiga) pihak, yaitu :
- Penjamin Emisi (underwriter), yaitu perusahaan perantara yang menjamin penjualan emisi, dalam arti jika saham atau obligasi belum laku, penjamin emisi wajib membeli agar kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana;
- Akuntan Publik, yaitu pihak yang berfungsi memeriksa kondisi keuangan emiten dan memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh emiten wajar atau tidak.
- Perusahaan Penilai (appraisal), yaitu perusahaan yangberfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten wajar atau tidak.
Badan Pelaksana Pasar Modal, yaitu badan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting)
dari lantai bursa dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang
melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia Badan Pelaksana Pasar
Modal adalah BAPEPAM (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal) yang
merupakan lembaga pemerintah di bawah Menteri Keuangan.
Bursa Efek, yakni tempat
diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan
oleh suatu badan usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, yaitu
Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa
Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya.
Perantara Perdagangan Efek. Yaitu makelar (pialang/broker) dan komisioner yang hanya lewat kedua lembaga itulah efek dalam bursa boleh ditransaksikan. Makelar adalah
perusahaan pialang (broker) yang melakukan pembelian dan penjualan efek
untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan. Sedang komisioner adalah
pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan
sendiri atau untuk orang lain dengan memperoleh imbalan.
Investor, adalah
pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek di bursa efek dengan
membeli atau menjual kembali efek tersebut (Junaedi, 1990; Muttaqin,
2003; Syahatah & Fayyadh, 2004).
Dalam pasar modal, proses perdagangan efek (saham dan obligasi) terjadi melalui tahapanpasar perdana (primary market) kemudian pasar sekunder (secondary market). Pasar perdana adalah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor, yang terjadi pada saat IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum pertama. Kedua pihak yang saling memerlukan ini tidak bertemu secara dalam bursa tetapi melalui pihak perantara seperti dijelaskan di atas. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana inilah, pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.
Sedangkan pasar sekunder adalah
pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana berakhir.
Maksudnya, setelah saham dan obligasi dibeli investor dari emiten, maka
investor tersebut menjual kembali saham dan obligasi kepada investor
lainnya, baik dengan tujuan mengambil untung dari kenaikan harga (capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya.
Jual Beli Saham dalam Pasar Modal Menurut Islam
Para
ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperdagangkan
saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang
haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman
keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan
konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti
kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya. Dalil yang
mengharamkan jual beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil
yang mengharamkan segala aktivitas tersebut. (Syahatah dan Fayyadh, Bursa Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, hal. 18; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, hal. 109).
Namun
mereka berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal
itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, misalnya
di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan
sebagainya. Syahatah dan Fayyadh berkata,”Menanam saham dalam
perusahaan seperti ini adalah boleh secara syar’i…Dalil yang menunjukkan
kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas
tersebut.” (Syahatah dan Fayyadh, ibid., hal. 17).
Tapi
ada fukaha yang tetap mengharamkan jual beli saham walau dari
perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini misalnya Taqiyuddin
an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (ibid., hal. 109) dan Ali As-Salus (Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah,
hal. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang
sesungguhnya tidak Islami. Jadi sebelum melihat bidang usaha
perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan
usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan Islami (syirkah Islamiyah) atau tidak.
Aspek
inilah yang nampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli
fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini, terbukti mereka tidak
menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak
terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai
mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksi spot (kontan di tempat), transaksioption, transaksi trading on margin, dan
sebagainya (Junaedi, 1990; Zuhdi, 1993; Hasan, 1996; Az-Zuhaili, 1996;
Al-Mushlih & Ash-Shawi, 2004; Syahatah & Fayyadh, 2004).
Taqiyuddin an-Nabhani dalam An-Nizham al-Iqtishadi (2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT, syirkah musahamah)
adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan
dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain
dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam
akad syirkah. Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor
yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau
dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi
apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya.
Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya
dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan
pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara
syar’i. Sangat fatal, bukan?
Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat (rajih),
karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang
menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi, sandaran pihak pertama yang
membolehkan bisnis saham asalkan bidang usaha perusahaannya halal,
adalah dalil al-Mashalih Al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf As-Sabatin (ibid., hal. 53). Padahal menurut Taqiyuddin An-Nabhani, al-Mashalih Al-Mursalah adalah sumber hukum yang lemah, karena kehujjahannya tidak dilandaskan pada dalil yang qath’i (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), hal. 437)
Kesimpulan
Menjual
belikan saham dalam pasar modal hukumnya adalah haram, walau pun bidang
usaha perusahaan adalah halal. Maka dari itu, dengan sendirinya
keberadaan pasar modal itu sendiri hukumnya juga haram. Hal itu
dikarenakan beberapa alasan, utamanya karena bentuk badan usaha berupa
PT adalah tidak sah dalam pandangan syariah, karena bertentangan dengan
hukum-hukum syirkah dalam Islam. Wallahu a’lam [ ] (www.konsultasi.wordpress.com)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mushlih, Abdullah & Ash-Shawi, Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Maa Laa Yasa’u Al-Taajir Jahlahu), Penerjemah Abu Umar Basyir, (Jakarta : Darul Haq), 2004
An-Nabhani, Taqiyuddin, an-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam, (Beirut : Darul Ummah), Cetakan VI, 2004
As-Sabatin, Yusuf Ahmad Mahmud, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, (Beirut : Darul Bayariq), 2002
As-Salus, Ali Ahmad, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah wa al-Iqtishad al-Islami, (Qatar : Daruts Tsaqafah), 2006
Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz IX (Al-Mustadrak), (Damaskus : Darul Fikr), 1996
Fuad, M, et.al., Pengantar Bisnis, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama), 2000
Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 1996
Junaedi, Pasar Modal Dalam Pandangan Hukum Islam, (Jakarta : Kalam Mulia), 1990
Muttaqin, Hidayatullah, Telaah Kritis Pasar Modal Syariah, http://www.e-syariah.org/jurnal/?p=11, 20 des 2003
Siahaan, Hinsa Pardomuan & Manurung, Adler Haymans, Aktiva Derivatif : Pasar Uang, Pasar Modal, Pasar Komoditi, dan Indeks (Jakarta : Elex Media Komputindo), 2006
Syahatah, Husein & Fayyadh, Athiyah, Bursa
Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal (Adh-Dhawabit
Al-Syar’iyah li At-Ta’amul fii Suuq Al-Awraq Al-Maliyah), Penerjemah A. Syakur, (Surabaya : Pustaka Progressif), 2004
Tarban, Khalid Muhammad, Bay’u Al-Dayn Ahkamuhu wa Tathbiquha Al-Mu’ashirah(Al-Azhar : Dar al-Bayan Al-’Arabi; Beirut : Dar al-Kutub al-’Ilmiyah), 2003
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta : CV Haji Masagung), 1993
www.fandyrases.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar