Shalat witir adalah shalat
yang raka’atnya ganjil. Minimalnya adalah 1 raka’at dan maksimalnya adalah 11
raka’at. Walau minimalnya satu raka’at, namun di antara kita sulit
merutinkannya. Padahal seseorang bisa dicap jelek kala tidak pernah shalat
witir.
Para ulama berselisih pendapat
apakah shalat witir itu wajib ataukah sunnah muakkad. Sebagian ulama mengatakan
wajib. Ada juga yang mengatakan wajib bagi para penghafal Al Qur’an. Namun yang
tepat, hukum shalat witir adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan). Dikatakan
tidak sampai wajib karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
memerintahkannya dalam shalat yang wajib.
Ketika seorang Arab Badui
ditanya mengenai shalat wajib, lalu beliau beritahu shalat yang wajib itu
adalah yang lima waktu. Ketika itu, orang tersebut berkata, “Aku tidak akan
menambah dan mengurangi dari yang itu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun bersabda,
أَفْلَحَ الرَّجُلُ إِنْ صَدَقَ
“Sungguh
beruntung laki-laki ini jika memang ia jujur dalam perkataannya.” (HR. Bukhari no.
46 dan Muslim no. 11). Ketika menyebutkan shalat yang wajib ini tidak
disebutkan shalat witir. Sehingga kesimpulannya, hukum shalat witir adalah
sunnah muakkad, yang sudah semestinya dirutinkan.
Imam Ahmad rahimahullah
sampai berkata,
مَنْ دَاوَمَ عَلَى تَرْكِ الوِتْرِ فَهُوَ رَجُلٌ سُوْءٌ
يَنْبَغِي أَنْ لاَ تُقْبَلَ شَهَادَتُهُ
“Siapa yang rutin
meninggalkan shalat witir, maka ia dicap orang yang jelek, juga persaksiannya
tak pantas diterima.” (Lihat Syarh
Umdatil Ahkam karya Syaikh As Sa’di, hal. 220).
Ibnu Qudamah berkata,
“Yang dimaksud oleh Imam Ahmad hanyalah hiperbolis. Kalimat tersebut hanya
menunjukkan shalat witir begitu dianjurkan (jangan sampai ditinggalkan). Dalam
pendapat Imam Ahmad sendiri, hukum shalat witir tidaklah wajib. Jika
meninggalkannya, terserah ingin diqadha’ ataukah tidak.” (Syarhul Kabir karya
Ibnu Qudamah, 1: 706).
Berdasarkan hadits
berikut, shalat witir boleh dilakukan sebelum atau sesudah tidur di akhir
malam. Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَيُّكُمْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ
فَلْيُوتِرْ ثُمَّ لْيَرْقُدْ وَمَنْ وَثِقَ بِقِيَامٍ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ
مِنْ آخِرِهِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ
“Siapa di antara kalian yang
khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia witir dan baru kemudian
tidur. Dan siapa yang yakin akan terbangun di akhir malam, hendaklah ia witir
di akhir malam, karena bacaan di akhir malam dihadiri (oleh para Malaikat) dan
hal itu adalah lebih utama.” (HR. Muslim no. 755)
Semoga Allah memberikan
kita taufik untuk merutinkan shalat witir.
Referensi:
Syarhul Kabir,
Ibnu Qudamah, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah.
Syarh ‘Umdatil Ahkam,
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darut Tauhid, cetakan
pertama, tahun 1431 H.
—
Disusun di malam hari, 9
Rajab 1435 H di Pesantren
Darush Sholihin
Akhukum
fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Twitter @RumayshoCom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar