Shalat witir adalah
penutup shalat malam dan juga menjadi penutup shalat tarawih di bulan Ramadhan.
Itu sunnahnya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir shalat kalian di
malam hari adalah shalat witir.“[1]
Jumlah raka’at shalat
witir minimalnya adalah 1 raka’at, maksimalnya adalah 11 raka’at. Jika berwitir
dengan tiga raka’at, bisa dilakukan dengan dua raka’at salam, lalu ditambah 1
raka’at salam. Boleh pula shalat tersebut dilakukan dengan tiga raka’at
langsung salam. Cara yang kedua dilakukan dengan sekali tasyahud dan bukan dua
kali tasyahud. Karena jika dijadikan dua kali tasyahud, maka miriplah dengan
shalat maghrib. Padahal shalat sunnah tidak boleh diserupakan dengan shalat
wajib.[2]
Qunut Witir
Al Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata
bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengajarinya beberapa kalimat yang saya
ucapkan dalam shalat witir, yaitu
اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ. وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ. وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ
تَوَلَّيْتَ. وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ. وَقِنِى شَرَّ مَا
قَضَيْتَ. فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ. وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ
مَنْ وَالَيْتَ. تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ.
Allahummahdinii
fiiman hadait, wa’aafinii fiiman ‘afait, watawallanii fiiman tawallait,
wabaarik lii fiima a’thoit, waqinii syarro maa qadhoit, fainnaka taqdhi walaa
yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarokta robbanaa
wata’aalait.[3]
(Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri
petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau
beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus,
berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari
keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan
dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah
Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi).”[4]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
Baz berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika mengajarkan do’a qunut pada cucunya Hasan,
beliau tidak mengatakan padanya: ‘Bacalah
do’a qunut tersebut pada sebagian waktu saja’. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa
membaca qunut witir terus menerus adalah sesuatu yang dibolehkan.”[5]
[Tulisan di
atas dicuplik dari Buku Panduan Ramadhan cetakan keenam tahun 2014 karya
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal yang dibagikan gratis kepada kaum muslimin,
diterbitkan oleh Pustaka Muslim Yogyakarta. Bagi yang ingin mendownload buku
tersebut silakan buka di sini]
[1] HR. Bukhari no. 998
dan Muslim no. 751.
[2] Lihat Syarhul
Mumthi’, 4: 16 dan Syarh ‘Umdatul Ahkam karya Syaikh As Sa’di, hal. 219.
[3] Jika imam membaca doa
qunut, yang dipakai adalah kata ganti plural, maka menjadi: Allahummahdinaa
fiiman hadait, wa’aafinaa fiiman ‘afait, watawallanaa fiiman tawallait,
wabaarik lanaa fiima a’thoit, waqinaa syarro maa qadhoit. Fainnaka taqdhi walaa
yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarokta robbanaa
wata’aalait.
[4] HR. Abu Daud no.
1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih.
[5] Fatawa Nur ‘alad
Darb, 2: 1062.
Ibnu Taimiyah berkata
setelah menyebutkan pendapat para ulama tentang qunut witir, “Hakekatnya, qunut
witir adalah sejenis do’a yang dibolehkan dalam shalat. Siapa yang mau
membacanya, silakan. Dan yang enggan pun dipersilakan. Sebagaimana dalam shalat
witir, seseorang boleh memilih tiga, lima, atau tujuh raka’at semau dia. Begitu
pula ketika ia melakukan witir tiga raka’at, maka ia boleh melaksanakan 2
raka’at salam lalu 1 raka’at salam, atau ia melakukan tiga raka’at sekaligus.
Begitu pula dalam hal qunut witir, ia boleh melakukan atau meninggalkannya
sesuka dia. Di bulan Ramadhan, jika ia membaca qunut witir pada keseluruhan
bulan Ramadhan, maka itu baik. Jika ia berqunut di separuh akhir bulan
Ramadhan, itu pun baik. Jika ia tidak berqunut, juga baik.” (Majmu’ Al Fatawa,
22: 271)
11
Sya’ban 1435 H di Pesantren
Darush Sholihin
Akhukum
fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Twitter @RumayshoCom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar